14 - Simpanan Kak Juna

112 28 10
                                    

14 – Simpanan Kak Juna

 

Kak Juna mengajakku jalan-jalan ke pantai karena diberi libur kerja oleh Bunda. Kami pun mengajak Mirna, adik Mbak Sri yang sekarang berusia 4 tahun, tentu dengan izin Bu Wati.

Kami ke Ancol diantar Mas Hanafi dengan mobil Bunda.

Sementara Mas Hanafi duduk di atas tikar yang kami bawa dari rumah sambil memainkan ponselnya─biasanya Mas Hanafi mendengarkan ceramah atau mencari-cari berita terbaru di Youtube─aku dan Mirna bermain air ditemani Kak Juna.

Awalnya, Mirna takut untuk bermain air karena baru kali ini ia bertemu pantai. Namun setelah Kak Juna menggendongnya dan menurunkannya ke air, barulah pelan-pelan ia menikmatinya.

Aku dan Mirna duduk berendam di air dangkal sambil tertawa-tawa sedangkan Kak Juna mengambil foto kami dengan kamera di ponselnya.

Semalam, Kak Juna mewanti-wanti agar aku memakai kaus tebal dan warna gelap untuk pergi ke pantai. Saat kutanya kenapa, katanya supaya kausku tidak tembus pandang ketika basah terkena air. Jadilah pagi ini aku memakai kaus berwarna hitam, sedangkan Mirna memakai kaus berwarna biru gelap.

Aku dan Mirna tidak hanya bermain air, tetapi juga membentuk bangunan dengan pasir putih. Lalu, aku dan Mirna bekerja sama mengubur Kak Juna dengan pasir dari ujung kaki hingga sebatas pinggang. Setelahnya, aku mengambil foto Kak Juna sambil tertawa.

Setelah puas bermain, Kak Juna membawaku dan Mirna ke ruang bilas.

“Senja bisa kan mandiin Mirna?”

Aku mengangguk. “InsyaaAllah bisa.”

“Ya udah. Kak Juna tungguin di luar ya.”

Aku mengangguk lalu mengajak Mirna ke ruang bilas yang lumayan ramai. Kami mengantre, tetapi untunglah Mirna tidak rewel dan mau menunggu.

“Kak Senja kapan kita ke sini lagi?” tanya Mirna mendongak menatapku dengan mata berbinar.

Aku tersenyum. “Kalau Kak Juna libur lagi ya.”

“Sama Mbak Sri juga?”

Aku mengangguk. “Iya.”

“Horee!”

Aku tertawa melihat Mirna yang melompat-lompat sambil satu tangannya masih bergandengan dengan tanganku.

Usai mandi, kami kembali ke tikar, ternyata Mas Hanafi sudah menyiapkan makanan bekal. Nasi dan ayam goreng tepung buatan Bu Laksmi. Saat aku baru menyuapi Mirna, Mas Hanafi mengambil alih. Katanya aku pasti sangat lapar jadi Mas Hanafi menyuruhku makan juga.

Aku tersenyum memandangi Mas Hanafi, Mirna, dan Kak Juna bergantian. Hatiku terasa hangat melihat keceriaan Mirna dan berdoa semoga kami bisa berlibur ke pantai lagi atau ke mana pun, tentunya dengan anggota yang lebih lengkap seperti Mbak Sri, Bunda, Bu Laksmi, dan semuanya. Aamiin.

Di perjalanan pulang, Mirna tidur di pangkuanku. Setelah mobil memasuki tol, aku menguap kemudian memejamkan mata.

***

Karena Kak Juna belum selesai bekerja di kafe, Bu Laksmi memintaku menunggu Kak Juna di kamarnya jika aku mau tiduran dulu. Aku mengangguk dan ke kamar Kak Juna. Sebetulnya aku sudah mengantuk, tetapi karena ada PR yang susah, aku menunggu Kak Juna.

Duduk di ranjang, tidak sengaja tatapanku terarah ke atas lemari belajar Kak Juna. Di sana ada celengan berbentuk ayam jago, rumah, dan bebek. Banyak banget.

Penasaran, aku naik ke atas kursi untuk melihatnya. Ternyata ada nama di masing-masing celengan, ditulis di kertas putih yang ditempel menggunakan lakban bening.

Di celengan ayam: kuliah; celengan bebek: Ibu dan Sekar; celengan rumah: Senja.

Aku mengerjap menatap tulisan namaku. Eh? Ini maksudnya apa?

“Senja nggak tidur?”

Aku terkejut saat Bu Laksmi masuk ke kamar. “Bu, ini kok di celengan Kak Juna ada nama Senja? Buat apa?”

Bu Laksmi tersenyum seraya meletakkan minuman dan sepiring cilok lengkap dengan bumbu kacang di meja belajar Kak Juna. “Kak Juna nabung buat nanti kasih kado pas ulang tahun Senja mungkin? Ibu juga kurang tau.”

Aku turun dari kursi. “Maaf ya Bu Senja ngintip celengan Kak Juna, soalnya penasaran ada banyak.”

Bu Laksmi hanya tersenyum dan mengusap kepalaku. “Ibu tinggal dulu ya mau nyusuin Sekar.”

Aku mengangguk. Setelah Bu Laksmi keluar dari kamar, aku hanya duduk sambil melamun.

Aku penasaran.

Akhirnya ketika Kak Juna masuk kamar dan melihatku, aku langsung bertanya kepadanya.

“Maaf ya Kak Juna, Senja udah salah. Tapi Senja penasaran tabungan yang ada nama Senja... buat apa?”

Kak Juna tersenyum lantas duduk di ranjang di sebelahku. Ia mengusap kepalaku. “Kalau ada barang-barang yang Senja mau seperti boneka atau apa pun, Kak Juna bakal buka kunci gembok celengan.”

Aku mengangkat tangan kananku. “Seperti jam tangan ini?”

Kak Juna mengangguk. “Iya.”

Jantungku berdebar kencang saat menatap manik gelap Kak Juna. “Kak Juna... kenapa baik banget sama Senja?”

“Udah jelas, kan, karena Senja itu adik Kak Juna. Sampai kapan pun. Jadi insyaaAllah Kak Juna akan selalu melakukan yang terbaik buat Senja.”

“Makasih. Senja juga bakal nabung buat Kak Juna.”

“Eh, nggak perlu!” ucap Kak Juna menatapku tajam. “Kalau Senja mau nabung ya nabung aja, tapi nggak usah buat Kak Juna ya.”

“Tapi....”

“Jangan bantah.” Kak Juna mencubit hidungku. “Mana PR kamu?”

Aku mengusap hidungku lantas mengeluarkan buku LKS dari tote bag yang kuletakkan di dekat kaki ranjang. Hanya dalam waktu singkat, PR Bahasa Inggrisku selesai. Namun saat akan mengerjakan PR Pkn, mataku terasa berat dan sudah tidak kuat lagi hingga akhirnya terpejam.

Samar-samar kurasakan usapan di kepalaku yang tertutup jilbab.

Have a nice dreamMy Senja.”

SELESAI


Emerald, Kamis, 31 Oktober 2024, 12.40 wib.

Makasih udah ngikutin cerita Senja & Kak Juna 🥰🥰🥰

Mau info Pdf Ready:
1. Stray Cat (Srikandi) 15K
2. Satu Atap (Intan) 7K
3. Satu Atap (Extra Bab-Bagas) 5K
4. Jadi Istri Majikan 10K
5. Cinta Wanita Big Size 10K
6. Suami Idaman Laila 7K
Dll

WA 0877-6528-6021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sayap Malaikat by EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang