PEMBUKA

280 33 11
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Pernikahan tanpa rencana, tanpa rasa, dan tentu saja tanpa cinta. Lantas akan bertahan berapa lama?"

Duduk saling membelakangi, dengan posisi menyilang dan sangat menjaga jarak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Duduk saling membelakangi, dengan posisi menyilang dan sangat menjaga jarak. Bukan enggan untuk memulai obrolan, tapi ada keraguan serta kecanggungan, terkhusus beberapa jam lalu telah terjadi hal besar. Peristiwa yang sangat menentukan kelangsungan masa depan.

"Sya!"

"Bang!"

Keduanya kompak berseru dalam waktu yang bersamaan, sampai tidak sadar saling memutar tubuh hingga duduk berhadapan, dengan masih tetap mempertahankan posisi. Naqeesya berada paling ujung dekat kepala ranjang, begitupun dengan Hamizan yang juga duduk di pojok kaki ranjang.

Tampak sangat canggung, mereka pun sekilas saling melempar pandangan, lalu menggaruk tengkuk masing-masing. Situasi paling akward yang pernah tercipta di antara keduanya, terlebih dengan status sebagai pengantin baru.

"Kesepakatannya hanya sampai akad, pulang, lalu talak cerai. Waktu dan tempat Sya persilakan," ungkap Naqeesya begitu enteng tanpa beban.

Hamizan memberanikan diri untuk menatap manik mata Naqeesya beberapa saat, cukup lama sampai akhirnya dia buang ke sembarang arah.

"Hanya perlu satu kata untuk menyudahi semuanya, dan kata itu harus keluar langsung dari mulut Abang. Sok atuh, Bang," imbuh Naqeesya lagi kala Hamizan tak kunjung membuka suara.

"Sya yakin?" Dua kata itulah yang terucap di sela bibir.

Tanpa ada sedikit pun keraguan, Naqeesya mengangguk cepat. "Pernikahan di antara kita tanpa rencana dan juga cinta, Sya rasa akan jauh lebih baik diakhiri aja. Lagi pula hanya akad, sebatas sah di mata agama. Setelah pisah pun status kita nggak akan berubah jadi janda dan duda, karena memang nggak tercatat di negara."

"Ini bukan hanya tentang kita, ada orang tua yang harus kita jaga hati dan perasaannya. Bisa kasih waktu Abang napas dulu nggak, Sya? Kepala Abang rasanya mau pecah, kejadian demi kejadian yang terjadi masih cukup berdampak," pinta Hamizan.

Naqeesya kembali mengangguk. "Napasnya perlu berapa detik, Bang?"

Refleks Hamizan pun melebarkan kedua mata. "Sya kamu nggak lagi bercanda, kan? Hanya hitungan detik yang kamu kasih?"

"Asal Abang tahu Buna juga meminta keputusan Sya dalam hitungan detik, bahkan tanpa ada jeda waktu untuk napas."

"Itu, kan Buna bukan Abang."

"Sya, kan nggak berani gituin Buna ya udah balas dendam aja sama anaknya. Impas, kan?"

"Nggak kayak gitu dong cara mainnya."

Helaan napas meluncur bebas. "Padahal cuma bilang 'talak' lho, Bang. Kata sesederhana itu apa nggak bisa diucapkan sekarang juga?"

"Buat ngucap akad aja Abang perlu tiga kali pengulangan. Masa setelah susah payah berusaha harus dirusak dengan satu kata yang Sya anggap 'sederhana' itu sih. Nggak mudah, tanggung jawabnya besar, sah di mata agama jauh lebih memberatkan ketimbang sah di mata negara."

"Ya terus apa mau Abang sekarang?"

"Jeda dulu sebentar ya, Sya. Internal keluarga Abang lagi nggak baik-baik aja."

"Jedanya sampai kapan?"

Hamizan mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Nggak tahu, tapi yang jelas nggak dalam hitungan detik."

"Oke!"

Padalarang, 16 September 2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Padalarang, 16 September 2024

Malam pertama Hamizan dan Naqeesya emang agak lain ya 😂🤣 ... Gimana nih sama bab pembukanya?

Nggak mau rehat lama-lama, takut feel nulisnya hilang dan malah hiatus kayak yang udah-udah 🤭😅 ... Aku harap kalian suka, dan ada yang mau mengikuti kelanjutan kisah mereka.

Boom vote sama komen untuk lanjut 🤭✌️

Gaskennn???

HAMSYA [ Seni Menata Hati ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang