08. Cinta

26 10 1
                                    

Terimakasih supportnya kalian sangat berharga bagiku.

Vote and komennya teman♡

(⁠。⁠♡⁠‿⁠♡⁠。⁠)

"Ayah, ibu. Vanya pulang." suara teriakan Vanya terdengar dari luar. Dengan cepat kedua orang tua Vanya menghampirinya.

Dengan lembut ayah Vanya mengelus-elus rambut Vanya. Kebahagiaan terlihat jelas di keluarga Erlangga. Bagaimana tidak? Ayah sambung Vanya sangat menyayangi keluarga tercintanya.

"Vanya.." panggil Wulan yang tengah duduk di kasur milik putrinya.

Vanya tidak menghiraukan panggilan ibunya karena sibuk merapikan pakaian."Vanya lihat ibu dulu." dengan cepat Vanya menoleh melihat ibunya.

"Ada apa, ibu?" tanya Vanya dengan penasaran.

"Vanya bahagia sama Gara?" tanya Wulan sembari tersenyum manis dengan putri cantiknya.

Vanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, gadis itu bingung harus menjawab apa. Karena baru pertama kalinya Vanya bertemu dengan pria tampan rupawan.

"Vanya?" panggil ibunya pelan.

Gadis itu tersadar dari lamunannya yang sedari tadi memikirkan perkataan ibunya.

"Hmm, Gara pria yang baik, dan juga tampan. Menurut Ana, Gara akan membahagiakan Ana. Ana tau Gara pria yang bertanggungjawab."

Vanya memeluk boneka beruang miliknya sembari tersenyum riang. Wulan menatap putrinya dalam-dalam, ini pertama kalinya Vanya terlihat sangat bahagia.

"Ibu ke kamar dulu, kamu tidurnya jangan sampai tengah malam,ya." ujar Wulan, sembari mengusap -usap kepala putrinya.

Dengan cepat Vanya mengangguk mengiyakan.

Rembulan begitu indah di malam hari menyinari seisinya. Bintang -bintang terlihat bertaburan di langit. Angin -angin sepoi membawa beberapa dedaunan berterbangan. Tapi, angin tidak bisa menyampaikan betapa rindunya aku pada pria tampan itu.

Ini sebuah anugerah paling terindah. Di mana cinta, dan kasih sayang terlihat di keluarga Erlangga. Semenjak kedatangan sosok ayah dalam hidup Vanya.

Vanya dulu lebih suka mengurung diri di kamar, terkadang gadis cantik berambut sebahu itu tidak suka kesekolah. Katanya karena sering di bully.

"Ayah?" tanya Vanya pada Wulan kebingungan.

"Vanya, ini ayah sambung kamu. Ibu berharap kamu bisa menerima kehadiran ayah kamu di rumah ini." ujar Wulan, menatap wajah Vanya dengan penuh harapan.

"Hallo Vanya, saya ayah sambung kamu. Mungkin sekarang kamu tidak bisa menerimanya, tapi ayah harap kita bisa saling mengenal satu sama lain." lanjut pria itu, menatap Vanya dengan lembut.

"Vanya senang kok om, kalo om mau gantiin ayah Vanya yang sudah pergi. Vanya juga enggak keberatan." gumam Vanya, senyuman terlihat di wajah gadis manis itu.

"Oh, iya. Om tadi kita belum sempat kenalan. Saya Erlina Sya vanya Erlangga, tapi banyak yang tau namanya saya Vanya om."

Pria itu tersenyum kecil melihat keimutan putri sambungnya. "Nama saya Arga Renaldi, karena sudah menjadi keluarga Erlangga. Jadi nama saya Arga Erlangga." jawab Arga dengan tersenyum lembut kearah Vanya.

"Ayah, tolong bimbing Vanya, ya." ujar Vanya dengan menundukkan kepalanya setengah. Sekitar sembilan puluh derajat.

Wulan yang melihat Vanya dan Arga satu sama lain begitu akrab. Terlihat di wajah Wulan memiliki harapan keluarga Erlangga.

"Aku berharap keluarga ini akan bahagia untuk selama-lamanya." batin Wulan berbicara dengan berharap.

Hari-hari terlihat begitu penuh cinta. Tapi, Agma? Pria itu sudah melupakan cintanya yang tertolak oleh Tara. Pada waktu mereka berdua membeli buku di pulau Jeju. Menurut Agma itu seperti angin yang berlalu.

Agma juga tidak mau mengingatnya karena menimbulkan kekesalan di hatinya. Dia juga tidak mau menimbulkan konflik besar terhadap Tara. Karena soal cinta bodoh ini.

"Ara..." panggil Agma, dengan cepat Tara menoleh kearah pria itu. Yang hendak mengambil buku dari rak yang bersebelahan dengan ku.

"Apa?" jawab ku ketus tidak menghiraukan panggilannya.

"Ara.." suara manja Agma terdengar oleh Tara. Yang menurut Tara itu sangat menjijikan.

"Apa? Agma Tara Utara!" geram Tara yang dibuat Agma karena memanggilnya sedari tadi.

"Makanya di dengerin dulu, aku mau ngomong, cantik." ujar Agma dengan lembut.

"Mau ngomong apa?" sembari merapihkan rambut milik Agma. Dengan wajah yang terlihat bersalah.

Dengan cepat pria itu merangkul pinggang ku mendekatkan dengan tubuh miliknya. Sudah kumat lagi nih si Agma sama kelakuannya.

"Mau ngomong apa, Agma?" tanya Tara dengan nada yang manja.

"Agma tidak bisa jauh-jauh dari nyonya. Bisakah nyonya menerima cinta hamba ini." ujar Agma sembari mengelus pipiku dengan lembut, di pegangnya bibirku dengan tangan yang terlihat bergetar.

Mataku membulat tak menyangka dengan perkataan Agma padaku. Wajah ku seketika memucat, sembari melepaskan rangkulannya dariku.

Langkah kaki Tara perlahan mudur menjauh dari Agma. Agma? Pria yang ku anggap Abang? Aku tidak bisa bersama Agma. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa bersamanya.

Dengan genggaman tangan yang mengepal. Gadis itu menahan air mata yang membedung.

"Tara.." panggil Agma pelan, memegang lengan tanganku. Dengan cepat aku menghempaskan genggamnya dariku.

"Ara..?"

"Ara jawab!" bentak Agma pada gadis itu.

Tara yang mendengar bentakan Agma membuat gadis cantik itu terkaget-terkejut.

"Ara nggak bisa. Ara nggak ma-" belum sempat melanjutkan perkataannya, dengan cepat Agma duluan berbicara.

"Ara, Ara jujur sama Agma. Ara suka-kan sama Gara? Anak berandalan itu? Tapi kenapa Agma enggak ada sedikitpun di hati, Ara?"

"Agm-"

"Ara bisa jujur sekali aja sama Agma, boleh? Agma mohon Ara jujur." Agma berharap Tara menjawab jujur padanya.

"Tara nggak suka sama Gara, Ara nggak suka sama dia!" tegas Tara dengan bibir yang bergetar.

Kebohongan lagi Tara ucapkan dari mulutnya yang membuat Agma geram pada gadis itu.

"Kenapa Ara nggak mau sama Agma? Kenapa, Ra?" pertanyaan kali ini membuat Tara terdiam.

"Ara kenapa diam? Ara, jawab, Ar-," panggil Agma yang tidak dihiraukan oleh Tara.

"Ara!"

"Iya, Ara suka sama Gara. Ara enggak bisa sama Agma karena Ara anggap sebagai abang enggak lebih. Ara suka sama Gara!" suara Tara bergetar hebat setelah ia mengucapkan semuanya. Gadis kecil itu mengigit bibirnya agar tidak menangis di hadapan Agma.

"Agma, Ara cinta sama Gara. Ara mohon Agma izinin Tara selalu bersama dengan Gara."

Agma terlihat iba kepada Tara, pria itu merasa terlalu berlebihan sikapnya kepada gadis itu. Agma tidak merespon apa pun yang keluar dari mulut Tara.

Sesuatu bergetar, berbunyi begitu keras ternyata hp milik Agma ada telfon masuk dari sekolah. Pria itu harus pergi sekarang karena ada kegiatan. Agma tidak menghiraukan Tara, ia langsung pergi meninggalkan Tara dari toko buku itu.

Tara mematung, pandangannya kosong menatap kepergian Agma. "Ara minta maaf, Ara tau Agma tunggu jawaban dari Tara lama, Agma maafin Ara, ya?" lutut gadis itu melemas, dengan cepat pria itu menangkapnya.

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya pria itu dengan suara berat terdengar oleh ku.

Untung saja laki-laki itu menangkap ku, hampir saja kepala ku terbentur dengan rak-rak buku itu.

[✔️] Tara Amarta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang