Istirahat di ruang ganti setelah dua jam lebih olahraga sampe botol minum dua liter gak ada sisa lagi. Park Jeongwoo nampak capek banget dengan duduk selonjoran di bawah dan bersandar pada lemari loker , sedangkan dia bertelanjang dada dan menyeka keringat dengan handuk kecill.
"Haruto dulu kamu paksa gak?"
Bagaimanapun juga Jeongwoo harus sehat sepertinya, cukup mantan pacarnya dulu yang susah diajak olahraga karena ngurus bisnis yang gak berkesudahan. "Aku paksa juga, tapi gak berhasil."
"Orangnya emang keliatan bebal, psikopat tolol."
"Masih kesel kak?"
"Gak juga sih. Kirain dengan rambut barunya bakal berubah, ternyata sama aja."
"Beda rambut doang gak ngaruh sih kak, Haruto still Haruto." Sering ganti gaya rambut di sepanjang hidupnya mmengenal Haruto, tapi kepribadian tetap sama, bahkan pernah disemir pirang juga gak ngaruh.
"Coba kamu blonde juga."
"Gak boleh, minimal coklat sih kak."
"Oh iya, kamu pegawai negeri Sipil ya."
Warna coklatnya pun mesti gelap, jangan mentereng banget yang jatohnya malah ke warna pirang. Tapi kenapa Jeongwoo gak jadi pegawai negeri sipil, padahal lagi buka lowongan, usia pun masih bisa karena maksimal batas usia 35 tahun bagi lulusan Sarjana. "Kakak gak mau coba tes CPNS?"
"Kalo cuma masukin berkas sih aku mau daftar, tapi tahapnya banyak males banget."
"Kan emang gitu kak, susah di awal tapi senang kemudian." Tapi bagi lulusan Insitut Pemerintahan Dalam Negeri langsung diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil begitu lulus dari akademi.
"Gak deh. Ayo pulang, gerah nih, gak ada AC di sini."
"Mau ke unit aku dulu atau pulang masing-masing terus pergi bareng lagi jam 5?" Sejak jadi tetangga, dia dan Jeongwoo jadi lebih sering bersama, cuma belum tidur bareng aja.
"Mampir dulu ke unit kamu boleh."
"Let's go." Mengulurkan tangan untuk pemuda itu agar berdiri dan bersiap kembali ke unit.
.
"Bisa diatur ke suhu yang paling tinggi?"
"Panas dong, kak."
"Suhu rendah yang dingin ya?"
"Iya." Kemudian dia memutar thermostat ke suhu yang lebih rendah lagi yaitu ke suhu 16 derajat, padahal 20 derajat celcius udah cukup dingin. "Buka baju aja kak kalo panas banget."
Kebanyakan cowo kalo kepanasan pasti buka baju, tapi Jeongwoo beda banget, malah gamau lepas baju demi jaga aurat. Padahal dia mau melihat bahu lebar kulit coklat Park Jeongwoo.
"Gak mau."
"Oke deh." Dia gak maksa juga, terserah pada orangnya juga. Kemudian dia duduk sebelah Jeongwoo yang masih banjir keringat. "Kak.."
"Kenapa, Dek?"
"Gausah panggil aku adek."
"Tapi kamu dipanggil adek."
"Beda dong, aku aja gamau dipanggil adek sejak udah besar, malu kak."
"Kamu masih dianggap anak kecil sama mereka, karena kamu satu-satunya buah hati yang pastinya susah buat dapetin kamu dulu."
Pemuda ini paham ternyata, anak tunggal kebanyakan lahir dari pejuang garis dua. "Iya, Kak. Aku pengen punya adek, eh ada Hanbin yang nemenin aku sampe gede sekarang."
"Aku malah pengen jadi anak tunggal, pusing juga bangak saudara, kakak ada 4, ada adek satu."
"Aku mau ngomong." Padahal ada yang mau dia bilang, tapi malah terinterupsi karena dia dipanggil adek.
KAMU SEDANG MEMBACA
143, What's Your Boyfriend | Iksan Boys
FanfictionHanya secuil kisah cinta jomok pemadam kebakaran dan operator penanggap pertama. ‼️ Ada unsur dewasa tanpa pemberitahuan di awal, membuat tidak nyaman untuk sebagian orang ‼️