8 – Jadi Babysitter
Aku lagi mencoba mengurus Sekar, jadi misalnya semua orang sedang sibuk, aku bisa menjaga Sekar seperti menggendong, memandikan, mengganti popok, meninabobokan, dan lain sebagainya.
“Kamu keren.”
“Apanya, Bang?”
“Masih kelas 6 SD tapi udah bisa jagain adik bayi,” ucap Bang Haikal sambil memainkan tangan mungil Sekar yang berada di pangkuanku. Bang Haikal sekarang sudah kelas 1 SMP, kupikir dia tidak akan lagi datang ke kafe, ternyata belum berubah. Bang Haikal tetap ramah dan masih mau berteman denganku. Terkadang Bang Haikal memintaku menunggu di gerbang sekolah sebelum bel masuk berdentang karena ia ingin memborong keripik daganganku untuk dibagikan kepada teman-teman sekelas di sekolah barunya yang terletak tepat di sebelah gedung sekolahku.
“Banyak anak SD yang bisa jagain bayi, Bang Haikal. Malah kelas 2 SD juga ada.”
“Gitu ya? Tapi di mataku kamu tetap keren dan hebat.”
Aku tersenyum. “Bang Haikal mau coba gendong Sekar?”
“Boleh.”
Baru saja Sekar berpindah tempat dari gendonganku ke gendongan Bang Haikal, tiba-tiba Sekar pipis dan basahannya mengenai kedua tangan juga pakaian Bang Haikal.
Ups, sepertinya aku lupa memakaikan diapers tadi!
“Ehm, maaf Bang Haikal....”
Bukan marah, Bang Haikal malah tertawa-tawa sambil menatap ke arah Sekar. “Senja, kayaknya Sekar suka sama aku deh, nih buktinya baru pertama ketemu udah pipisin aku.”
Mendengar itu, aku pun ikut tertawa. “Ayo ke rumah Kak Juna, Bang Haikal bisa ganti baju di sana, sambil aku gantiin baju Sekar juga.”
Bang Haikal mengangguk. Sambil masih menggendong Sekar—karena ia tidak ingin bajuku ikut basah—kami pun beranjak dari kafe yang ramai menuju paviliun Mas Juna.
Bu Laksmi yang melihat kondisi Bang Haikal langsung meminta maaf dan segera mengambil alih Sekar untuk dibersihkan. “Senja kamu tolong ambilin baju lama Kak Juna ya kayaknya muat buat Den Haikal.”
“Iya Bu Laksmi.” Aku menoleh kepada Bang Haikal lalu menunjuk kamar mandi yang diapit oleh dua kamar tidur. “Bang Haikal tunggu di kamar mandi ya nanti aku bawain baju sama handuk.”
Bang Haikal mengangguk lalu masuk ke kamar mandi.
Usai masalah dengan Bang Haikal beres, kami menikmati teh manis dingin dan singkong goreng buatan Bu Laksmi di teras. Sekar juga sudah rapi dan sekarang digendong Bang Haikal yang duduk bersila.
“Bayi tuh wangi ya,” ucap Bang Haikal sambil menciumi wajah Sekar.
“Iya, makanya aku betah deket-deket Sekar,” timpalku.
Bang Haikal tersenyum. “Nanti kalau Senja punya anak, bakalan selucu Sekar kali ya.”
Aku melongo, lalu pipiku rasanya panas banget. “Ih, Bang Haikal, kan masih lama banget.”
Bang Haikal hanya tertawa-tawa dan kembali mengajak Sekar mengobrol. Sementara aku memegangi kedua pipiku yang terasa panas.
Masalahnya adalah... sekarang aku jadi membayangkan potret pernikahanku bersama Kak Juna, lalu kami punya anak selucu Sekar.
Ih, kenapa pikiranku jadi aneh gini sih? Masa sama Kak Juna alias kakakku sendiri! Ini pasti gara-gara ucapan Bang Haikal tadi!
“Asyik banget nih makan singkong goreng.” Itu Kak Juna, dia lagi jalan menuju teras dari arah pintu pagar paviliun. “Pantas Kak Juna cari-cari di kafe kok kalian nggak ada, ternyata di sini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Malaikat by Emerald
RomansAku mempunyai kakak angkat bernama Arjuna, lengkapnya Arjuna Kavi. Tidak, Ayah dan Bunda tidak mengadopsi Kak Juna, tetapi mereka membiayai sekolah Kak Juna. Kak Juna dan kedua orangtuanya tinggal di paviliun kediaman kami. Ayah Kak Juna adalah penj...