5 - Gelisah

110 29 4
                                    

5 - Gelisah


Arjuna

Senja punya banyak kakak baru? Siapa?

“Juna, tumben belum tidur?”

Aku tersadar dari lamunan. “Iya ini belum ngantuk, Bu.”

“Jangan bergadang, nggak baik buat kesehatan. Ini udah jam 1 loh.”

“Iya sebentar lagi.”

“Ya sudah. Langsung tidur ya.” Sambil membawa segelas air, Ibu hendak masuk ke kamarnya lagi. Namun langkahnya tertahan karena aku memanggilnya. “Ada apa?”

Aku menatap Ibu. “Ibu tau nggak siapa kakak baru Senja?”

Ibu mengangkat kedua alisnya. “Maksud kamu?”

“Senja cerita nggak sama Ibu soal siapa aja kakak barunya? Senja bilang sama aku kalau dia punya banyak kakak baru, tapi Senja nggak mau sebut nama, rahasia katanya.”

Ibu tersenyum menatapku. “Ya biar saja Senja punya banyak kakak dan teman, biar dia nggak ketergantungan lagi sama kamu. Kasihan kalau apa-apa Senja harus sama kamu terus.”

“Tapi Bu… aku khawatir sama Senja. Aku takut Senja berteman sama orang yang salah.”

Ibu mengembuskan napas kemudian duduk di sofa di sampingku. Ia meletakkan gelas di meja kayu sebelum merangkul bahuku. “Kamu harus percaya sama Senja. Senja gadis yang baik jadi pasti dia nggak akan pilih pergaulan yang salah. Allah juga pasti akan melindungi Senja. Lagi pula, kita, khususnya kamu, nggak mungkin seterusnya akan selalu ada 24 jam buat Senja.”

Mataku terasa panas. “Tapi aku sayang banget sama Senja, Bu. Aku ingin selalu membuat Senja bahagia.”

“Serahkan semuanya sama Allah, Juna. Kamu boleh menyayangi Senja sebagai adik kamu, kamu boleh melindunginya, tapi nggak boleh berlebihan.”

Aku mengangguk lalu mengucap istigfar memohoh ampun kepada Allah.

Ibu tersenyum lega. “Sekarang kamu tidur ya. Tugas kamu berdoa agar hidup Senja baik-baik saja, melindunginya semampumu, menyayanginya tanpa berlebihan, dan… kalau Senja jodohmu, dia akan menjadi milikmu, tetapi kalau bukan jodoh, kamu tidak boleh patah semangat.”

“Iya, Bu.” Aku tertegun selama beberapa saat sebelum menatap Ibu. “Eh, jodoh? Apa maksud Ibu?” Keningku berkerut.

Ibu terkekeh lalu mengacak-acak rambutku. “Maksud Ibu jodoh sebagai adik kakak.”

“Ohh… iya, Bu.” Aku hanya mengangguk saja meski aku bingung dengan pemilihan kata-kata Ibu.

***

Saat aku akan menjemput Senja, gadis itu sedang menunggu di luar gerbang sekolah ditemani oleh seorang anak laki-laki bertubuh tinggi dan memakai jaket parka berwarna cokelat muda. Wajahnya tidak asing, sepertinya aku pernah melihatnya beberapa kali.

“Senja udah dijemput, hati-hati di jalan ya.” Anak laki-laki itu tersenyum seraya mengangguk kepadaku dengan sopan.

Entah kenapa, aku malah merasa sesak napas. Namun, aku berusaha membalas senyumnya. Seketika aku pun teringat kata-kata Senja di Sabtu sore.

“Makasih udah temenin Senja, sampai besok, Bang Haikal.” Senja melambai singkat yang dibalas anak laki-laki itu.

Oh, namanya Haikal.

Setelah Senja duduk di belakangku dan sepeda melaju di jalanan, aku berdeham lalu bertanya,

“Apa Haikal itu… salah satu kakak baru Senja?”

“Eh, kok Kak Juna tau?”

Sejujurnya aku tidak berharap dugaanku benar. “Dia… yang pernah beberapa kali borong dagangan Senja kan?”

“Iya. Tadi juga Bang Haikal borong keripik buat dibagiin ke temen-temennya. Tadi Senja bilang sama Bang Haikal buat jadi kakaknya Senja dan dia mau banget.”

Dadaku makin sesak. Ingat, Juna, Senja berhak punya kakak berapa pun dan siapa pun yang dia inginkan, asal sifat dan sikapnya baik.

“Alhamdulillah. Berarti dia adik Kak Juna juga dong ya."

“Iya juga ya.”

Jawaban Senja membuatku tertawa.

Setiba di rumah, Senja mengikutiku menuntun sepeda ke garasi. Kami menyapa Mbak Sri yang tengah menyiram tanaman di halaman dan Mbak Sri melambai dengan semangat.

“Kak Juna.” Senja menarik bagian samping seragamku saat aku akan memarkir sepeda.

“Kenapa, Senja?”

Senja mendongak menatapku dengan senyum lebar, manis sekali dan sangat menggemaskan. Senja memang selalu terlihat seperti itu.

“Kakak baru Senja yang satu lagi… adalah Mbak Sri.”

Kedua alisku terangkat. “O ya?”

Senja mengangguk. “Mas Hanafi juga kakak baru Senja. Jadi total kakak Senja ada 4 termasuk Kak Juna.”

Aku tertawa, kemudian mengusap-usap jilbab putihnya. “Alhamdulillah sekarang Senja punya banyak kakak.”

Senja mengangguk. “Tapi….”

“Tapi?”

“Meski Senja punya banyak kakak nantinya, tambah lagi tambah lagi, Senja nggak bakal ninggalin Kak Juna. Kalau Kak Juna sedih atau butuh bantuan Senja, insyaaAllah Senja akan bantu semampu Senja.”

Jantungku berdebar-debar kencang dan hatiku terasa hangat, damai.

Aku membungkuk kemudian menyejajarkan wajah kami. “Kak Juna juga akan melakukan hal sama. Meski nanti Kak Juna punya banyak adik, insyaaAllah Kak Juna nggak akan ninggalin Senja dan akan selalu ada di saat Senja butuh.”

Pipi Senja tampak memerah, kemudian ia lekas berbalik memunggungiku. “Nanti Senja mau ngerjain PR di kafe sambil lihat Kak Juna kerja.”

“Jangan, kan kafe lagi ramai banyak orang, banyak orang dewasa.”

“Nggak apa-apa, kan sama Bang Haikal, tadi udah janjian. Jangan lupa traktir Bang Haikal ya, kan dia adik Kak Juna juga.”

Aku hanya menggeleng-geleng memandangi punggung Senja yang beranjak menjauh menaiki undakan teras.

Haikal adikku? Atau calon adik ipar?

Juna, Juna, sadar. Senja menuju pelaminan itu masih jauh, sekarang masih kelas 5 SD!

***

Slow update banget 😿
Makasih yang masih ngikutin cerita Senja & Kak Juna

Emerald, 20 September 2024, 16.43 wib.

Sayap Malaikat by EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang