Suara Dari Kegelapan

0 0 0
                                    

Randu melangkah dengan hati-hati di dalam kegelapan yang semakin pekat. Setiap langkahnya terasa seperti memasuki sesuatu yang hidup, yang bernapas di sekitarnya, merasakan setiap gerakannya. Kegelapan ini bukan sekadar bayangan, melainkan sesuatu yang memiliki kehendak sendiri—sesuatu yang terus berbisik, menggoda, dan mengancamnya dalam bisikan halus yang membuat bulu kuduknya meremang.

"Kau akan tersesat di sini, Randu..." bisikan itu semakin jelas. "Tak ada yang bisa menyelamatkanmu…"

Randu menggigit bibirnya, mencoba memusatkan pikirannya agar tidak terpengaruh oleh suara-suara yang terus mengitarinya. Dia harus ingat satu hal: dia ada di sini untuk satu tujuan—mencari Penjaga Senja terakhir dan menemukan jalan pulang.

Namun, semakin lama dia berjalan, semakin berat langkahnya. Kegelapan di sekitarnya terasa semakin tebal, seakan menghisap setiap upaya dan kekuatannya. Detak jantungnya semakin cepat, dan dalam kegelapan yang pekat, pandangannya mulai kabur. Semua terasa kabur, waktu seakan berhenti, dan Randu mulai merasakan dirinya seperti terombang-ambing di antara kenyataan dan sesuatu yang lebih kelam.

Lalu tiba-tiba, di tengah kegelapan, terdengar suara tawa lembut. Suara itu datang dari segala arah, memenuhi udara di sekitarnya, membuat langkah Randu terhenti seketika. Tawa itu bukan tawa kebahagiaan, melainkan tawa yang dingin, menghantui setiap sudut pikirannya.

“Siapa di sana?” tanya Randu dengan suara gemetar, mencoba mencari sumber suara tersebut. Tidak ada jawaban yang jelas, hanya tawa yang kembali terdengar, kali ini lebih dekat.

Dan kemudian, di tengah kegelapan itu, muncul sesosok bayangan. Sosok itu lebih tinggi dari manusia biasa, dengan tubuh yang tampak samar, seperti asap yang bergerak mengikuti kehendaknya. Wajahnya tidak bisa dilihat dengan jelas, namun dari balik bayangan, Randu bisa merasakan tatapan tajam yang terarah kepadanya.

"Kau datang mencari Penjaga terakhir?" tanya sosok itu dengan suara rendah dan menyeramkan. "Kau pikir kau bisa keluar dari sini, anak kecil?"

Randu menggenggam kedua tangannya, berusaha untuk tidak menunjukkan ketakutan meskipun jantungnya berdetak begitu kencang. "Aku harus keluar dari sini. Aku tidak akan tinggal di dunia ini selamanya."

Sosok itu mendekat, tubuhnya seperti mengambang di udara. "Banyak yang berkata seperti itu sebelum kau, tapi lihat apa yang terjadi pada mereka..." Dengan gerakan lembut tangannya, sosok itu mengarahkan pandangannya ke sisi lain kegelapan, dan seketika, Randu bisa melihatnya. Di sekeliling mereka, di dalam kegelapan, ada bayangan-bayangan samar yang bergerak. Mereka adalah sosok-sosok lain—anak-anak, orang dewasa, pria dan wanita—semua tampak tersesat dan tak berdaya, seperti bagian dari kegelapan itu sendiri.

“Mereka juga datang untuk mencari jalan keluar,” lanjut sosok itu. “Tapi pada akhirnya, mereka menjadi bagian dari tempat ini. Mereka menyerah pada ketakutan mereka… seperti yang akan kau lakukan.”

Randu menggeleng cepat. “Aku tidak akan menyerah. Aku akan menemukan jalan keluar, dan aku akan kembali ke desaku. Aku akan menemukan Fariz!”

Sosok itu tertawa pelan lagi, suara tawanya menembus pikiran Randu. "Fariz? Anak itu sudah menjadi bagian dari dunia ini. Seperti yang lainnya, dia juga terperangkap. Kegelapan menelan semua orang yang lemah hati, dan pada akhirnya, ia menjadi milikku."

Randu merasakan kemarahan bangkit dalam dirinya. “Tidak! Fariz masih bisa diselamatkan. Aku tahu dia masih di sini, dan aku akan menemukannya!”

Sosok itu mendekat lebih cepat, dan kini jarak antara mereka begitu tipis. Kegelapan di sekitarnya berdenyut, seakan hidup dan berpusat pada sosok misterius ini. “Jika kau ingin melawanku, Randu, kau harus tahu bahwa kegelapan ini tidak bisa kau lawan dengan kekuatan fisik. Hanya mereka yang memiliki cahaya di dalam hatinya yang bisa melintasi kegelapan ini.”

Randu terdiam sesaat, merenungi kata-kata itu. “Cahaya di dalam hati? Apa maksudmu?”

Sosok itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia tersenyum samar, sebelum menghilang sejenak, membiarkan Randu sendirian di tengah kegelapan yang semakin menekan. Randu mulai merasakan rasa takut yang lebih dalam, namun ia mencoba tetap tenang. Jika ada yang bisa menuntunnya melewati kegelapan ini, maka itu adalah cahaya di dalam dirinya.

Namun, bagaimana dia bisa menemukan cahaya itu?

Tiba-tiba, dari balik kabut, terdengar suara lembut yang dikenalinya. "Randu…."

Randu terkejut, menoleh ke segala arah. Itu suara Fariz! "Fariz? Apakah itu kau?" Dia berteriak dengan putus asa, berusaha mendengar lebih jelas.

"Randu… aku di sini…" suara Fariz kembali terdengar, tetapi samar-samar, seperti datang dari jauh. Namun, kali ini lebih jelas dan nyata.

Dengan semangat yang baru, Randu mulai berlari ke arah suara tersebut, berharap bisa menemukan temannya. Suara bisikan dan tawa dari kegelapan masih mengitarinya, tetapi Randu tidak menghiraukannya. Dia harus menemukan Fariz, dan dia harus melintasi kegelapan ini dengan atau tanpa bantuan dari Penjaga terakhir.

Langkah Randu semakin cepat, dan di tengah kegelapan yang pekat, dia melihatnya. Sosok Fariz berdiri tak jauh darinya, namun tampak berbeda. Wajahnya masih pucat, matanya masih kosong seperti saat terakhir mereka bertemu, namun ada sesuatu yang berubah. Cahaya lembut berpendar dari tubuh Fariz, meskipun samar, seakan mencoba melawan kegelapan di sekitarnya.

“Fariz!” Randu berlari menghampiri temannya. “Aku menemukannya! Kau masih di sini!”

Namun Fariz tidak bereaksi. Dia hanya berdiri di sana, tatapannya tetap kosong. Randu berhenti beberapa langkah di depannya, merasa bingung. "Fariz... apa yang terjadi padamu?"

Fariz menatap Randu dengan dingin, lalu berbicara dengan suara yang datar. "Aku adalah bagian dari tempat ini sekarang, Randu. Aku tidak bisa kembali."

"Tidak! Kau masih bisa keluar dari sini!" Randu meraih tangan Fariz, tapi seketika dia merasakan dingin yang menusuk tulang. "Kau tidak harus tinggal di sini."

Fariz menggeleng pelan. "Kegelapan sudah menelan sebagian dari diriku. Jika kau tetap di sini, kau akan bernasib sama. Pergilah, Randu. Temukan jalan keluarmu sendiri."

Randu terdiam, hatinya hancur melihat kondisi Fariz. Tapi dia tahu bahwa jika dia menyerah sekarang, kegelapan ini akan benar-benar menguasai mereka berdua. Dia harus tetap bertahan, meskipun Fariz tampaknya telah menyerah.

“Aku tidak akan meninggalkanmu, Fariz,” kata Randu dengan suara yang mantap. "Aku akan menemukan jalan untuk kita berdua."

Di tengah kegelapan yang semakin menekan, Randu merasakan tekadnya semakin kuat. Sosok Fariz yang memudar di hadapannya hanya memacu semangatnya untuk melawan kegelapan ini. Jika ada cara untuk keluar, Randu akan menemukannya, dan dia tidak akan menyerah—baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk Fariz.

---

DUNIA DIBATAS SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang