Eugene merasakan denyutan di kepalanya, seperti ribuan jarum yang menusuk tanpa henti. Ia mencoba bangkit, namun tubuhnya terasa berat dan kaku, seolah ada sesuatu yang menahan setiap gerakannya.
Ketika ia membuka mata, seketika napasnya tercekat—seekor ular besar melilit tubuhnya dengan erat, sisik-sisiknya dingin dan kasar di kulitnya.
Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Saat ini ia ingin sekali untuk pingsan, namun jika ia pingsan sekarang, kemungkinan besar ia akan bangun di dalam perut ular tersebut.
Ular itu masih terlelap, nafasnya perlahan, namun ekornya yang tebal semakin mencekik tubuhnya.
Dengan hati-hati, Eugene menggerakkan tangannya, berusaha melonggarkan lilitan ular dari pinggangnya, tapi usaha itu sia-sia karena kekuatan ular dan manusia sangat berbeda.
"Sialan... gue belum mau mati sekarang!" desis Eugene hampir menangis. Perasaan pasrah dan putus asa menimpa dirinya.
Beberapa saat kemudian, ia merasakan gerakan di tubuh ular itu, dan kepalanya yang bersisik perlahan turun, berhenti tepat di hadapannya.
Lidah bercabang ular itu menjulur keluar, mendesis pelan, "Tsshhh... ssht"
Nafasnya semakin cepat, tapi ia menahan diri, tak berani bersuara. Matanya yang membulat masih terpaku pada mata ular yang hanya berjarak beberapa inci darinya.
Mulut ular itu terbuka lebar, dan ia yang sudah pasrah, menutup matanya. Tidak ada harapan melawan makhluk sebesar itu, Ia siap menerima ajalnya.
Namun, yang ditunggu-tunggu tak kunjung terjadi. Tak ada gigitan. Perlahan, ia memberanikan diri membuka sebelah matanya.
Lidah bercabang ular itu, alih-alih menyerangnya, justru menepuk ringan kepalanya, seperti tepukan yang penuh rasa penasaran.
Setelah itu ular tersebut melepas lilitan ditubuhnya, membuatnya seketika bernafas lega. Mungkin, ular itu mengira tubuhnya yang kurus terasa tidak enak.
Ia berancang-ancang untuk melarikan diri, tapi ia segera menyadari bahwa tubuhnya sekarang telanjang dengan bekas gigitan yang samar. Melihat itu, tubuhnya membeku seketika .
"Apa gue dah racun" gumamnya panik. Namun, perhatiannya segera teralih ke rasa nyeri yang menusuk di bagian belakang tubuhnya. "Tapi... kenapa pantat gue sakit banget?"
Ia segera duduk, masih terengah-engah, dan menatap ular itu dengan tatapan penuh kewaspadaan. Ular tersebut, anehnya, juga menatapnya kembali dengan intens.
Kemudian, di depan mata Eugene, sesuatu yang tak terduga terjadi—ular itu mulai berubah bentuk, tubuhnya memanjang, sisiknya menghilang, dan perlahan-lahan bertransformasi menjadi sosok pria berperawakan tinggi dengan rambut hitam legam panjang disertai mata merah yang menakutkan.
Eugene tertegun sejenak, bukan halaneh apalagi ia di Dunia sihir.
"Jangan makan aku! Kalau kau ingin makan, aku bisa memberikan sesuatu yang lebih enak!" serunya sedikit tenang.
"为什么我要吃我的妻子?"
Eugene membuka sedikit mulutnya, saat mendengar bahasa mandarin dari ular di depanya.
"Wǒ bù zhīdào..." jawabnya terbata-bata dengan bahasa mandarin seadanya, sambil menyilangkan kedua tangannya hingga membentuk huruf X.
Zeferon mengerutkan alisnya, jika istrinya tidak bisa bahasa naga, mengapa menjawab dengan bahasa naga.
Zeferon menarik napas dalam-dalam, tampaknya menyadari bahwa bahasa daerah ayahnya tidak dipahami oleh istrinya, lalu ia berbicara dengan bahasa daerah ibunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Be A Figuran Prince
FantasyNOTE: BXB, BL, HAREM Eugene terjebak di novel bertema kerajaan barat dan harus berperan sebagai tokoh figuran yang sama sekali tidak penting. ia menjalani hari-hari dengan santai sebelum ulang tahunnya yang ke delapan belas dan menurut tradisi dihar...