"Kalo kita gak berdo'a—Allah marah ya, Ma?"
"Marah lah, apalagi sama anak kecil yang sukanya nangis kayak kamu." sahut si Kakak.
"Ih, Agan gak pernah nangis tuh. Ya 'kan Ma?"
Mama yang sedang berzikir dan dibalut oleh mukena putih karena habis shalat berjama'ah dengan dua anak lakinya itu pun terkekeh dan menoleh ke arah sang putra kedua. Wanita itu mengangguk.
"Tuh, Mama ngangguk berarti bener kalo kamu suka nangis!" cetus sang Kakak, berniat meledek adiknya.
Muka Agan saat dirinya masih berusia 8 tahun mengerut. Tanda tidak suka diejek sang Kakak yang bilang kalau dia suka nangis atau cengeng.
"Enggak tuh, Agan gak pernah nangis."
"Huuu Agan cengeng..."
"Enggak!"
"Udah—anak Mama gak ada yang cengeng. Semuanya kuat. Abang Awi sama Agan, kuat semuanya, jagoan." ujar Mama lembut, "ayo, kita berdo'a..." Mama menengadah kedua tangannya agar anak-anaknya bisa meniru dirinya yang hendak berdo'a itu.
"Ya Allah, lindungi Mama dan Abang ku ya Allah. Semoga, Mama dan Abang masuk surga."
"Abah gak dido'ain juga?" tanya Awi.
"Abah juga ya Allah..." lanjut Agan dengan suara polos khas anak kecil.
"Kamu juga gak berdo'a supaya masuk surga juga?" tanya Awi pada sang adik.
"Berdo'a—tapi karena Agan sayang sama Mama dan Abang, Agan mau Mama sama Abang duluan yang masuk surga. Setelah itu baru deh, Agan masuk."
"Aamiin," tutur Mama.
"Makasih ya aku dido'ain sama kamu." ucap Awi.
"Sama-sama Abang. Apapun untuk Abang!"
Dalam sujud pada raka'at terakhirnya di waktu Isya, Agan sempat bercerita lama pada tanah. Memori-memori itu mampir hanya untuk menyadarkannya bahwa dia pernah merasakan masa-masa indah dulu—di saat dia dan Awi masih belia. Mereka akur dan berdo'a untuk satu sama lainnya.
Dulu, Agan dan Awi sedekat nadi. Tidak ada jarak apapun sebelum akhirnya sama-sama menginjak fase dewasa dan mengerti kalau kehidupan akan sekeras itu untuk dilalui. Sebelum mereka akhirnya tahu kalau dalam hubungan persaudaraan juga ada masa di mana mereka bersitegang satu sama lain.
Agan bangkit dari sujudnya. Menyelesaikan rukun shalat terakhir dan mengakhirinya dengan sebait do'a untuk Awi yang sedang dirawat inap sekarang.
Do'anya bukan lagi supaya sang Kakak masuk surga, melainkan do'a untuk kesembuhan Awi agar mereka bisa hidup lebih lama lagi. Menghabiskan waktu dengan kebahagiaan dan menggantikan waktu-waktu mereka yang sempat terbuang sia-sia karena keegoisan.
Hanya itu.
Setelah selesai beribadah, Agan berdiri dan keluar dari mushola rumah sakit. Menghampiri Gia yang sudah ia boyong ke rumah sakit siloam selepas gadis itu pulang kerja. Gia sedang memakai sepatunya setelah sebelumnya habis shalat isya juga.
"Mbak, udah?"
Gia mendongak dan mengangguk kecil, "udah. Sebentar, aku pake sepatu."
"Mbak beneran gapapa Agan ajak ke sini?"
Gia menyungging senyum tipis, "udah berapa kali sih kamu nanya gitu, gapapa banget loh."
"Makasih ya, Mbak, udah mau ngerti. Semoga abis ini, dia sembuh karena udah dimaafin Mbak Gia."

KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan ✔️
Hayran KurguDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...