TUJUH

99 32 1
                                    

Budayakan vote sebelum baca dan komen setelah baca!
*****

Rajeng menunggu jawaban dari pria di depannya, tapi pria itu memilih bungkam. Bahkan sampai Rehana pulang ke rumah, pria itu tetap diam. Alhasil, Rajeng harus mengakhiri pembicaraan ini dan memikirkan jawaban atas pertanyaan Rehana. Istri mana pun akan curiga saat melihat perempuan lain ada di rumahnya pada malam hari, berduaan dengan suaminya dalam keadaan basah kuyup.

"Rajeng, kamu kok ada di sini? Bajumu, kenapa basah?" tanya Rehana. Untungnya bukan tatapan menghakimi yang diberikan perempuan itu padanya, melainkan tatapan bingung dan cemas. Tapi, tetap saja Rajeng tak mungkin menjawab alasan sebenarnya ia berada di sini, ia mabuk, salah masuk rumah orang dan mencium suami orang hingga diguyur.

"Tadi... tadi keran airku rusak, terus aku... aku ke sini buat minta tolong ke Ragas. Bajuku basah karena kena air keran yang bocor," jawab Rajeng dengan terbata-bata. Ia takut jika Rehana menyadari kebohongannya dan mengetahui apa saja yang ia lakukan di sini. Membayangkan akan dijambak dan diarak mengelilingi kompleks sebagai pelaku zina membuat ia bergidik ngeri.

"Oh gitu, mau ganti baju dulu ga di kamarku? Nanti kamu masuk angin loh," balas Rehana dengan penuh perhatian yang justru membuat Rajeng merasa bersalah. Sungguh, ia tak ada niatan untuk menggoda suami orang atau merusak rumah tangga perempuan lain. Semua hal bodoh yang ia lakukan tadi karena ia mabuk. Ingatkan dirinya untuk menjauhi alkohol sialan itu, sebelum ia benar-benar dicap pelakor karena minuman itu.

"Engga perlu, aku mau balik aja. Aku balik dulu ya," ucap Rajeng bergegas pergi, namun suara Rehana kembali menahannya.

"Keran airnya gimana? Engga jadi dibenerin?" tanya Rehana dengan raut wajah bingung.

"Aku panggil tukang aja, kaya nya Ragas juga engga bisa benerin, permisi," jawab Rajeng lalu berjalan cepat keluar dari rumah pengantin baru itu.

*****

Sampai saat ini, Rehana belum mengatakan apapun pada suaminya, terutama tentang dirinya yang sudah tahu perihal Rahajeng mengalami amnesia. Entah kenapa ia yakin kalau Ragas sudah mengetahui hal itu sejak lama dan alasan mereka pindah ke kompleks perumahan ini adalah Rahajeng. Sampai saat ini ia tak memahami mengapa suaminya masih mengelak perasaan pada Rajeng, padahal semua itu terlihat jelas.

"Kata dokter kemarin, gimana? Ada perkembangan?" tanya Ragas sebelum berangkat kerja.

Rehana hanya membalas dengan gelengan kepala. Jujur saja, ia tak memiliki keyakinan bahwa pendengarannya bisa kembali seperti mula. Ia sudah menyerah dan menerima takdir akan menjadi tuli seumur hidup dan tak akan bisa menjadi ibu.

"Aku mau berhenti ke dokter, Mas," ucap Rehana saat selesai makan. Ia sengaja bicara saat mencuci piring agar bisa membelakangi suaminya, ia tak mau melihat tatapan kasihan Ragas saat ia membahas mengenai keadaannya yang cacat.

"Kenapa? Dokter bilang begitu?"

"Engga, dokter bilang harus tetap rutin periksa tiap bulan. Aku capek, Mas. Semuanya sia-sia, udah dua bulan dan engga ada perubahan, mungkin memang engga akan pernah ada perubahan," jawab Rehana dengan suara serak, ia berusaha menahan tangisannya karena tak mau dikasihani oleh Ragas. Terakhir kali pria itu mengasihaninya, ia berakhir jatuh hati pada Ragas, namun hanya cinta sepihak.

"Rehana, tolong lanjut periksa. Demi kebaikanmu sendiri dan demi diriku," ucap Ragas yang membuat Rehana membalik badannya.

Selama ini Ragas hanya memintanya rutin periksa demi kesehatannya, tapi kini untuk pria itu. Muncul harapan dalam dirinya bahwa perasaannya ini mulai berbalas. Ia tersenyum sambil menatap suaminya dengan tatapan bahagia, sebelum akhirnya Ragas mematahkan harapan dan kebahagiaannya.

"Jika kau berhenti periksa dan menyerah, aku akan semakin dihantui rasa bersalah," ucap Ragas sambil menunduk.

"Kenapa, Mas? Kenapa kamu menempatkanku di antaramu dan Rahajeng?" tanya Rehana yang tak mampu lagi menahan rahasia bahwa ia sudah tahu apa yang terjadi pada Rahajeng. Ia ingin mendengar langsung alasan Ragas membawa dirinya dalam kisah cinta rumit ini setelah dua bulan menikah.

"Berapa kali aku katakan padamu bahwa aku dan Rahajeng sudah selesai. Hanya ada kau dan aku," jawab Ragas dengan tegas, namun hanya lewat ucapannya, bukan lewat tatapannya.

"Oh ya? Lalu, kenapa kita pindah ke sini, Mas? Cuma untuk melihat Rahajeng kan? Kamu memanfaatkan kondisi Rahajeng yang amnesia agar bisa dekat dengannya karena dia tidak mengingat apa yang telah kau lakukan padanya. Aku benar kan, Mas?" tanya Rehana dengan berlinang air mata.

Ia bisa melihat tatapan terkejut dari mata suaminya. Ragas pasti tak menyangka jika akhirnya ia bisa tahu kondisi Rahajeng. Kali ini Ragas tak menyangkal perkataannya dan pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Menyisahkan Rehana yang hanya bisa menangisi kemalangannya karena harus menjadi benalu dalam kisah Ragas dan Rahajeng.

*****

Tangerang, 20 September 2024

Melukai Itu MudahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang