HAMSYA || PART 7

164 30 30
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Menikah itu ibadah, jangan sampai seumur hidup bersama dengan orang yang salah."

Duduk saling berhadapan, dengan sejumlah makanan yang terhidang di atas meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Duduk saling berhadapan, dengan sejumlah makanan yang terhidang di atas meja. Tidak ada hangatnya perbincangan, bahkan terlihat asik dengan kegiatan masing-masing.

"Sya lagi puasa ngomong sama Abang!" cetusnya kala ekor mata melihat mulut Hamizan yang hendak terbuka.

"Hidup kamu nggak tenang kayaknya ya Sya kalau sehari aja nggak bikin tensi Abang naik?"

Naqeesya mendelik tak suka. "Abang yang mulai duluan, kok."

"Lha kok jadi Abang lagi sih?"

Kedua tangan Naqeesya bertumpu di atas meja, dengan pandangan tajam menghujam ke arah Hamizan. "Emang Abang, kan!"

"Ada apa ini ..., ada apa, hm? Ribut kok di meja makan. Kenapa lagi?" ujar Hamna yang baru saja datang dan duduk di sisi Naqeesya.

"Bang Hamizan tuh Buna. Masih pagi tapi udah bikin masalah!" adunya seraya bergelendotan di lengan sang mertua.

Hamna melirik ke arah putranya. "Kenapa lagi atuh, Bang?"

Hamizan menghela napas berat. "Abang cuma mau ngajak Sya hidup mandiri, kita cari indekost yang sekiranya nyaman untuk kita tempati. Mau sampai kapan atuh tinggal di rumah Buna sama Bunda terus?"

"Justru lebih enak kayak gini, Bang. Hidup kita bervariasi, kadang tinggal sama Bunda dan Ayah, kadang juga tinggal sama Buna dan Papa. Nggak bosen, coba kalau cuma tinggal berdua aja. Bosen, ketemunya Abang lagi, Abang lagi!"

"Kenapa harus ngekost sih, Bang? Kan, bisa beli rumah jadi. Tabungan Abang belum cukup emangnya?" timpal Hamzah ikut bergabung.

Hamizan pun menoleh ke sisi kanan, di mana sang ayah berada. "Sebenarnya cukup, tapi kalau tabungannya dipakai untuk beli rumah semua malah Abang nggak punya tabungan untuk ke depannya."

"Mau beli rumah di mana? Kurangnya biar Papa yang tambahin," ucap Hamzah.

Hamizan menggeleng tegas. "Abang udah nikah, udah punya tanggungan sendiri, masa iya masih juga bergantung sama Papa dan Buna sih. Nggak mau ah."

"Justru Buna dan Papa harus ikut bertanggung jawab atas pernikahan kalian, karena mau sampai kapan pun Abang tetaplah tanggung jawab kami. Dan kami wajib memastikan kalau Abang dan Naqeesya hidup berkecukupan," ujar Hamna.

"Terus kapan kita mandirinya kalau difasilitasi Buna sama Papa mulu?"

"Mandiri itu nggak enak, Bang, lebih enak diurusin. Abang mah aneh, ada zona nyaman dan aman malah milih arus berlawanan," sembur Naqeesya.

HAMSYA [ Seni Menata Hati ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang