4 – Mbak Srikandi
Ada penghuni baru di rumahku, namanya Mbak Srikandi, panggilannya Mbak Sri. Mbak Sri ini sepupunya Mas Hanafi. Mbak Sri cantik dan baik, tapi… sejak ada Mbak Sri, tidak tahu kenapa aku merasa tersisihkan oleh Kak Juna. Tidak, aku tidak membenci Mbak Sri, hanya saja… aku merasa kurang suka saat melihat Kak Juna mengobrol akrab dengan Mbak Sri. Duh, Senja, kamu nggak boleh kayak gini!Tugas Mbak Sri itu membersihkan kediaman Bunda, menggantikan tugas Bu Laksmi karena Bu Laksmi sedang hamil. Kata Bunda, sekarang tugas Bu Laksmi cuma boleh masak. Bunda memang sesayang itu kepada Bu Laksmi karena ibu Kak Juna adalah sahabat Bunda sejak mereka masih remaja.
Kembali lagi kepada Mbak Srikandi. Aku tidak boleh punya perasaan tidak suka, apalagi kepada orang yang jelas-jelas bukan orang jahat. Aku cuma… takut Kak Juna tidak sayang aku lagi, kan aku jadi kesepian.
“Senja, kok seharian muka kamu murung terus, kenapa? Kak Juna perhatiin 3 hari ini kamu juga gitu terus. Cerita sama Kak Juna, apa ada yang ganggu kamu di sekolah?”
Aku menggeleng. “Nggak ada.”
“Terus kenapa?”
“Aku nggak apa-apa, nanti juga biasa lagi.”
“Oh, atau jangan-jangan kamu lagi datang bulan?” tebak Kak Juna.
Aku menggeleng. “Kak Juna, kalau Kak Juna tanya-tanya terus nanti PR aku nggak selesai-selesai nih.”
Kak Juna mencubit hidungku pelan dan tersenyum. “Iya, Dek.”
Kadang-kadang Kak Juna menyebutku dengan sebutan “dek”. Biasanya aku tidak masalah karena aku memang adik Kak Juna. Tapi sekarang, kenapa aku kurang suka?
***
Kak Juna memanggil Mbak Sri yang mau pulang lalu memberikan segelas kopi dan sebungkus roti juga keripik untuk Mbak Sri dari kafe. Seketika mataku berkaca-kaca.
Ya Allah, Senja kenapa? Kenapa rasanya sedih melihat kebaikan-kebaikan Kak Juna buat Mbak Sri? Kenapa Senja egois, cuma pengen Kak Juna baiknya sama Senja aja? Kata Bu Guru Azka, Senja nggak boleh iri melihat hal-hal kayak gitu. Justru Senja harus berbuat hal sama kayak Kak Juna.
Aku menarik napas panjang, lalu menyeka air mata. Saat berbalik, aku melihat Bunda.
“Senja kenapa? Habis nangis?”
Aku menggeleng, malu karena ketahuan Bunda. “Nggak.”
Bunda tersenyum lalu membungkuk ke arahku. “Senja mau cerita sama Bunda?”
“Bunda kan lagi sibuk mau balik ke kafe?”
“Nggak apa-apa, kan ada Om Raishard.” Om Raishard itu manajer di kafe yang membantu Bunda, beliau sepupu Ayah. Sepulang kerja, Om Raishard akan membantu di kafe dari sore sampai malam, dan sepanjang hari setiap Sabtu juga Minggu.
“Hmm….”
Bunda merangkulku masuk ke dalam rumah dan kami duduk di depan televisi yang tidak dinyalakan.
“Akhir-akhir ini Senja kelihatan sedih, itu karena Kak Juna deket sama Mbak Sri?”
Aku membelalak menatap Bunda. Kok Bunda bisa tau?
“Kalau diam, berarti iya.”
Aku mengangguk. “Senja salah ya Bunda? Kata Bu Guru Azka, Senja nggak boleh bersikap gini. Kita sebagai manusia harus berbuat baik kepada sesama… dan… Senja nggak boleh egois. Lagi pula, Kak Juna kan bukan kakak kandung Senja.”
Bunda tersenyum dan mengusap kepalaku yang terbalut kerudung warna biru langit. “Bukan masalah kakak kandung atau bukan, kita nggak berhak melarang seseorang buat sayang kepada siapa pun yang dia inginkan, selama dalam batas wajar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Malaikat by Emerald
RomanceAku mempunyai kakak angkat bernama Arjuna, lengkapnya Arjuna Kavi. Tidak, Ayah dan Bunda tidak mengadopsi Kak Juna, tetapi mereka membiayai sekolah Kak Juna. Kak Juna dan kedua orangtuanya tinggal di paviliun kediaman kami. Ayah Kak Juna adalah penj...