10 - Kangen Berat

85 23 14
                                    

10 – Kangen Berat

 

Setiap melihat Mbak Sri duduk di belakang Kak Juna di motor, dadaku langsung terasa sesak karena sedih. Seharusnya aku sudah terbiasa, tetapi kenapa aku masih saja meratap?

Sore ini usai mengaji di masjid, seperti biasa aku bersepeda. Angin sejuk mengembus mengusap wajah dan mengibarkan kerudungku. Di warung dekat taman, kulihat motor Kak Juna. Tidak berapa lama, Kak Juna dan Mbak Sri keluar dari warung dengan bungkusan di tangan Kak Juna. Mbak Sri terlihat ingin mengambil plastik dari tangan Kak Juna, tetapi Kak Juna menolak dan berjalan lebih dulu ke motor.

Tidak ingin ketahuan Kak Juna, aku masuk ke gang kecil di sebelah kanan jalan. Setelah diam-diam melihat motor Kak Juna yang membawa Mbak Sri masuk ke gang di jalur kiri jalan, aku pun keluar dari gang dan melanjutkan perjalanan.

Sore ini aku berencana menjelajah perumahan lain. Ingin menghafal wilayahnya sekaligus agar bisa menghilangkan kepedihanku.

Setelah mengelilingi kompleks yang lumayan luas, aku menemukan sebuah taman dan beristirahat di sana. Tidak lama, hujan pun turun—sedari tadi memang mendung sudah menggelayuti langit sore. Kerudung dan pakaianku perlahan basah oleh hujan, tetapi kubiarkan saja. Sebentar lagi adzan magrib berkumandang.

Aku... tidak ingin pulang. Aku malah menikmati hujan sambil duduk di atas ayunan.

Ayah, Kak Badai, Kak Mentari... Senja kangen kalian. Air mataku bercampur dengan guyuran hujan.

Waktu Senja kesepian karena Bunda meratapi kesedihan kehilangan kalian, ada Kak Juna, Bu Laksmi, dan Pak Wali yang menemani Senja. Tapi sekarang, kalau Senja sedih, Senja merasa nggak punya teman, Ayah. Karena Kak Juna sudah ada Sekar dan juga Mbak Sri.

Senja kesepian, Ayah....

***

ARJUNA

Kata Bunda, Senja belum pulang sejak pamit untuk bersepeda usai mengaji.

Di taman kompleks tidak ada. Kemudian aku teringat jika Senja ingin menghafal jalan-jalan di perumahan lain, maka kami pun pergi ke perumahan terdekat yang lumayan ramai. Iya, aku tidak sendiri, tetapi bersama Mas Hanafi karena aku belum bisa menyetir mobil. Bunda menyuruh kami memakai mobil karena sedari tadi hujan turun cukup deras.

Memasuki kompleks perumahan sebelah, aku meminta Mas Hanafi langsung mencari taman karena kemungkinan Senja ada di sana. Benar saja, kami melihat sesosok gadis kecil tengah duduk di atas ayunan di sebuah taman yang sudah sepi.

Aku dan Mas Hanafi turun dari mobil menggunakan payung untuk memanggil Senja. Namun, gadis itu tidak menyahut. Begitu aku berdiri di hadapan Senja, gadis itu mendongak dengan pandangan bingung.

“Kak Juna? Kok di sini?”

“Kamu ngapain hujan-hujanan di sini? Ayo pulang.” Aku membawa tubuh Senja ke dalam gendongan. Aku tidak memedulikan pakaianku yang ikut basah kuyup. Tubuh Senja sepertinya lemas.

Sementara aku membawa Senja untuk duduk di kursi tengah, Mas Hanafi menggotong sepeda gadis itu ke bagasi belakang mobil yang kursinya sudah dilipat. Untungnya sepeda Senja jenis sepeda lipat, jadi mudah untuk dibawa di mobil.

“Mas, aku duduk di tengah ya sama Senja.”

“Iya nggak apa-apa, Juna,” sahut Mas Hanafi yang sudah duduk di balik kemudi. Rambut dan pakaian Mas Hanafi pun basah kuyup karena tadi sendirian memasukkan sepeda ke dalam mobil.

Adzan magrib sudah berkumandang dan kami pun bergegas pulang.

Di perjalanan, Senja masih sadar, tetapi ia hanya menangis sambil menyebut ayahnya.

“Ayah, Senja kangen Ayah... Ayah....”

Aku memeluk Senja dengan erat, mencoba menyalurkan kehangatan meski pakaian kami sama-sama basah. “Senja, ada Kak Juna. Kalau Senja kangen Ayah, ada Kak Juna.”

Namun, Senja seolah tidak mendengar ucapanku dan terus saja menyebut ayahnya dengan terisak.

Senja, apa kamu begitu kesepian?

Akhir-akhir ini Senja memang selalu seperti menghindariku. Ia bermain dengan Sekar, mengobrol dengan ibu juga ayahku, tetapi ketika kami tidak sengaja bertemu, Senja pasti langsung pergi menjurus kabur.

Sepertinya... itu karena aku dekat dengan Mbak Srikandi?

Maafin Kak Juna ya Senja, tapi untuk sekarang, ini yang terbaik.

***

SENJA

Membuka mata, kudapati Bunda tertidur di kursi samping tempat tidur.

Eh? Aku kok ada di kamar? Rasa-rasanya aku masih di taman di ayunan.

“Bunda?”

Bunda membuka mata dan menutup mulutnya yang menguap. Tersadar bahwa aku yang memanggil, Bunda membuka mata dengan lebar dan langsung memegang keningku. “Alhamdulillah, demamnya udah turun.”

“Aku kok di sini, Bun? Siapa yang bawa aku pulang dari taman?”

Bunda melihatku dengan raut bingung. “Senja nggak ingat?”

Aku menggeleng.

Bunda tersenyum, lalu membantuku duduk di ranjang. “Kemarin sore Kak Juna sama Mas Hanafi cari-cari Senja sampai ke kompleks sebelah. Alhamdulillah ketemu.” Bunda menatapku sendu. “Kenapa Senja hujan-hujanan sendirian? Udah mau magrib, lagi.”

Aku menunduk dan mengerutkan kening. “Maaf, Bunda....”

“Bunda, Kak Juna, dan semua cemas cari-cari Senja. Akhir-akhir ini... Senja kenapa?”

Aku menggigit bibir. Dadaku kembali sesak. Ingin bercerita kepada Bunda, tetapi aku bingung mau bercerita apa. Tentang aku yang lagi-lagi tidak menyukai kedekatan Kak Juna dengan Mbak Sri?

“Senja... jangan pergi jauh lagi ya. Bunda nggak bisa janji, tapi insyaaAllah Bunda akan lebih memperhatikan Senja. Bunda minta maaf kalau belum bisa sering-sering temenin Senja ke mana pun Senja mau jalan-jalan....”

Dadaku makin sakit melihat air mata Bunda. Aku menyekanya. “Bunda nggak perlu minta maaf, Bunda nggak salah. Senja... Senja janji... insyaaAllah Senja nggak akan buat Bunda sedih lagi, Senja nggak akan main jauh-jauh lagi.”

Bunda memelukku dan mengusap kepalaku. “Kalau Bunda terlalu sibuk, tolong Senja protes sama Bunda ya. Oke?”

Aku memeluk Bunda dan tidak lagi menahan tangis. “Senja... boleh protes?”

“Iya.”

“Tapi Senja takut ganggu Bunda.”

“Nggak, Sayang. Justru Bunda seneng kalau kamu bilang.”

Aku tersenyum dalam tangis. “Makasih, Bunda.”

***


Emerald, Selasa, 15 Oktober 2024, 16.23 wib.

Pdf Ready:
1. Stray Cat (Srikandi) 15K
2. Jadi Istri Majikan (fat girl) 10K
3. Cinta Wanita Big Size 10K
4. Suami Idaman Laila 7K
Dll

WA 0877-6528-6021

Sayap Malaikat by EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang