HAMSYA || PART 14

159 33 16
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Nyamannya perempuan menguji rasa sabar, karena yang ditampilkan bukan lagi sandiwara melainkan sebenar-benarnya fakta."

"Capek ya, Bang?" seloroh Dipta saat mendapati menantunya tengah asik melamun seorang diri dengan pandangan kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Capek ya, Bang?" seloroh Dipta saat mendapati menantunya tengah asik melamun seorang diri dengan pandangan kosong.

Sontak Hamizan pun menoleh cepat lalu berujar, "Ehh, Ayah dari kapan di sini?"

Dipta terkekeh kecil lantas menepuk lembut pundak sang menantu. "Mau sampai kapan lari dari kenyataan terus? Nggak capek emangnya?"

Hamizan memilih untuk terdiam, bibirnya kelu untuk mengeluarkan sepatah kata pun.

"Pulih itu harus dari kitanya dulu, percuma ada orang baru kalau kitanya masih stuck di masa lalu. Fase paling sulit dalam mencintai itu ya melupakan, hatinya masih terpaut tapi keadaan memaksa untuk menyudahi. Nggak papa, dinikmati dulu aja, namanya juga sedang berproses. Tapi, Bang sekarang bukan lagi tentang hati dan diri Abang sendiri, melainkan ada istri dan juga calon buah hati kalian yang mana haruslah jadi prioritas Abang."

Dipta menjeda kalimatnya, dia tersenyum cukup lebar lantas kembali berucap, "Salah emang kalau sembuh melibatkan orang baru, karena pasti akan ada yang tersakiti. Sadar atau nggak, itulah faktanya. Bang, Ayah percaya kalau takdir Allah itu selalu baik dan sudah pasti terbaik. Bisa ya pelan-pelan berdamai dengan kenyataan?"

"Papa sama Buna pasti ingin kumpul sama semua anak-anaknya, apalagi saudari kembar Abang baru pulang setelah 20 tahun lebih kalian terpisah. Nggak mau emangnya lihat Papa sama Buna senang? Bahagianya orang tua itu sederhana," tukas Dipta.

Tanpa kata Hamizan mengangguk patuh dengan diiringi senyum tipis.

Dirangkulnya bahu sang menantu. "Abang boleh cerita apa pun sama Ayah, bebas, kita sharing dan deeptalk bareng. Ayah ingin membangun suasana yang hangat, karena sekarang Abang sudah menjadi bagian dari hidup putri semata wayang ayah."

"Ayah berhasil menjadi figur orang tua yang paket lengkap, sampai Naqeesya begitu memimpikan sosok suami seperti ayahnya sendiri. Tapi maaf ya, Yah, Abang belum bisa jadi suami seperti Ayah yang didambakan Naqeesya," ujar Hamizan.

"Kita itu nggak bisa menyerupai orang lain, untuk dicintai cukup dengan menjadi diri sendiri. Capek kalau ngikutin maunya orang, udah Abang nggak usah terlalu mematok diri. Kalau soal Naqeesya jangan terlalu diambil pusing, dia itu sebenarnya gampang suka, asalkan kitanya bisa men-treatment dia dengan sebaik mungkin. Tapi emang perlu extra sabar aja, manjanya nauduzbilah."

Hamizan terkekeh kecil lantas mengangguk setuju. "Abang kira akan banyak drama di awal-awal pernikahan, tapi ternyata nggak terlalu. Yang cukup drama ya cuma gara-gara testpack garis dua aja."

HAMSYA [ Seni Menata Hati ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang