Bab 5. Cabai

4.6K 534 16
                                    

"Alistair Greystone, tampaknya kau lebih memilih mati daripada memohon ampun. Merayaplah di kakiku sekarang, dan mungkin pangeran ini akan bermurah hati mengampunimu," ucapnya dengan seringai keji menghiasi bibirnya.

Alistair menggertakkan gigi, matanya menyala penuh amarah yang tertahan. Ia menatap lurus ke mata sang pangeran, tiran kejam di hadapannya. 

Sampai akhir hayatnya pun, ia tak akan pernah tunduk pada pengran kejam ini, apalagi harus melakukan hubungan yang menjijikan dengan pengeran hanya untuk mendapat wadah 'mana' nya.

Eugene menguap, rasa bosan jelas tergambar di wajahnya. Seharusnya ini adalah kesempatan agar kedua belah pihak bisa selamat.

Tapi jika pria di hadapannya begitu keras kepala, Eugene tak punya pilihan, daripada dia yang mati lebih baik ornag yang mirip dengan idolanya yaag mati, toh itu cuma mirip.

"Pangeran ini mulai jengah dengan keangkuhanmu. Baiklah, jika itu pilihanmu, aku takkan memaksa," ucapnya sambil berbalik, berpikir untuk segera memerintahkan eksekusi.

Ia juga sedikit penasaran, bagaimana dunia ini akan berjalan tanpa pemeran utama pria.

"Tunggu! Jangan bunuh saya!"

Senyum tipis menghiasi wajah Eugene. Ia berbalik perlahan, matanya menyipit penuh kemenangan. Di hadapannya, Alistair berdiri dengan wajah menahan amarah yang sulit disembunyikan.

"Pilihan yang bijak. Pengawal, bawa dia ke kamar sebelah kamarku, dan perketat penjagaan. Jika ia berhasil meloloskan diri, kepala kalian yang akan kujadikan gantinya."

Nada suara Eugene ringan, seakan ia tengah menirukan dialog para raja di film kolosal. Namun, ia tak menyadari dampak kata-katanya menimbulkan ketegangan di antara para pengawal, yang menelan ludah dengan susah payah.

Mereka tahu bahwa titah Pangeran Kelima adalah hukum mutlak, tak ada ampun bagi yang berani mengingkarinya.

Dengan cepat, para penjaga membuka jeruji besi dan menyeret Alistair keluar. Alistair, yang tubuhnya mulai kelelahan, hanya mampu melangkah perlahan, rahangnya terkunci rapat menahan amarah. 

Ia harus bersabar kali ini. Jika ia mati sekarang, siapa yang akan membalaskan dendamnya? Siapa yang akan membuat pangeran tiran itu merasakan penderitaan yang sama? Dan hutang darah keluarganya masih harus terbayar.

Begitu keluar dari penjara bawah tanah yang pengap, Eugene menuju kamarnya, tak tahan dengan bau amis darah yang melekat di tubuhnya. Ia memulai ritualnya, menggosok tubuhnya dengan wewangian mawar.

Selama hampir satu jam, ia keluar dari kamar mandi, kulitnya kini bersih, harum, dan segar.

Sebagaimana biasanya, ia mengenakan pakaian yang rumit dan berlapis-lapis dengan bantuan Ergio

Setelah selesai berpakaian, Eugene duduk di ruang makan, menikmati santapan yang telah disiapkan. Usai makan dan membersihkan diri, ia pun kembali ke ruang kerjanya.

Di sana, ia menemukan Ergio duduk di sofa panjang, tenggelam dalam tumpukan dokumen. Eugene mengamati posisi duduknya dan tanpa sadar mengerutkan kening. 

Mungkin sudah saatnya Ergio memiliki meja dan kursi kerja sendiri agar bisa bekerja lebih fokus. Ia menganggap hal itu lebih efisien daripada membiarkan Ergio terus-menerus membungkuk di sofa seperti itu.

Lagipula selama ini ia belum pernah menjelajah luar istana kekaisaran, ia menjadi sangat penasaran bagaimana suasananya, mungkin besok i akan menjelajahi. 

Lamunannya terganggu ketika seorang prajurit masuk, memberi hormat dan melaporkan, "Pangeran, Sir Alistair telah dipindahkan ke kamar sebelah seperti perintah Anda."

[BL] Be A Figuran PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang