Eps 6. Tiga Tahun

16 5 0
                                    

Dalam waktu tiga tahun semua berubah. Dewa tetap menjadi dirinya sendiri meski sekarang fokus pada urusan bisnisnya yang semakin lama makin meningkat. Dinda serta Gio akhirnya mendapat keadilan.

Orang tua mereka akhirnya di penjara. Polisi yang datang ke rumah rupanya menangkap Ayah mereka dan mereka tak percaya mendengar omongan pria itu jika dia benar-benar di serang oleh anaknya yang sudah meninggal 13 tahun lalu.

Itu konyol menurut polisi malahan mereka curiga setelah mendapati bahwa Dinda dan Gio di pukul oleh Ayah mereka. Terbukti dengan semua luka baru yang berada di tubuh keduanya.

Dengan begitu Gio dan Dinda dipindahkan menuju panti asuhan. Tiga tahun itu pula Gio yang sudah beranjak dewasa keluar dari panti serta mulai bekerja sementara Dinda tinggal sendiri dalam panti asuhan.

Semuanya baik-baik saja tapi tetap Dewa merasa janggal. Sampai saat ini Latifah tidak menghubunginya sekali pun bahkan saat Gio meminta untuk mencari keberadaan Latifah sekadar hanya melepas rindu sebentar, Dewa tak bisa berbuat banyak.

Latifah seakan menghilang jejak dan serasa dia memang tidak pernah ada di dunia ini. Dewa sudah mencari segala cara untuk menemukannya tapi tiap hasilnya nihil. Entah ke mana lagi mencari Latifah.

Padahal gadis itu sudah berjanji untuk menelepon dan dia pula mengingkari janji tersebut. Dewa dibuat gusar, gelisah tidak menentu. berpikir jika saja dulu Dewa bersikap lebih tegas meminta Latifah untuk tetap tinggal, mungkin saja tidak sesulit ini untuk bertemu.

"Pak Dewa," suara seorang pria berusia 40 tahunan memanggil namanya. Dewa menoleh, memusatkan perhatian pada orang itu.

"Sekali lagi senang bekerja sama denganmu, mudah-mudahan proyek yang kita lakukan berhasil dengan baik."

"Tentu Pak Yoga saya juga berharap seperti itu." Dewa membalas sekenanya.

"Tapi Pak Dewa, saya lihat Anda kurang fokus akhir-akhir ini. Apa Anda memiliki masalah?"

Dewa menghela napas. "Ini hanya masalah pribadi Pak Yoga, terima kasih atas perhatiannya."

"Kalau benar ini masalah pribadi, saya harap Anda bisa menyelesaikannya dengan cepat atau..." Pak Yoga mendekat, mencoba berbisik.

"Kalau Anda sedang berharap sesuatu seperti keuangan, kesehatan atau bahkan seseorang Anda bisa datang ke club pinggiran kota."

Dewa mengkerutkan dahi tak mengerti. "Pak Dewa aku mendengar desas desus dari beberapa kenalanku, mereka yang datang ke sana berharap sesuatu selalu akan terwujud. Ada satu kali kenalanku ini dia tak memiliki seorang anak tapi selama beberapa tahun selalu saja sulit mendapat buah hati kemudian tidak sengaja dia bertemu dengan klub itu. Awalnya hanya minum ingin minum stres tapi dia selalu memikirkan anak. Ajaibnya hanya dalam beberapa hari istrinya mengandung."

"Mungkin itu hanya cerita karangan saja Pak Yoga, bisa saja dia sudah hamil lebih dulu tapi istrinya tidak tahu."

"Meski begitu Pak Dewa, Anda sebaiknya mencoba. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, bisa saja apa yang Anda inginkan itu ada di sana." Pak Yoga meyakinkan Dewa.

Dewa sama sekali tidak percaya hal mistis seperti itu. Menurutnya semua yang terjadi pasti ada penjelasan. Cerita Pak Yoga pun menurut Dewa tidak ada salahnya hanya kebetulan si suami datang ke club tersebut.

***

A

tas dorongan Pak Yoga, Dewa mau tak mau datang ke club tersebut bersama dengan rekan kerjanya itu. Awalnya Dewa pikir, club tersebut hanyalah club biasa tapi dengan bangunan megah di depannya Dewa merasa pemiliknya cukup kaya.

Club musik itu bukanlah hanya sebuah club yang berisi pesta untuk anak muda. Ada sebuah hotel yang menurut Dewa sendiri terbilang cukup mewah berada satu bangunan dengan club.

Lahan parkir yang besar. Cukup melihat setiap mobil terparkir di sana Dewa sudah tahu jika banyak orang-orang besar datang ke Club itu. Entah itu untuk bertemu atau sekadar menginap di hotel yang mewah.

"Club itu khusus anak muda nah orang bisnis seperti kita cocoknya di Bar." Dewa tidak begitu mendengarkan. Saat dia masuk ke dalam bangunan, ada bar, restoran serta club. Banyak wanita-wanita cantik berkeliaran ke sana kemari mencari seseorang untuk mereka ajak ke zona karaoke.

"Hei ganteng, mau ke mana?" tanya seorang wanita dengan nada manja. Pak Yoga tertawa dan mulai menggoda kedua wanita yang mendekat. Sedang Dewa sudah pergi menuju Bar yang di maksud oleh Pak Yoga.

Dia sama sekali tak tertarik dengan arah pembicaraan Pak Yoga beserta dua wanita tadi. Pintu otomatis terbuka saat Dewa ingin masuk. Di sana Dewa mendengus, Bar memang tidak terlalu ramai tapi pemandangannya cukup membuat Dewa muak.

Para sugar baby sedang bersantai dengan sugar daddy mereka. Tidak ada kalanya beberapa wanita sibuk melirik Dewa namun sekali lagi Dewa tidak tertarik.

Dari arah jam tiga, tempat Dewa berdiri begitu banyak orang mengelilingi suatu meja. Tampaknya ada sesuatu di sana. Dewa berjalan ke depan bertemu dengan bartender yang tampak tersenyum.

"Mau pesan apa Tuan?" tanya si bartender ramah.

"Wine, please." Dewa menjawab singkat. Bartender mengangguk, selagi berusaha menyajikan Dewa mulai bertanya.

"Aku baru pertama kali di sini dan aku melihat fasilitas di tempat ini sangat bagus, kalau boleh tahu sejak kapan tempat ini di bangun?"

Bartender tersenyum. "Tiga tahun lalu Tuan, setelah Bos kami datang dan menetap di sini. Awalnya hanya sebuah bangunan yang ditinggalkan bahkan angker tapi setelah Bos kami memulai bisnis kecil-kecilan, area di sini mulai banyak pengunjung. Kami pun dapat lapangan pekerjaan."

"Bisnis kecil apa?" tanya Dewa penasaran.

Bartender diam sebentar, melirik ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya menjawab. Dia merasa cukup aman jika hanya Dewa yang mendengar. "Bisnis perjudian. Awalnya hanya rumah yang menampung judian yang biasa tapi karena Bos kami pandai sekali mencari pelanggan dan menyenangkan hati mereka, usaha Bos lancar. Uang yang dihasilkan begitu banyak dan dia membuka semua bisnis ini."

"Jadi semua wanita ini..." Bartender mengangguk tahu maksud Dewa.

"Tapi Bos itu orangnya baik kok, dia malah bela kami ketimbang tamunya kalau tamunya itu serakah pasti langsung di usir keluar. Nggak boleh datang kemari lagi."

"Tidak! Ini tidak mungkin!" teriak seorang pria. Sontak bartender dan Dewa menatap ke arah keramaian. Berbanding terbalik dengan pria itu terdengar sorakan gembira dari para tamu lain.

"Kau pasti berbuat curang, kalau tidak mana mungkin kau bisa menang tiga ronde berturut-turut," protes si pria kepada sang lawan.

"Itu karena kau selalu ingin menang tapi kau tak punya sama sekali kemampuan mengalahkanku. Sudahlah terima saja kekalahanmu dan pergi dari sini!" usir sang lawan yang ternyata adalah seorang wanita.

Dewa terpaku, merasa familiar dengan suara si wanita. Dia lantas berjalan mendekat, menemukan Latifah menatap angkuh dengan senyum sinis.

***

See you in the next part!! Bye!!

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang