Randu berdiri di hadapan Fariz yang tampak memudar, seolah kegelapan sedang mencengkeram erat tubuh temannya. Udara di sekitarnya terasa berat, setiap tarikan napas menjadi lebih sulit, seolah kegelapan itu sendiri sedang mencoba menelan mereka berdua. Namun, di hati Randu, ada nyala tekad yang tidak bisa dipadamkan begitu saja.
“Fariz, aku tahu kau masih di sini. Kau harus melawan kegelapan ini!” seru Randu sambil menggenggam tangan Fariz lebih erat. Tangan Fariz terasa begitu dingin, seolah-olah tubuhnya sudah bukan miliknya lagi. Namun Randu tidak mau menyerah.
Fariz menatap Randu dengan mata yang hampa. “Sudah terlambat, Randu… Aku tidak bisa kembali. Aku sudah terlalu lama di sini. Kegelapan ini adalah bagian dari diriku sekarang.”
Randu menelan ludah, merasa putus asa, tetapi ia tidak bisa membiarkan perasaan itu menguasainya. “Tidak, Fariz. Kita akan keluar dari sini bersama. Kau tidak harus menyerah.”
Fariz menggeleng lemah, namun sebelum Randu bisa berkata lebih banyak, kegelapan di sekitarnya tiba-tiba bergemuruh. Tanah di bawah mereka bergetar, dan bayangan-bayangan di sekitar mereka mulai bergerak, berkumpul menjadi satu, membentuk sosok yang lebih besar dan menakutkan. Kegelapan itu tampaknya hidup, menciptakan wujud yang jauh lebih mengerikan daripada sebelumnya.
“Anak ini milik kami,” suara dari dalam kegelapan itu berbicara dengan suara dalam dan menggelegar. “Ia sudah menyerah pada ketakutannya. Begitu juga dengan dirimu… jika kau terus maju, Randu.”
Sosok hitam itu semakin mendekat, mengelilingi mereka berdua seperti kabut pekat yang siap menelan. Randu merasakan dingin yang luar biasa di sekujur tubuhnya, tetapi ia menolak untuk mundur. Jika dia tidak melawan sekarang, maka bukan hanya Fariz yang akan hilang, tetapi juga dirinya.
Randu menutup matanya sejenak, mencoba fokus di tengah kekacauan itu. Dia harus menemukan cahaya—cahaya yang disebut oleh Penjaga Senja dan sosok misterius sebelumnya. Tapi di mana dia bisa menemukannya? Apa yang dimaksud dengan cahaya di dalam hati?
Di tengah keraguannya, bayangan-bayangan itu semakin mendekat, membentuk tangan-tangan besar yang hendak meraih mereka. Suara bisikan yang menakutkan terdengar semakin keras, mencoba melemahkan semangatnya.
“Kau lemah… Kau tidak bisa menyelamatkan siapa pun…”
“Tidak ada jalan keluar untukmu…”
Randu tertegun sesaat, tetapi lalu teringat pada satu hal yang selalu membimbingnya—kenangan. Dia ingat desanya, orang tuanya yang selalu menunggunya pulang, dan semua hal yang dia cintai. Dia ingat saat-saat bahagia bersama Fariz, bermain di bawah matahari senja di desa mereka. Semua kenangan itu mulai berputar di dalam pikirannya, memberikan sedikit kehangatan di tengah kegelapan yang menyelimuti.
Dan saat itulah dia menyadarinya.
Cahaya yang dia cari bukanlah sesuatu yang berasal dari luar. Cahaya itu adalah kekuatan dari dalam dirinya—harapan, cinta, dan kenangan akan hal-hal yang penting baginya. Perasaan itu, yang selalu menguatkannya, yang membuatnya terus maju, meski dalam situasi terburuk sekalipun.
Randu membuka matanya dengan tekad baru. “Aku tidak akan menyerah!” serunya, suaranya menggema di antara kegelapan. “Aku akan menemukan jalan keluar, dan aku akan membawa Fariz bersamaku!”
Seketika, dari dalam dirinya, muncul cahaya kecil yang berpendar, awalnya hanya sekelumit, tetapi semakin lama semakin terang. Cahaya itu keluar dari dadanya, menyinari sekitarnya, menembus kabut gelap yang selama ini membelenggu mereka.
Kegelapan yang tadi mendekat tampak terkejut, seolah tidak mengira bahwa Randu bisa menyalakan cahaya di tengah dunia yang suram ini. Tangan-tangan bayangan itu mundur, menghindar dari cahaya yang semakin membesar. Suara geraman terdengar, kali ini lebih keras dan marah.
“Tidak! Ini tidak mungkin!”
Randu merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya. Dia menggenggam tangan Fariz lebih erat, dan perlahan, cahaya dari tubuh Randu merambat ke tubuh temannya. Awalnya hanya sedikit, tetapi kemudian semakin terang, meliputi tubuh Fariz sepenuhnya.
Fariz, yang tadinya tampak tak berdaya, mulai bergerak. Matanya yang sebelumnya hampa kini perlahan kembali hidup. Dia menatap Randu dengan keterkejutan, seolah tidak percaya apa yang sedang terjadi.
“Randu… apa yang kau lakukan?” tanya Fariz dengan suara pelan.
Randu tersenyum, meskipun dia masih merasa lelah. “Kita bisa keluar dari sini, Fariz. Kau harus percaya. Kegelapan ini hanya bisa menang jika kita menyerah, dan aku tidak akan membiarkannya.”
Fariz menatap Randu dengan mata yang mulai penuh harapan. Dia merasakan kehangatan dari cahaya yang memancar dari tubuh Randu, dan perlahan, kegelapan yang tadi menyelubungi dirinya mulai menghilang. Dingin yang menusuk tulangnya perlahan memudar, digantikan oleh rasa nyaman yang lama tidak ia rasakan.
Namun, meskipun cahaya semakin terang, sosok kegelapan besar itu tidak tinggal diam. Ia melolong dengan marah, lalu mengumpulkan sisa bayangannya yang tersisa, membentuk sosok raksasa yang lebih besar dan menakutkan. Dengan geraman yang menggema di seluruh dunia senja, ia menyerang Randu dan Fariz dengan kekuatan penuh.
Tapi Randu tidak mundur. Dia berdiri tegak, menggenggam tangan Fariz, dan cahaya dari dalam dirinya semakin bersinar terang. Saat sosok kegelapan itu menyerang, cahaya tersebut menembus tubuh bayangan itu, memecahkannya menjadi serpihan-serpihan kecil. Kegelapan yang semula tampak begitu perkasa kini mulai terkikis oleh kekuatan cahaya yang Randu pancarkan.
Akhirnya, dengan raungan terakhir, sosok kegelapan itu hancur, menyebar menjadi kabut tipis yang perlahan menghilang di udara.
Udara di sekitar mereka mulai terasa lebih ringan. Kabut pekat yang selama ini menutupi dunia senja perlahan-lahan memudar, menyisakan langit senja yang suram namun lebih terang daripada sebelumnya. Randu dan Fariz berdiri di sana, terengah-engah, tetapi penuh dengan harapan baru.
Fariz menatap Randu dengan penuh rasa terima kasih. “Kau menyelamatkanku, Randu… Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya.”
Randu tersenyum lelah. “Aku hanya tahu bahwa kita tidak boleh menyerah. Masih ada jalan keluar dari sini, dan kita akan menemukannya bersama.”
Fariz mengangguk, kali ini dengan keyakinan yang lebih kuat. “Aku percaya padamu. Kita pasti bisa keluar dari dunia ini.”
Dengan kekuatan baru, Randu dan Fariz memulai langkah mereka kembali, kali ini dengan cahaya di hati mereka yang akan menuntun mereka melewati kegelapan yang tersisa. Meskipun dunia senja masih penuh dengan misteri dan bahaya, mereka tahu bahwa selama mereka tidak menyerah pada ketakutan, mereka masih memiliki kesempatan untuk pulang.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DIBATAS SENJA
HorrorDi Suatu desa Yang bernama desa Tandikat, Ada senja yang selalu indah dan menenangkan, tetapi di balik ketenangan itu tersimpan sebuah rahasia gelap. Randu, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang penuh rasa ingin tahu, tanpa sengaja memas...