Eps 7. Sebuah Permintaan

18 5 0
                                    

"Dasar wanita jalang beraninya kau membodohiku! Kau itu bukan bos di sini dan tugasmu melayani kami sebagai pelanggan!" bentak pria itu sekali lagi. Sebelum sempat Latifah berucap, tangan si pria mencengkram tangannya.

Latifah memberontak tapi dia kalah kuat dengan tenaga si pria. Si pria ingin menyeret Latifah keluar dari Bar. Tak peduli jika tubuh Latifah menabrak banyak orang.

Beberapa wanita menjerit minta tolong tapi tak mampu menolong. Latifah menabrak keras bahu seorang pria di depannya, dia mengangkat dagu hendak meminta maaf.

Cengkraman si pria mendadak hilang dari tangan Latifah. Badannya direngkuh oleh pria yang menabraknya. Sementara si pria jatuh ke lantai dengan luka sobek di daerah bibir.

Latifah termangu, memandangi orang yang menyelamatkannya. "Tuan Dewa..."

"Pergi dari sini!" usir Dewa dingin.

Si pria mencebik. Dia bangkit dan menatap Latifah penuh amarah. "Urusan kita belum selesai, lihat saja akan kuberitahu pada atasanmu."

Latifah mengembuskan napas lega. Bersyukur masalahnya selesai. Jas berwarna coklat kemudian membungkus tubuh Latifah yang hanya mengenakan pakaian mini.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Dewa lembut.

"Ya, terima kasih Tuan, berkat Anda saya akhirnya bisa lepas dari orang itu." Bukannya mendengarkan, Dewa memeriksa badan Latifah terutama bagian kaki, khawatir jika ada sebuah luka.

"Aku tidak apa-apa Tuan sungguh." Dewa mengembuskan napas pendek. Tanpa mengatakan apa-apa, Dewa segera menggendong Latifah keluar dari Bar. Tak lupa dia membayar satu gelas wine lalu memesan satu kamar hotel.

"Tuan Dewa kau membuatku malu di hadapan teman-temanku, apa yang harus aku katakan pada teman-temanku jika mereka menggodaku?" keluh Latifah sepanjang mereka naik lift.

"Tak usah peduli apapun yang mereka katakan," balas Dewa santai.

"Memangnya Tuan Dewa mau dipanggil sugar daddy Latifah?" tanya Latifah menggoda, mengukir senyum nakal.

"Tentu, kalau perlu aku akan menebusmu. Berapa gajimu di sini?" Dewa balik bertanya.

"Hmm, tergantung banyak orang kalau bisa sampe miliaran kalau sedikit paling ratusan juta dalam sebulan."

"Kelihatannya kau mahal sekali."

"Tentu, aku Latifah. Tarifku sangat mahal, dibayar per jam."

"Aku bisa membayarmu lebih dari itu kau cukup tinggal bersamaku saja." Dewa menawar.

"Ah maaf bukannya menolak tapi di sini aku hidup sangat baik Tuan Dewa. Ada banyak teman di sini, aku tak bisa meninggalkan mereka," tolak Latifah halus.

Pintu lift terbuka. Tidak sulit menemukan kamar yang dipesan oleh Dewa. "Tuan saya bisa berjalan sendiri kok." Bibir Latifah terkunci rapat saat memandang Dewa. Tatapannya yang lekat menyiratkan tak ingin Latifah turun.

Latifah diletakkan di atas ranjang, Dewa segera meminta seorang pelayan membawakan kotak P3K melalui telepon hotel. Latifah tersenyum selagi memerhatikan Dewa.

"Apa tak sakit?" Latifah menggeleng.

"Tuan dari mana Tuan tahu kalau saya sedang di sini? Tuan tidak memata-matai saya, kan?" Latifah balik bertanya.

"Aku menemani seorang klien minum di sini tak aku sangka bisa bertemu denganmu. Latifah," ucap Dewa.

Latifah membalas dengan gumaman pelan. Dewa menatap Latifah dekat sementara wanita itu masih saja tersenyum tipis ikut memandangi.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang