s a t u 🦋

368 32 7
                                    

Lobby hotel Fairmont Jakarta malam itu sangat ramai. Para penggemar Timnas berlomba-lomba datang sekedar untuk melihat, menyapa bahkan ada yang memberi hadiah untuk para punggawa Timnas. Mereka masih terlihat menunggu karena squad Timnas baru akan turun untuk latihan di lapangan ABC sekitar 15 menit lagi.

Para penggemar yang rata-rata adalah perempuan itu. Saling bercerita bagaimana mereka mengagumi idolanya masing-masing. Diantara cerita mereka terdengar nama Jay Idzes. Seorang kapten Timnas yang performanya begitu kuat biasa didukung dengan penampilannya yang tampan dan bertubuh tinggi. Telinga Luna yang mendengar itu mendadak menjadi panas. Ia sangat tak nyaman mendengar nama itu kembali di hidupnya. Nama seseorang yang pernah menorehkan trauma begitu dalam di hidupnya.

Malam ini Luna seharusnya bertemu dengan seorang rekanan usaha yang tertarik memasarkan produknya di luar Negeri. Ia sama sekali tak tahu bahwa di Fairmont juga tempat pemain Timnas menginap. Rasa ia ingin sekali menghilang dari sana. Ia benar-benar salah tempat. Badannya mendadak menjadi kedinginan, telapak tangan dan kakinya basah oleh keringat. Kakinya berderap tak bisa diam. Kuku tangannya menekan-nekan jari dan telapak tangannya hingga perih. Ia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Dengan sekuat tenaga Luna bangkit berdiri dari posisi duduknya di sofa lobby hotel tersebut. Ia sedikit terhuyung. Dalam pikirannya ia sudah menyiapkan alasan untuk membatalkan pertemuan dengan kliennya. Dengan tangan bergetar ia membetulkan letak baju dan tasnya. Baru akan melangkah, ia sudah di tabrak seorang wanita yang mengenakan atribut Timnas untungnya Luna tidak sampai terjatuh.

"Maaf kak....maaf kak"
Ucap wanita muda itu, yang meminta maaf sekenanya karena begitu terburu-buru untuk suatu hal.

Ternyata mereka semua bangkit bersamaan karena para pemain Timnas mulai turun ke lobby. Nyala flash kamera silau menyambut pemain yang lewat, teriakan nama idola masing-masing bersahutan. Lobby hotel yang tadinya tenang mendadak berubah menjadi ramai.

Saking riuh dan padatnya, langkah Luna menjadi terbatas. Ia berusaha menghindari kerumunan. Pikirannya gelisah berada disana. Kakinya yang di hiasi high heels terasa berat saat akan di ajak melangkah.

Sebuah lift terbuka, sorakan nama kapten Timnas menggema. Seorang laki-laki tinggi, dengan rambut klimis di sisir ke samping dan wajahnya yg dihiasi senyum keluar dari lift tersebut.

"Jay Idzes"

"Jay Idzes"

"Jay...... Jay..... Jay..... "

Panggilan-panggilan itu terus menggema menganggu Luna. Ia kemudian berbalik dan mengarahkan pandangan ke pemilik nama yang paling dibencinya. Bersamaan dengan itu Jay yang sedang menyapu pandangan. Tiba-tiba terjebak dalam mata seorang gadis yang sudah lama ia cari-cari. Gadis itu paling mencolok diantara yang lain karena hanya ia yang menggunakan pakaian formal nan cantik sedangkan yang lain kebanyakan sedang memakai jersey Timnas.

Tubuh Jay Idzes mematung, ia begitu tinggi hingga kerumunan di sekitarnya tidak terlalu menganggu pandangannya. Ia melihat gadis itu, Lunara Hilman. Pikirannya segera memutar segala memori tentang Luna. Jay tak perlu waktu lama untuk mengenali wajah itu, dihiasi bibir tipis,hidung mungil dan mata yang bulat. Tak ada yang berubah. Luna sudah tumbuh menjadi wanita cantik dengan penampilan dewasa, malam itu ia begitu indah dengan balutan dress renda hitam. Saat ia melihat Luna, ia kembali melihat dosa yang pernah ia lakukan kepada gadis itu.

Rasa bersalah menyerangnya, maka dengan keyakinan Jay. Ia segera melewati kerumunan penggemar dan langsung melangkahkan kakinya ke arah Luna yang juga mematung seakan menunggu Jay untuk datang padanya. Seorang laki-laki yang di selimuti rasa bersalah bertemu dengan gadis yang hidup dalam trauma. Mereka kini berhadapan. Mata bertemu mata, seakan saling menggali masa lalu.

Luna mengehela nafas panjang untuk segera berlalu dari situasi tidak nyamannya ini. Ia kemudian berbalik dari Jay yang sudah ada di hadapannya. Namun saat akan berlalu tangannya dihentikan oleh Jay.

"Luna"
Panggil Jay dengan tangan menahan gadis itu.

Degup jantung Luna tak karuan. Ia marah, ia kecewa. Mengapa hidup benar-benar tidak adil untuknya. Mengapa orang yang begitu jahat padanya sekarang menjadi pujaan banyak orang. Sedangkan ia harus hidup menanggung luka. Dengan rasa sakit yang luar biasa. Bertahun-tahun ia sembuhkan, dan kini seperti sia-sia. Sebab sang pemberi luka dengan tanpa beban memanggil namanya. Ia begitu benci namanya keluar dari mulut Jay. Tanpa berpikir panjang Luna membalik badannya dan melayangkan tamparan keras ke wajah Jay.

Plaaakkkk

Semua orang dalam ruangan itu terhenyak. Ruangan mendadak menjadi sunyi namun itu hanya sebentar saja karena setelah itu flash kamera menyorot ke arah Luna dan Jay. Orang-orang itu menyoraki Luna dan beberapa dari mereka memanggil petugas keamanan. Belum sempat petugas keamanan mendekat. Tangan Jay segera menarik Luna ke dalam dekapannya. Tangannya menutupi wajah Luna dari setiap kamera yang di arahkan kepadanya. Sedangkan tangannya yang lain meminta untuk tidak mengganggunya. Dan meminta para penggemar untuk sedikit menjauh.

Dalam dekapannya itu, Luna sebenarnya tidak benar-benar menurut. Ia berusaha untuk melepaskan diri dari Jay. Namun tenaga Jay lebih kuat.

"Lepasin"
Pinta Luna dengan tubuh yang berusaha bebas  dari Jay.

Petugas keamanan cukup membantu mengamankan Jay. Jay segera membawa Luna ke tempat yang lebih aman.

"Sebentar Lun"
Ucap Jay lirih.

Saat dirasa mereka sudah aman, Luna segera melepaskan diri. Ia mendorong tubuh Jay agar bisa lepas dari dekapannya.
Luna melangkah ke belakang perlahan dengan wajah yang menunduk. Ternyata ia menyembunyikan tangisnya. Saat Jay mendekati Luna. Untuk melihat wajah gadis itu lebih jelas, tangan Luna langsung memberi tanda untuk tidak mendekatinya.

"Stoopppp"
Ucap Luna diantara tangisnya.

"Luna, maaf"
Maaf adalah kata paling sering di gunakan Jay semenjak pertemuannya terakhir dengan gadis itu hingga kembali ia harus gunakan lagi untuk menebus dosanya.

Luna lalu mendongakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk. Wajahnya merah, matanya basah dengan air mata. Jay yang melihat itu hatinya teriris. Begitu sakit perasaannya. Melihat Luna menangis lagi-lagi karena dirinya.

"Jangan pernah panggil nama saya lagi, hari ini adalah hari paling buruk untuk saya selama 8 tahun terakhir semenjak kamu melukai saya"
Luna kemudian berlalu dengan sisa-sisa kekuatannya. Jay berniat menyusul namun Egy memanggilnya untuk segera masuk bus yang akan membawa mereka latihan ke lapangan ABC.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Gimana kalo cowo paling green flag di Timnas punya dosa besar di masa lalu terhadap seorang gadis hingga mengalami trauma.

Bagaimana kelanjutan hubungan mereka setelah pertemuan ini?

Apa sebenarnya dosa besar yang di lakukan Jay terhadap Luna?

Cerita baru kali ini terinspirasi oleh El Capitano Jay Idzes, kalo kalian suka tolong komen yaaa. Ramein komen deh mau lanjut atau enggak???


See you soon 🦋

Broken Wings 🦋 Jay Idzes X JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang