17. KUE

611 64 7
                                    

Hari ini, Marsha. Tidak di antar pulang dengan Alzean, entah kenapa tapi, laki-laki bermata elang itu memberi alasan. Ia akan membelikan kue untuk Marsha, dan membawanya ke rumah Marsha. Bukan cuman Marsha, ia juga berjanji  kepada Bunda tercintanya untuk membelikan kue kesukaannya.

"Gue nggak bisa antar lo balik, gapapa?" ujar Alzean.

"Gapapa, aku bisa naik taksi kok," balas Marsha.

Tangan Alzean bergerak untuk, mengelus kepala Marsha, dan berkata. "Yaudah, hati-hati ya, kalo ada apa-apa langsung telpon gue," ucap Alzean.

"Iya bawell," balas Marsha, entah kenapa laki-laki itu sekarang menjadi bawel Marsha saja heran. "Kamu juga hati-hati bawa motornya,
kalau udah sampe kabarin aku." dan hanya di angguki oleh Alzean.

Kelas yang mulai kosong, dan Alzean segera beranjak dari tempat duduknya, dan segera bergegas ke toko kue. KRASTALA di parkiran sudah tidak ada. Nyaris hanya ada motornya saja seorang diri. Tanpa basa-basi, laki-laki itu bergerak meninggalkan SMA ANGKASA. Pokoknya hari ini, harus indah untuk Marsha.

Toko kue hari ini lumayan ramai, Alzean harus antri di
belakang 3 orang yang lebih dulu datang
setelah nya, tapi untungnya tidak begitu lama. Segera
ia beritahu kue pilihannya, kemudian sang Waiterss
memastikan ketersediaan kue itu, dan menghiasnya
sesuai yang telah Alzean tentukan.

Aran, yang kini sedang berada di toko kue yang sama dengan Alzean. Sembari menunggu, Aran melirik seisi ruangan toko, dan tanpa sengaja ia menangkap sosok laki-laki berwajah datar dan dingin yang terlihat sibuk mencari kue ulang tahun juga, Dia Alzean, teman
apapun, sebut Aran.

Cukup lama Aran, memperhatikan gerak-geriknya, ada satu kalimat yang terbesit di kepala Aran. Seperti
sebuah pertanyaan seperti ini, apa jadinya
KRASTALA tanpa lo, ya?

Aran kemudian membangkitkan dirinya, berjalan kearah Alzean, "Lo ngapain di sini?" tanyanya,
berniat untuk basa-basi.

Dilihatnya Alzean menoleh ke arah, Aran. Kemudian kembali pada poros penglihatannya. "Menurut lo?"

Ya, memang, sering, bahkan selalu. Ia seperti itu.
Dingin, dan irit ngomong. Masih baik jika tidak dicuekin. Tapi, Aran tidak mempermasalahkan itu,
Laki-laki bermata segelap obsidian malah tertawa,
"Seingat gue, ultah Marsha masih lama, deh kok lo cepat
banget prepare-nya? Atau jangan-jangan lo mau
ngasih cake ke orang lain, ya?" tebak Aran asal.
"Bajingan emang."

Acha—Marsha—Pacar Alzean, pacar yang selalu ia
treat like queen selama mereka sama-sama.

Berniat untuk bercanda, Alzean berkata, "Mau gue kasih ke chika," sengaja ingin memancing Aran. Dia tahu, kalau hari ini ulang tahun
Chika. Aran membicarakan ini kemarin dan
bertekad untuk memberikan surprise pada perempuan itu. Alzean pun tahu bagaimana perasaan
Aran pada Chika hingga hari ini.

Aran sontak melototkan matanya, dia meneguk
slavinanya kasar, "Yan, seriusan lo?"

"Why not? Siapa, sih, yang nggak mau sama gue?"
pancing Alzean.

Aran menatap Alzean lekat, "Panas, nih, gue, Yan.
Jangan gitulah," ujar Aran tidak semangat. Karena jarang sekali Alzean menyebut-nyebut nama Chika,
bercanda seperti ini.

Melihat aktivitas Alzean yang menulis rangkaian
kata untuk cake yang ia pesan, Aran lega, ternyata itu bukan benar-benar untuk Chika. Hampir saja.

kembali ke tempat pesan dan mengambil
pesanannya, keduanya sama-sama bertemu di luar toko, tempat di mana kendaraan mereka terparkir.

Aran memasukkan kuenya ke dalam mobilnya,
sengaja memakai mobil agar kue untuk Chika itu
tidak ada lecet sama sekali. Lalu melangkah ke arah Alzean.

Dan disuguhi pertanyaan seperti ini, "Lo sayang sama Chika nggak?"

"Pertanyaan bodoh, ya iyalah."

"Terus kenapa belum jadian?" tanya Alzean.

Aran berfikir sejenak, "Karena yang disayang
sejatinya nggak melulu soal kepemilikan, Yan. Ada yang disayang banget, tapi nggak bisa digapai, ada
juga yang disayang banget tapi, harus dilepaskan agar bisa tetap jadi yang tersayang sampai kapanpun," jelas Aran begitu puitis nan dewasa.

"Sayang lo sama dia, sampai kapan?" tanya Alzean
lagi.

"Tumben kepo."

"Gue serius."

"Sampai tuhan menghilangkan rasa sayang itu untuk semua makhluk," jawab Aran

Alzean tersenyum, kemudian mengangguk. "Jadi, sama Chika sampai akhir nih?"

"Aamiin."

"Lo juga kan sama Marsha?" tanya Aran pada
Alzean.

"Kalau tuhan mau."

Sekecil itu harapan manusia, tapi tidak semua
terkabul, karena telah tertera porsi untuk itu.
Semoga, selalu jadi kata andalan bagi mereka untuk tetap bertahan pada harapannya.

Di kepala Aran,  sudah banyak sekali hal yang tergambar. Tentang bagaimana dewasa nanti bersama Alzean, dan anggota lainnya. Bagaimana ketika mereka sudah lulus kuliah, mendapatkan pekerjaan, menikah, punya anak, menikmati masa tua. Semua
sudah ada di bayangan Aran. Pasti akan seru berbagi kisah satu sama lain.

Usai membicarakan itu, Aran melirik kendaraan yang digunakan oleh Alzean. Motor sport dengan gradiasi warna hitam dan gold, Aran baru melihatnya, "Motor baru, lo?" tanya Aran.

"Punya papah cio," balas Alzean. Aran melirik nomor polisi motor itu. 191 ALNH. Mewah sekali motor itu,
sepertinya tergolong keluaran baru bulan kemarin.

Merasa tidak ada lagi yang ingin diperbincangkan,
Aran berniat kembali ke mobilnya, namun suara Alzean menahannya. "Ran," panggil Alzean. Aran melihatnya, "Jaga Marsha, ya?"

Alis Aran terangkat. Kaget dan tidak paham dengan permintaan itu, "Maksudnya?" mereka seperti berbicara tanpa suara, mata Alzean seperti menjelaskan satu hal. Satu hal yang tidak akan
pernah bisa masuk akal di kepala.

Senyum Alzean adalah  yang paling beda hari itu,
Aran bisa membacanya, karena udah dari kecil
mereka selalu bersama. "Jaga dia buat gue," jelas Alzean lagi. Dan, Aran masih tidak mengerti.

"Lo ngomong apa, sih, Bro, gue nggak paham," kata Aran, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Tapi, Aran dapat menyimpulkan kalimat ini. 'Lo
bakal paham maksud gue'.

Alzean yang sudah memasang helm motornya
kemudian menyahut lagi, "Markas KRASTALA jangan lupa lo bersihin."

"Eh, itu tugas si-dodol, tugas gue minggu lalu,"
koreksi Aran.

"Kunci 2 Markas ada di kamar gue, lo bisa ambil
kalau lo mau," informasi Alzean. Laki-laki yang menjadi lawan bicara Aran menyalakan motornya
bersiap untuk pulang.

"Salam buat semuanya," kata Alzean. Entah hanya pada pendengaran Aran, atau memang suara Alzean yang serak? Pamit laki-laki itu seperti tidak biasa.
Seperti akan kemana saja.

"Hati-hati, Yan. Semoga menyenangkan
perjalanannya," balas Aran, yang kemudian, motor itu bergegas, meninggalkan bayangan sang
pengemudinya.




































Tbc
kayak dikit lagi ending deh
ikutin terus sampe ending yaaaaa

see you ges💘

DIA ALZEAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang