Langkah Randu dan Fariz semakin mantap di tengah dunia senja yang perlahan mulai menampakkan warnanya kembali. Udara yang semula dingin dan berat kini terasa lebih ringan, meskipun kegelapan masih mengintai di beberapa sudut. Cahaya dari dalam hati Randu dan Fariz terus memancar, menjaga mereka dari sisa-sisa kekuatan yang mungkin masih tersembunyi.
Namun, mereka tahu bahwa tantangan belum berakhir. Dunia ini masih menyimpan rahasia, dan satu-satunya harapan mereka untuk pulang adalah menemukan Penjaga Senja terakhir. Randu merasa bahwa semakin jauh mereka berjalan, semakin dekat mereka dengan jawaban yang mereka cari.
“Apa kau tahu di mana kita harus mencari Penjaga itu?” tanya Fariz, yang kini tampak lebih kuat meskipun masih ada sisa-sisa kegelapan yang tampak samar di wajahnya.
Randu menatap ke kejauhan. “Aku tidak tahu pasti, tapi Penjaga Senja harusnya ada di suatu tempat yang istimewa. Mungkin di tempat tertinggi, atau tempat yang paling dekat dengan batas antara dunia ini dan dunia kita.”
Fariz mengangguk pelan. “Lalu kita akan terus berjalan sampai kita menemukannya. Aku percaya pada firasatmu.”
Perjalanan mereka membawa mereka melewati dataran berbatu yang tampak tandus, dengan bukit-bukit hitam yang menjulang di kejauhan. Langit senja di atas mereka masih memancarkan cahaya jingga keunguan, seolah tak pernah berubah sejak mereka tiba di dunia ini. Namun, di kejauhan, mereka melihat sesuatu yang berbeda—sebuah menara tinggi, tegak berdiri di puncak bukit terjauh.
“Lihat itu!” seru Fariz, menunjuk ke arah menara tersebut. “Mungkin di sanalah tempat Penjaga itu.”
Randu mengangguk. “Kita harus ke sana. Itu mungkin satu-satunya petunjuk yang kita miliki.”
Tanpa ragu, mereka mempercepat langkah, menuju menara tersebut. Namun, semakin dekat mereka dengan menara, semakin mereka merasakan kehadiran sesuatu yang kuat—sebuah aura yang melingkupi tempat itu, seperti perasaan berat yang menekan mereka dari segala arah.
Saat mereka tiba di dasar bukit, Randu berhenti sejenak, merasakan ketegangan yang aneh di udara. “Ada sesuatu di sini, Fariz. Sesuatu yang sangat kuat… dan mungkin berbahaya.”
Fariz menatap menara dengan penuh kekhawatiran. “Apakah itu Penjaga?”
“Aku tidak tahu,” jawab Randu. “Tapi kita harus siap untuk apa pun.”
Mereka mulai mendaki bukit, setiap langkah terasa lebih berat dari sebelumnya. Udara semakin dingin, dan seiring dengan meningkatnya ketinggian, cahaya dari dalam diri mereka mulai sedikit melemah. Tapi Randu terus maju, hatinya dipenuhi tekad untuk menemukan jalan pulang.
Sesampainya di puncak, mereka melihat menara yang berdiri kokoh di hadapan mereka. Menara itu terbuat dari batu hitam yang tampak kuno, dengan ukiran-ukiran aneh yang melingkar di sepanjang dindingnya. Di puncak menara, terdapat sebuah pintu besar yang tampak dijaga oleh dua patung batu yang berbentuk seperti makhluk-makhluk misterius, setengah manusia setengah hewan.
“Kita harus masuk,” kata Randu sambil mengumpulkan keberaniannya. “Penjaga Senja mungkin ada di dalam.”
Fariz mengangguk tanpa berkata-kata. Bersama-sama, mereka berjalan mendekati pintu tersebut. Ketika mereka tiba di depan pintu, suara yang dalam dan bergema terdengar dari baliknya.
“Siapa yang datang ke tempat ini, di ambang batas antara dunia manusia dan dunia senja?” suara itu bertanya, dingin dan penuh kekuatan.
Randu melangkah maju. “Aku Randu, dari desa Tandikat. Aku datang untuk mencari Penjaga Senja terakhir dan menemukan jalan pulang ke dunia kami.”
Pintu itu bergetar pelan, dan suara misterius itu berbicara lagi. “Banyak yang telah datang sebelum kalian, namun tak ada yang berhasil. Dunia ini tak mudah dikuasai, hanya mereka yang memiliki kekuatan hati yang mampu melawan kegelapannya.”
“Kami sudah melawan kegelapan,” jawab Randu dengan tegas. “Dan kami akan terus melawan, sampai kami menemukan jalan keluar.”
Tiba-tiba, pintu itu terbuka dengan sendirinya, mengeluarkan suara gemuruh yang menggema di seluruh bukit. Di balik pintu, tampak sebuah ruangan besar yang dipenuhi cahaya redup, seperti senja abadi. Di tengah ruangan tersebut, berdiri seorang pria tua dengan jubah panjang berwarna kelabu, wajahnya penuh dengan kerutan, tetapi matanya bersinar dengan cahaya yang lembut.
“Kalian telah melewati ujian kegelapan,” kata pria itu dengan suara tenang. “Aku adalah Penjaga Senja terakhir, dan aku tahu mengapa kalian datang ke sini.”
Randu menatap pria itu dengan penuh harap. “Kami ingin pulang. Dunia ini bukan milik kami, dan kami harus kembali.”
Penjaga itu mengangguk pelan. “Aku bisa menunjukkan jalan pulang, tapi kalian harus tahu, tidak ada yang datang ke dunia senja ini tanpa alasan. Apa yang kalian temui di sini bukan sekadar bayangan, melainkan cerminan dari ketakutan dan keraguan terdalam kalian.”
Fariz terdiam sejenak, merenungi kata-kata Penjaga itu. “Jadi, kegelapan yang hampir menelan kami… itu adalah bagian dari diri kami sendiri?”
Penjaga itu tersenyum tipis. “Betul. Dunia senja ini memantulkan apa yang ada di dalam diri kalian. Randu, kau memiliki cahaya karena kau tidak pernah menyerah pada harapan. Itulah mengapa kau bisa melawan kegelapan. Namun, Fariz… hatimu masih dipenuhi dengan ketakutan. Kau harus mengatasi ketakutan itu sebelum kau bisa benar-benar bebas.”
Fariz tampak ragu, tetapi Randu meletakkan tangannya di pundak temannya. “Kita bisa melewati ini, Fariz. Aku percaya padamu.”
Penjaga itu mengangkat tangannya, dan di antara mereka, muncul sebuah portal yang memancarkan cahaya lembut. “Ini adalah jalan keluar. Tetapi ingat, hanya mereka yang telah berdamai dengan diri mereka sendiri yang bisa melintasi portal ini.”
Randu menatap portal tersebut dengan penuh harap, tetapi dia tahu bahwa keputusan ada di tangan Fariz sekarang. “Kau bisa melakukannya, Fariz. Aku tahu kau bisa.”
Fariz menghela napas panjang, menatap portal dan Penjaga Senja itu bergantian. Di dalam hatinya, dia merasakan pergulatan antara rasa takut dan keinginan untuk bebas. Akhirnya, dia menatap Randu dan tersenyum lemah.
“Aku tidak akan membiarkan ketakutan menguasai diriku lagi,” kata Fariz dengan suara mantap. “Aku siap.”
Dengan langkah pasti, Randu dan Fariz berjalan menuju portal tersebut. Cahaya dari portal semakin terang saat mereka mendekat, seolah menyambut mereka. Penjaga Senja terakhir menatap mereka dengan senyum damai di wajahnya.
“Sampai jumpa, anak-anak,” kata Penjaga itu. “Kalian telah menemukan cahaya dalam kegelapan. Kalian layak pulang.”
Saat mereka melangkah masuk ke dalam portal, Randu dan Fariz merasakan tubuh mereka diselimuti oleh cahaya hangat yang menenangkan. Sensasi ringan dan tenang melingkupi mereka, dan perlahan, dunia senja yang penuh misteri itu mulai memudar.
Di kejauhan, suara angin berbisik lembut, seperti ucapan selamat tinggal dari dunia yang telah menguji mereka di batas senja.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DIBATAS SENJA
HorrorDi Suatu desa Yang bernama desa Tandikat, Ada senja yang selalu indah dan menenangkan, tetapi di balik ketenangan itu tersimpan sebuah rahasia gelap. Randu, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang penuh rasa ingin tahu, tanpa sengaja memas...