t i g a b e l a s 🦋

143 31 11
                                    

Luna benar soal ia hanya ingin tidur. Sebab menahan semua lelahnya sampai di pemakaman membuat energinya terkuras. Ia lelah pada hidupnya yang di selimuti kemalangan. Walaupun tak ada tangis saat mengantar kepergian sang ibu, tapi rasa kehilangan tetaplah ada. Dan Jay tau betul bagaimana Luna bertahan dalam keletihan.

Sampai di hotel yang di pesan Jay. Luna langsung ambruk dan terlelap dalam tidur yang dalam. Apalagi kamar itu begitu nyaman, dengan sudut yang mirip rumah tepi hutan. Dindingnya terbuat dari kaca yang langsung memperlihatkan lebatnya pohon-pohon tinggi menjulang dan kabut yang turun tipis-tipis. Tempat itu berada di Bandung Selatan. Jauh dari hiruk pikuk kota.

Tangan Jay meraih kaki Luna yang masih tertutupi flat shoes. Melepaskan satu persatu dengan hati-hati agar sang pemilik kaki tidak terbangun. Tidak lupa menyelimuti tubuh gadis itu agar lebih hangat dan nyaman. Kini Jay memandangi wajah Luna yang tampak polos, ia seakan masih tak percaya Luna ada di sampingnya. Tidur dengan nyaman seakan dirinya bukan lagi ancaman bagi gadis itu.

Selama seminggu Jay pergi. Ia memastikan semua pekerjaan nya terselesaikan. Iklan, pemotretan dan beberapa podcast. Juga berkomunikasi dengan klubnya bahwa ia meminta waktu beberapa hari untuk suatu keperluan. Ia juga memastikan bahwa harapannya untuk membawa Luna bersamanya benar-benar terwujud. Jay memang belum menanyakan kesediaan Luna saat itu, tapi dirinya seakan yakin. Menyiapkan segala sesuatu dengan detail, agar ketika ia menawarkan kesediaan Luna. Gadis itu tak perlu memikirkan apapun lagi.

Tepat sebelum Luna mengabarkan kabar duka tentang ibunya, Jay terlebih dahulu mengungkapkan keinginannya untuk membawa Luna pergi sebelum ia harus kembali ke Venezia. Membawa Luna kembali ke tempat semua kisah mereka bermula. Dan Luna dengan mudah mengiyakan, sebab kini ia punya alasan pasti untuk ke Mierlo. Setidaknya ia harus memberi tahu sang ayah jika ibunya sudah meninggal.

Pergi ke Mierlo tentu bukan keputusan yang mudah untuk Luna. Harus kembali ke kota itu, dimana semua rasa sakitnya dulu berasal. Namun, kota itu punya sejuta kenangan. Tempat dimana ia lahir dan di besarkan. Dan bersama Jay, rasanya semuanya akan jauh lebih mudah.

Sebuah panggilan masuk di terima Jay, seseorang di seberang sana sepertinya khawatir tentang suatu hal.

"Luna sedang tidur, dia hanya sedikit lelah.

.....

Kami menginap di Bandung.

.....

Penerbangannya besok malam.

......

Semuanya sudah siap".

***

Terbangun dalam sedikit cahaya, membuat Luna harus terdiam sebentar untuk mengumpulkan sisa kesadarannya. Suasana kamar itu redup. Hawa dingin menyelimuti. Jendela besar dihadapannya memperlihatkan hari telah malam. Bulan tak tampak, tapi cahaya serupa bulan mengejutkan Luna. Karena sebuah gambaran punggung kekar, berdiri mematung menatap malam. Punggung itu tak tertutupi apapun. Tersorot oleh lampu tidur, setiap ototnya menggambarkan latihan yang keras oleh sang pemilik tubuh. Luna reflek menelan ludah. Tidakah dia kedinginan, ucap Luna dalam batin.

"Jay"
Panggil Luna, seketika pria yang bertelanjang dada itu berbalik menatap Luna.

"Sudah bangun? "
Jay berjalan ke arah Luna, dan duduk di sampingnya.

Jay menatap Luna lembut, tangannya menyibakkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik itu.
"Aku harap kamu lapar" Ucapnya menarik senyum.

Luna mengangguk kecil, ia sungguh salah tingkah dengan setiap tindakan manis Jay. Apalagi Jay benar-benar tidak sungkan bertelanjang dada di hadapannya. Dimana dada bidang itu begitu menyita perhatian Luna yang baru kali ini melihat tubuh pria. Yaa terakhir juga 8 tahun lalu, itupun tubuh Jay juga namun belum sepadat otot seperti sekarang.

Broken Wings 🦋 Jay Idzes X JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang