Bab 14. Zhang Malin

3.3K 452 19
                                    

"Zeferon, mengapa hujan tidak turun lagi?" suara lembut Eugene terdengar di sela-sela suapan makanannya.

Namun, saat keheningan menjawabnya, Eugene mendongakkan kepalanya, dan sedikit terkejut ketika mendapati Zeferon yang hanya menunduk, tampak larut dalam pikirannya sendiri. 

Mata Eugene menyipit sedikit, ia curiga—apakah Zeferon sedang marah?

"Pangeran, seorang naga hanya bisa menurunkan hujan ketika ia menangis" jawab Ergio akhirnya dengan senyum tipis yang penuh arti, hampir seperti senyum kemenangan. Jika naga agung menitikkan air mata, tentu saja itu akan melukai harga diri Zaferon.

Eugene mengangguk kecil, memproses kata-kata itu, jemarinya mengetuk-ngetuk meja. Pandangannya menerawang sejenak, berpikir, hingga tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya.

"Apakah kalian pernah mendengar cerita dari tanah Yunche?" Eugene akhirnya berkata, melontarkan pertanyaan yang membuat ketiga orang di meja makan terdiam.

"Yunche? Saya belum pernah mendengar wilayah itu, Pangeran" Ergio menjawab, kerutan di dahinya semakin dalam, tampak berusaha keras mengingat-ingat.

Di sisi lain, Isodore yang tengah fokus menikmati makanannya juga mulai berpikir keras, mencoba mencari tahu apakah ada daerah dengan nama itu. Namun, ia memilih diam, menyadari bahwa wawasannya mungkin tidak seluas itu.

Eugene tersenyum kecil, lalu berdehem, berpura-pura batuk untuk menutupi kebohongannya. 

"Kalian sepertinya masih perlu belajar lebih banyak" ucap Eugene dengan nada angkuh, sedikit menahan tawa. "Kini, Pangeran ini akan menceritakan kisah terkenal dari wilayah itu."

"Konon, ada sebuah keluarga ular yang sangat bahagia" Eugene memulai ceritanya dengan suara lembut, menarik perhatian dari ketiga selirnya.

"Sang suami bernama Zhang Malin, dan istrinya Coral. Mereka adalah sepasang kekasih yang hidup dalam kebahagiaan, saling mencintai dan berjanji akan menjaga satu sama lain. Suatu hari, Coral mengandung dan kemudian bertelur banyak sekali telur-telur yang cantik"

Eugene berhenti sejenak, melihat ke arah Zeferon, yang ternyata memperhatikan. Tak hanya Zeferon, tetapi juga Ergios dan Isodore terlihat terdiam.

Senyuman kecil muncul di sudut bibirnya, ia sengaja memilih nama bernuansa Tiongkok agar Zeferon merasa lebih terkesan karena itu nama kampung halamannya.

"Setiap hari, Zhang Malin dan Coral menatap telur-telur itu, dengan ekspresi penuh harapan. Mereka membayangkan anak-anak mereka akan lahir dengan sehat, tumbuh dengan bahagia, dan menjadi kebanggaan mereka berdua"

"Tapi suatu hari, saat Zhang Malin pergi mencari makanan untuk istri dan anak-anaknya yang belum lahir, bencana besar menimpa keluarga itu. Seekor monster mengerikan datang ke sarang mereka. Coral, yang tubuhnya lebih kecil dan lebih lemah, berusaha mati-matian melindungi telur-telur mereka"

Mata Eugene menyipit seakan terhanyut oleh tragedi yang ia kisahkan, lalu melanjutkan dengan nada penuh kesedihan, "Namun, monster itu jauh lebih kuat. Coral tak berdaya, dan ia tewas di tangan monster itu, meninggalkan tubuhnya yang penuh darah di samping telur-telur mereka yang hancur"

Suara Eugene bergetar sedikit, memberi jeda agar cerita itu meresap dalam hati para pendengarnya. Ia melirik Zeferon sekilas, melihat wajah Zeferon yang mulai basah oleh air mata. 

Eugene merasa puas, meskipun ia tetap menjaga ekspresinya agar terlihat sedih, menyembunyikan kegembiraan di hatinya.

"Saat Zhang Malin pulang, ia membawa banyak makanan untuk keluarganya, dengan hati penuh kegembiraan. Namun, di dekat sarang, ia menemukan bercak darah yang berserakan"

"Nafasnya tercekat. Zhang Malin mencoba tetap berpikir positif, berharap Coral dan telur-telur mereka baik-baik saja. Tapi saat ia tiba di sarang dan melihat tubuh Coral yang terkoyak, serta telur-telur mereka yang hancur..."

Eugene berhenti sejenak, mengambil napas dalam, dan melanjutkan dengan suara lirih, "Dunia Zhang Malin runtuh. Keluarganya yang dicintainya telah tiada. Tak sanggup menahan rasa sakit yang luar biasa, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di samping Coral, istri yang telah ia cintai sampai akhir."

Brak!

Suara gebrakan meja membuat semua orang di ruangan itu terkejut. Eugene mengangkat pandangannya, hanya untuk melihat Zeferon yang duduk dengan rahang mengeras dan air mata yang berlinang di pipinya. 

"APA ULAR ITU BODOH, TIDAK TAHU CARA MENJAGA ANAK DAN ISTRINYA!" Zeferon mengeluarkan suaranya dengan lantang, suaranya meninggi.

Eugene mencoba meredakan amarah Zeferon, meraih tangan Zeferon dan menekan lembut agar ia duduk kembali. "Zeferon, tenanglah... "

Namun, Zeferon menoleh ke arahnya dengan ekspresi yang serius, wajahnya yang muram dipenuhi tekad. "Istri, saya tidak bisa membiarkan Anda melakukan perjalanan ke hutan sendirian. Tolong, bawa suamimu ini bersamamu"

Eugene terkekeh kecil, menggelengkan kepala dengan senyum tipis, "Tenanglah, Zeferon" katanya, menepuk tangan Zeferon untuk membuatnya lebih rileks.

Ergio memperhatikan Zeferon dengan pandangan sinis, bagaimana entitas yang di sebut agung sangat mudah untuk di bodoh-bodohi.

Isodore, yang sejak tadi mendengarkan dalam diam, akhirnya berbicara,  "Lalu, Pangeran... apa yang terjadi pada mereka setelahnya?" Ia tak menangis, tetapi ekspresinya menunjukkan kesedihan mengingatkannya akan tragedi keluarganya.

Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, mengapa pria itu memilih mati daripada membalas dendam untuk keluarganya?

Eugene menatap mereka semua, lalu menguap beberapa kali dengan ekspresi lelah yang tampak jelas. "Jika kalian ingin mendengar kelanjutan kisahnya, besok malam datanglah ke sini lagi untuk makan malam. Sekarang Pangeran ini lelah dan ingin tidur"

"Pangeran, tidurlah di kamar selir ini malam ini" ucap Ergio, tak menyembunyikan kekagumannya pada wajah pangeran yang tetap mempesona meskipun sedang mengantuk.

Namun, sebelum Eugene sempat menjawab, Zeferon langsung menyela,  "Istri, jangan dengarkan kata si rambut hijau ini. Tidurlah di kamar suamimu malam ini" matanya menyipit tajam, seolah memberi peringatan.

Isodore hanya terdiam, diam-diam merasa ingin mengatakan hal yang sama seperti Ergio dan Zeferon, namun rasa malunya menahannya. Ia menunduk, menatap sepiring daging di depannya.

"Hentikan, pangeran ini akan tidur sendiri" ucap Eugene dengan nada lelah. 

Wajahnya terlihat letih bukan hanya karena pikirannya yang terusik, tetapi juga karena tenaga yang terkuras setelah seharian mengajarkan teknik bertani yang baru kepada penduduk.

Namun, saat ia mulai menarik pintu keluar, tubuh seorang pria tiba-tiba terjatuh tepat di ambang pintu, membuatnya terhenti sejenak. Eugene hanya menaikkan alis, menatap pria itu dengan sedikit kebingungan.

"Alistair, ada apa kau kemari?"

Namun, sebelum Eugene bisa mendapatkan jawaban, Alistair langsung bangkit dengan cepat dan berlari menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun. 

Eugene hanya mengangkat bahu, tidak terlalu peduli, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, ingin segera beristirahat.

Sementara itu, di ruang makan, para selir yang tertinggal di sana masih terdiam. Di sisi lain, Zeferon tampak diam dengan tatapan tajam, ekspresinya berubah serius.

"Ergio, siapa pria itu?" tanya Zeferon dengan suara rendah dengan mata menatap tajam ke arah pintu yang sudah kosong.

***

Apa ada yang familiar sama kisah yang di ceritain Eugene?

[BL] Be A Figuran PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang