001

1.4K 121 5
                                    

"Ada tatapan yang tak butuh kata, namun mengiris lebih dalam dari luka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada tatapan yang tak butuh kata, namun mengiris lebih dalam dari luka. Seperti mata kosongmu yang tak meminta pertolongan, tapi menyeret jiwaku ke dalam kebisuan." - Kim Minsik



***



Air hujan yang turun tidak sederas lima belas menit yang lalu membuat Minsik membuang napas pelan, merasa lega karena saatnya untuk pergi dari depan ruko tempatnya berteduh. Hari ini, entah mengapa, Minsik melupakan benda penting yang seharusnya dia bawa saat bekerja-payung. Mungkin karena kelelahan yang sangat dan banyaknya pekerjaan yang harus dia selesaikan membuat pikirannya kacau dan buyar.

Minsik mulai melangkah, melewati beberapa rumah dalam perjalanan pulang. Bau aspal panas yang sudah terkena air hujan membuat perasaannya tenang; entah kenapa, aroma itu sangat disukainya.

Tiba-tiba, terdengar teriakan dari depan sebuah penginapan. "Dasar jalang! Aku sudah membayar lebih untuk ini tapi kamu tidak bisa memberiku kepuasan!!" Seorang pria paruh baya berteriak sambil menarik rambut seorang perempuan yang duduk di depan penginapan itu.

Kejadian itu tepat berada di hadapannya. Minsik berhenti sejenak dan menatap sekeliling. Beberapa orang di sekitar tampak tidak berinisiatif untuk menolong perempuan malang tersebut. Dengan langkah pelan, Minsik mencoba untuk melewati mereka. Namun, ketika ia melirik kembali ke arah perempuan itu, tatapan kosong dari perempuan tersebut membuat Minsik terenyuh. Keduanya saling bertatapan lama sampai pria itu kembali menarik perempuan itu masuk ke dalam penginapan. Minsik merasa dilema. Tatapan perempuan itu, yang tampak kehilangan semangat dan tanpa perlawanan, membuatnya merasa tidak enak. Namun, ia juga merasa tidak berhak mencampuri urusan orang lain dan memutuskan untuk segera pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, Minsik melepaskan mantelnya dan bersiap untuk mandi. Setelah selesai mandi dan mengenakan pakaian santai, Minsik menuju pantry untuk memasak dan mengisi perutnya yang kosong. Namun, ketika membuka kulkas, ia mendapati tidak ada bahan makanan di sana. Minsik meringis, menyadari bahwa ia belum melakukan belanja bulanan untuk bulan ini.

Dengan terpaksa, Minsik mengenakan mantel tebalnya kembali dan keluar rumah untuk membeli beberapa bahan makanan yang bisa dimasak malam ini dan untuk sarapan esok hari.

Malam itu udara terasa begitu dingin, meski hujan mulai mereda. Rintik-rintik kecil masih menetes dari langit yang kelabu, sesekali mengguyur genting-genting rumah yang berjajar rapi di sepanjang jalan yang dilewati Minsik. Ia merapatkan mantelnya, mengusir sisa-sisa dingin yang merambat dari celah-celah pakaiannya. Dengan langkah cepat, ia berjalan menuju minimarket terdekat. Biasanya, ia tak terlalu suka keluar malam, apalagi setelah lelah seharian bekerja. Tapi kali ini ia tak punya pilihan; perutnya kosong dan kulkasnya tak menyimpan apapun yang bisa dimakan.

Sesampainya di minimarket, pintu otomatis terbuka dengan bunyi khas yang familiar. Hangatnya udara di dalam ruangan langsung menyambutnya, kontras dengan dingin di luar sana. Minsik merapikan rambutnya yang sedikit basah karena rintik hujan.

A Melody In The Silent Night | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang