Jejak Sang Penjaga Senja

1 0 0
                                    

Randu melangkah pelan di tengah kabut tebal yang masih menyelimuti sekitarnya. Jantungnya berdetak cepat, tetapi di dalam pikirannya kini hanya ada satu tujuan: menemukan Penjaga Senja. Dia belum tahu siapa atau apa makhluk itu, tetapi hanya dengan menemukannya, Randu yakin bisa menemukan jalan pulang.

Langkah-langkah kakinya terhenti ketika kabut di depannya mulai mereda, menampakkan jalan setapak yang lebih jelas. Di sepanjang jalan itu, pepohonan tinggi menjulang, dahan-dahannya melambai seakan mengawasi setiap langkah Randu. Di bawah kakinya, tanah terasa lembut dan lembap, dengan bebatuan kecil yang seakan bersinar samar, memberikan sedikit penerangan di antara kabut.

“Fariz mengatakan dunia ini berbeda…” Randu bergumam. Suasana sekelilingnya terasa nyata, tapi tidak sepenuhnya seperti dunia yang ia kenal. Rasanya seperti berada di tengah mimpi yang hidup.

Sementara dia berjalan, suara langkah lain terdengar dari arah samping. Awalnya samar, tetapi semakin lama semakin jelas. Randu menoleh, mencoba mencari sumber suara itu, namun hanya kabut tebal yang membatasi pandangannya.

"Siapa di sana?" tanyanya, suaranya bergetar antara ketakutan dan kewaspadaan.

Tidak ada jawaban. Hanya langkah-langkah kaki yang semakin mendekat. Randu mundur beberapa langkah, kakinya bergetar. Ketika suara itu semakin dekat, sesosok bayangan besar muncul dari balik kabut—sosok yang jauh lebih besar dari manusia biasa.

Randu terdiam, menatap makhluk itu dengan mata terbelalak. Sosok tersebut tampak seperti manusia, namun tubuhnya berbalut jubah hitam panjang dengan wajah yang tertutup tudung. Tingginya lebih dari dua kali lipat tubuh Randu, dan di tangan kanannya, ia membawa tongkat besar dengan ujung yang bercahaya merah, seolah memancarkan aura mistis.

"Apakah kau… Penjaga Senja?" Randu memberanikan diri untuk bertanya, meskipun dadanya berdegup kencang.

Makhluk itu tidak segera menjawab. Ia hanya berdiri, menatap Randu dengan mata yang tersembunyi di balik bayangan tudungnya. Namun, dari keheningan itu, terdengar suara berat dan dalam, "Aku adalah salah satu dari banyak penjaga dunia ini. Siapa kau, anak kecil, yang berani menjejakkan kaki di tempat yang bukan milikmu?"

Randu menelan ludah. “Namaku Randu. Aku… aku tidak sengaja masuk ke sini. Aku hanya ingin kembali ke rumahku, ke desaku di Tandikat. Tolong, bantu aku pulang.”

Sosok besar itu terdiam sejenak, lalu mendekatkan tongkat bercahaya merahnya ke arah Randu. Cahaya di ujung tongkat itu terasa hangat, tapi juga penuh kekuatan yang menekan. “Tidak semua yang datang ke dunia senja bisa kembali,” katanya dengan suara yang lebih rendah namun penuh ancaman. “Setiap langkahmu membawa konsekuensi. Dunia ini, Randu, adalah tempat di mana waktu dan ruang tidak berlaku seperti yang kau kenal. Siapapun yang memasuki dunia ini… akan terikat oleh aturan-aturannya.”

Randu mundur sedikit, merasakan ketegangan yang semakin kuat. “Tapi aku tidak bermaksud masuk ke sini. Aku hanya mencari temanku, Fariz. Dia hilang berbulan-bulan lalu, dan aku melihatnya di sini. Tolong, aku harus menemukannya, dan aku harus pulang.”

Penjaga itu terdiam lagi, seolah merenungkan permintaan Randu. Lalu, ia mengarahkan tongkatnya ke langit yang gelap, dan dari dalam kabut, muncul kilauan cahaya samar, seolah-olah bintang-bintang terpendam di balik tirai kelam dunia ini.

"Fariz…," gumam Penjaga itu, suaranya rendah namun jelas. "Anak itu telah lama berada di sini, dan jejaknya tidak lagi milik dunia yang kau kenal. Namun, jika kau bersikeras mencari dia, kau harus melintasi batas terakhir dunia senja ini."

"Batas terakhir?" Randu bertanya, dengan kebingungan dan rasa takut yang bercampur.

“Dunia ini tidak hanya terdiri dari hutan dan kabut,” kata Penjaga. “Ada tempat di mana kabut semakin menebal, di mana kegelapan bertemu dengan senja abadi. Di sana kau akan menemukan jawabannya, namun tidak tanpa bahaya. Kegelapan di tempat itu hidup, dan ia tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja.”

Randu merasa darahnya membeku mendengar kata-kata Penjaga Senja. Namun, dia tahu bahwa hanya itu satu-satunya jalan. "Aku akan pergi ke sana. Apapun yang terjadi, aku harus mencoba."

Penjaga itu mengangguk pelan, lalu dengan satu ayunan tongkatnya, ia membuka jalan di hadapan Randu. Kabut di depan mulai terbelah, memperlihatkan sebuah jalan yang lebih gelap dan penuh duri. "Pergilah ke arah itu. Ikuti jalan ini hingga kau mencapai ujungnya. Di sana, kau akan bertemu dengan Kegelapan dan Senja. Tapi ingatlah, anak kecil, tidak ada jaminan kau bisa kembali."

Randu mengangguk, mengumpulkan keberanian di dalam hatinya. "Aku akan melakukannya."

Penjaga itu menatap Randu untuk terakhir kalinya sebelum tubuhnya mulai memudar, menyatu dengan kabut. "Hati-hati, anak dari dunia luar. Dunia ini memiliki cara untuk menelan mereka yang terlalu lama tinggal."

Dan kemudian, Penjaga Senja menghilang, menyisakan Randu sendirian di depan jalan yang penuh kegelapan. Randu menatap jalan itu dengan rasa gentar, tetapi dia tahu bahwa tidak ada pilihan lain. Jika ia ingin menemukan Fariz dan pulang, ia harus terus maju, apa pun yang menantinya di ujung jalan itu.

Dengan langkah hati-hati, Randu mulai melangkah ke dalam kegelapan, di mana senja dan malam bertemu, dan di mana nasibnya akan ditentukan.

---

DUNIA DIBATAS SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang