Bab 26. Dimon

2.7K 374 9
                                    

"Pangeran, apa Anda baik-baik saja? Rambut Anda masih basah," Ergió mengamati wajah Eugene yang diterangi sinar bulan dengan mata khawatir.

Wajah sang pangeran pucat, bibirnya sedikit bergetar, dan butiran air masih menetes dari ujung rambut emasnya. Dengan hati-hati, Ergió menggunakan 'mana' untuk membawa sehelai kain lembut. Tangannya menelusuri rambut pangeran dengan telaten.

Eugene mendongak perlahan, menatap Ergió yang sedang mengusap rambutnya. "Gio" suaranya berbisik, begitu pelan hingga hampir tidak terdengar. "Sepertinya aku sudah gila."

Tangan Ergió berhenti sejenak, sebelum ia melanjutkan, kali ini dengan gerakan yang lebih lembut, seperti mengusap anak kucing.

"Apa yang sedang Anda bicarakan? Anda adalah putra kekaisaran. Anda tidak boleh berbicara seperti itu"

Eugene tidak menjawab. Sebaliknya, ia hanya meringkuk lebih erat ke dalam pelukan Ergió, memeluk pinggang pria itu.

Setelah rambut sang pangeran kering, Ergió membungkuk mencium pucuk kepala, dan aroma mawar mulai menyeruak di hidungnya.

"Pangeran, bukankah Anda bersama Sir Alistair? Apakah dia...?" Memikirkan itu membuat mata Ergió dipenuhi niat membunuh. Seharusnya ia tidak membiarkan pangeran bersama orang itu yang menjadi ancaman keselamatan pangeran.

Tanpa sengaja, Ergió merapatkan pelukannya lebih dekat, serta tangannya meraih pinggang ramping pangeran secara posesif. "Saya tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Anda, Pangeran."

Eugene mendongak, mendengar ucapan dengan nada ancaman dari bibir Ergió yang sangat jarang ia dengar. Karena menurutnya, ergio adalah pria soft boy ala-ala green flag yang tidak akan berbicara dengan nada menakutkan seperti itu.

Mata mereka bertemu, Ergió yang maatanya masih memiliki niat membuhuh mendekat perlahan kerah Eugene, hingga jarak di antara mereka nyaris hilang. 

Bibir mereka bersatu, serta nafas membuaru Ergio menjadi tenag, seperti mencoba memahami perasaan masing-masing.

Namun, ciuman itu segera berubah menjadi sesuatu yang lebih intens. Ergió memegang tengkuk Eugene, menahannya agar tetap dekat. Sementara tangan lainnya bergerak naik, membelai punggung sang pangeran dengan lembut namun posesif.

Eugene membalas ciuman itu dengan semangat, seolah-olah itu adalah alkohol yang membuatnya melupakan segalanya selain pria di hadapannya.

"Pangeran..." suara Ergió terdengar serak saat ia akhirnya melepas ciuman itu. 

Matanya kembali menatap wajah indah pangerannya yang sedang berusaha mengambil oksigen dengan rakus. 

"Gio, kau ini apa?, nafas pangeran ini samapi habis" eugene memukul pelan dada ergio, mencoba untuk protes. dan bagaimana mungkin wajah ergio tampak santai setalah tidak bernafas begitu lama.

Ergio terkekeh, jika dirinya adalah manusia, maka ia juga akan kehabisan nafas.

Namun, sebelum Eugene sempat berkata apa-apa, Ergió menarik tubuhnya kembali, kali ini dengan tangan yang kokoh di pinggangnya, mempertemukan tubuh mereka lebih erat.

Eugene menahan napas saat Ergió mulai menelusuri rahangnya dengan bibir, meninggalkan jejak-jejak lembut di sepanjang kulitnya. Ciuman itu bergerak ke lehernya, membuat tubuhnya bergetar kecil.

Dengan dirinya yang hanya mengenakan jubah mandi, sehingga tangan Ergió dapat bergerak sebebasnya menyelusuri tubuhnya.

Sentuhan itu membuat Eugene menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan suara lain yang nyaris keluar.

"Emghh..."

Namun, Ergió hanya tersenyum tipis, menyadari reaksi Eugene "Jangan menahan diri Pangeran, karena suara Anda sangatlah indah" gumamnya di dekat telinga Eugene, suaranya seperti bisikan angin yang menggoda.

[BL] Be A Figuran PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang