"Tuan kelihatannya ini mahal, aku tak bisa menerimanya." Ponsel pintar itu diberikan lagi pada Dewa tapi Dewa menahan tangan Latifah.
"Ambil saja, siapa tahu kau bisa menggunakannya. Aku akan mengajarimu bila perlu."
Latifah tersenyum. "Memangnya kekasih Tuan tidak marah? Dari tadi saja ketika Tuan membelaku, wanita itu marah besar. Aku tidak mau hanya karena aku Tuan jadi bertengkar dengan kekasih Tuan?"
"Tenang saja, aku bisa mengurus Via nanti. Apa kau lapar aku bisa membelikanmu makanan? Lalu kita bisa beli es krim." Latifah mengangguk, keduanya berjalan menuju salah satu kafe yang letaknya tak jauh dari mereka.
"Makanan di sini enak sekali, sepertinya aku akan terbiasa tinggal di sini."
"Kalau begitu kamu mau makan apa lagi? Besok kita bisa wisata kuliner, kalau kamu mau," balas Dewa.
"Ya ampun Tuan, jangan terlalu menghamburkan banyak uang. Aku ini hanya tamu bukan keluarga apalagi kerabat, kenapa kau selalu menuruti permintaanku? Apa karena Irene?" Sekali lagi pertanyaan yang membuat Dewa diam seribu bahasa.
Pertanyaan Latifah ada benarnya tapi Dewa tidak mau membicarakan hal ini apalagi di depan Latifah yang adalah orang asing. "Tuan Dewa, apa pertanyaanku salah?" Dewa menaruh sendok dan garpu di piring. Dia bingkas berdiri.
"Aku akan ke toilet dulu." Latifah mengiyakan dan tinggallah dia seorang diri. Langkah cepat terdengar menghampiri, Latifah menengadah melihat Via berada di depannya sekarang.
"Nona Via, perkenalan tadi pagi tidaklah ramah. Nama saya Latifah, saya tamu Tuan Dewa."
"Tamu? Tamu apa yang membuat seorang lelaki bisa membela dan menghamburkan uang banyak untuknya? Kau itu bukan tamu tapi seorang gold digger. Karena kau mirip dengan mantan pacar Dewa yang meninggal, kau memanfaatkan semua itu." Via berucap dengan nada sinis disertai tatapan jijik.
"Apa itu maksudnya kau menganggapku sebagai seorang wanita simpanan?" Latifah tersenyum.
"Kalau kau bukan selingkuhan Dewa lalu apa? Perempuan sepertimu tidak pantas untuk dihargai. Kau itu hanya benalu yang membuat hubunganku dengan Dewa tidak baik. Bahkan lihat apa yang kau lakukan, kau sudah menyakiti Dewa."
"Nona Via, aku tidak pernah sekali pun berpikir untuk merebut Tuan Dewa darimu. Kami hanya sebatas tamu dan tuan rumah lalu perihal soal Irene. Aku tidak tahu siapa dia wajar kan aku bertanya."
"Kau tidak mengerti. Irene bukan hanya mantan terindah Dewa tapi dia juga membuat luka yang paling dalam untuk Dewa. Membicarakan Irene itu sama saja membuatnya sakit hati," jelas Via dengan serius.
"Intinya adalah pergilah dari kehidupan Dewa, aku tidak mau kalau pacarku itu sering tersakiti hanya karena kamu dan aku tidak mempercayaimu."
"Kalau tidak bagaimana?" tanya Latifah menantang.
"Aku akan membuat viral hubunganmu dengan Dewa, kau akan mendapat sanksi sosial dan Dewa akan di penjara karena kalian tinggal bersama. Orang-orang di internet akan membela pacarnya bukan selingkuhannya jadi pikirkan baik-baik." Dengan begitu Via pergi meninggalkan Latifah. Dewa pun datang dan keduanya mengobrol seperti tak terjadi apa-apa.
Dewa memperlihatkan begitu banyak tempat-tempat yang bagus. Di mulai dari kebun binatang, akuarium dan juga taman hiburan. Semua diperlihatkan hingga malam menjelang.
Latifah yang kelelahan tak kuat berjalan harus di gendong oleh Dewa. "Tuan Dewa, bukankah ini sedikit keterlaluan? Kita baru saja berkenalan tadi malam tapi kau sudah menggendongku. Tuan Dewa terlalu memanjakanku."
"Mau bagaimana lagi kau kelelahan karena suka naik wahana. Aku tak bisa mencegahmu jadi hanya ini yang bisa aku lakukan."
"Kau sudah melakukan banyak hal Tuan Dewa. Terlalu banyak, aku tak bisa membalas budimu kalau begitu. Apa semua perlakuan manismu ini menyangkut dengan Irene?" Langkah Dewa berhenti sejenak. Dia membenarkan posisi Latifah yang menggendong dan berjalan lagi.
"Ayo katakan padaku, bagaimana Irene itu? Apa dia baik, mempesona? Bagaimana Tuan Dewa bisa jatuh cinta padanya?" Pertanyaan kali ini membuat Dewa tersenyum.
Latifah meski tidak menatap Dewa, dia tahu bahwa pria itu sedang memiliki suasana hati yang baik.
***
Tahun 2011
Malam itu dingin sekali tapi tak membuyarkan semangat para remaja yang saat itu sedang melalukan kegiatan kemah pramuka. Saat itu mereka sedang bernyanyi di dekat api kecil menunggu kegiatan selanjutnya. Jurit Malam.
"Dewa nanti kan kita diminta buat milih pasangan cewek? Kau mau memilih siapa?" tanya Deni, teman satu grup Dewa.
"Kenapa tanya sama Dewa? Dia, kan walau tidak memilih pasti banyak yang ingin jadi pasangannya," sahut seorang yang lain.
"Benar, Dewa itu populer di sekolah. Masa iya dia kesusahan buat cari pasangan."
"Aku memilih Irene," kata Dewa akhirnya membalas. Semua temannya terdiam.
"Irene? Irene yang mana? Kita punya banyak cewek yang namanya Irene."
"Irene, anak kelas 2-C." Dewa berucap santai.
"Irene yang itu? aku pikir kamu bakal pilih Via."
"Atau setidaknya kamu milih Irene yang di kelas lain. Kenapa kamu pilih Irene kelas 2-C?" protes Deni.
"Entahlah aku hanya ingin dia saja yang jadi pasangan di Jurit Malam ini. Terserah aku, kan memilih siapa." Dewa kemudian bingkas berdiri, melangkah dekat menuju tempat kemah para perempuan.
Sekali lagi Dewa mendengar gosip tentang dirinya tapi Dewa tak mengindahkan dan memilih menuju salah satu tenda. "Eh Dewa, ada apa ke sini? Mau cari Via?" tanya salah seorang kakak kelas, mencoba menggoda.
"Aku sebenarnya ingin mencari Irene, apa dia ada?" Dewa balik bertanya. Dari tenda keluar Irene dengan senyum.
Dewa tanpa sadar ikut tersenyum tipis. "Kau kenapa ada di sini? Mencariku pula, kangen ya?" Tatapan Dewa lalu beralih pada beberapa perempuan yang menatap keduanya kesal.
"Ayo kita pergi, aku mau membicarakan sesuatu." Dewa berjalan lebih dulu diikuti Irene dari belakang.
"Apa-apaan itu? Kenapa Irene yang dipanggil oleh Dewa dan bukannya kau?" tanya senior yang dari tadi menyapa Dewa kini menatap Via.
Via sendiri tampak kesal sekaligus kecewa melihat punggung Dewa menjauh bersama gadis lain. "Sudahlah Kak Tri, bisa saja ada sesuatu yang harus dibicarakan." Via mencoba terlihat baik-baik saja dengan menyunggingkan bibir.
"Jangan begitu Via, memangnya kamu mau nanti Dewa dicuri sama Irene? Pokoknya ini tidak bisa dibiarkan, mau labrak tidak?" Pertanyaan dari kakak senior membuat Via mematung.
Jujur dia sebenarnya tidak menyukai Dewa memanggil Irene ketimbang dirinya. Via khawatir jika malam nanti, Dewa akan memilih Irene dari pada dia.
"Mau nggak?" tanya Tri sekali lagi.
"Tapi jangan sampe nyakitin Irene ya, aku tak mau kalau Dewa sampai tahu dan dia marah besar sama aku."
"Oh kalau soal itu gampang, kamu tinggal diam aja di tenda. Tenang aja kami nggak akan nyakitin Irene," kata Tri meyakinkan.
***
See you in the next part!! Bye!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
RomanceMahadewa Prasaja (Dewa) pria yang tertutup pada semua orang bertemu dengan seorang gadis mirip dengan sosok cinta pertamanya, Irene dalam suatu kejadian aneh. Dewa mencoba untuk berpikir logis tapi pertemuan singkat itu mengubah segalanya. Setelah t...