DELAPAN

155 31 1
                                    

Budayakan vote sebelum baca dan komen setelah baca!
*****

Semakin hari kondisi mental ibunya semakin buruk. Suster Elia mengatakan ibunya terus berteriak histeris memanggil Bram, bahkan suster Elia memohon jika ia mengenal siapa Bram itu, tolong bawa pada ibunya. Tapi, ia sendiri tak tahu siapa Bram yang dimaksud ibunya.

Hari ini ia berniat menemui ibunya untuk menenangkan ibunya. Tapi, ia malah dibuat terkejut dengan kehadiran seorang pria di ruang rawat ibunya. Ia tak mengenal siapa pria itu, tapi pernah melihatnya. Ia tak akan lupa mata yang menatap penuh kebencian dan dendam padanya saat pertama kali bertemu, padahal ia merasa tak punya salah apapun pada pria itu.

Seorang pria paruh baya yang mungkin seumuran dengan ibunya. Walaupun sudah menua, pria itu masih memiliki garis ketampanan yang diturunkan pada putranya. Pria itu adalah pria yang sama yang ia lihat di rumah tetangganya. Ayahnya Ragastya.

"Kenapa Anda ada di sini? Siapa Anda? Apa hubungan Anda dengan ibu? Kenapa ibu tenang bersama Anda?" tanya Rahajeng dengan tatapan menyelidiki.

Beberapa hari belakangan, suster Elia melapor bahwa ibunya selalu teriak tiap hari. Tapi, saat ini ibunya begitu tenang sambil menatap ayah Ragastya dengan senyum lebar. Ia pun teringat akan ucapan Ragastya mengenai masa lalunya tempo lalu dan kini ayah pria itu menemui ibunya. Tampaknya pria paruh baya itu sudah mengenal baik ibunya hingga bisa membuat ibunya tenang.

Bukan hanya ia yang terkejut, pria itu juga terkejut saat melihat kedatangannya. Pria itu hendak pergi begitu saja, tapi ia segera menahan tangannya. Tak akan ia biarkan pria itu pergi tanpa menjelaskan apapun. Saat ia hendak kembali bertanya, suara ibu kembali menyela.

"Bram! Jangan pergi, jangan tinggalkan aku!" teriak ibunya mencoba bergerak, tapi kaki dan tangannya dirantai. Ibunya menangis histeris dan mencoba melepaskan rantai itu, tapi tak bisa.

Rahajeng terdiam membisu sambil menatap bergantian antara ibunya dan ayah Ragastya. Selama dua bulan di rumah sakit jiwa, ibunya tak pernah terlihat sesedih dan setakut itu ditinggalkan olehnya, putri ibunya sendiri. Tapi, kenapa ibunya begitu sedih ditinggalkan pria asing bernama Bram ini? ia pun teringat bahwa Bram adalah nama yang selama ini ibunya sebut. Jadi, maksud ibunya selama ini adalah ayah Ragastya?

"Anda harus menjelaskan semuanya pada saya. Anda tidak bisa pergi begitu saja," ucap Rahajeng dengan nada tegas, penuh penekanan.

"Lepaskan tangan saya, Anda tidak punya hak memerintah saya," ucap Bram dengan tatapan tajam, lalu mendorong Rahajeng.

Bram pergi begitu saja, Rahajeng hendak mengejarnya, namun ia mengingat bahwa ibunya membutuhkannya sekarang. Ibunya kembali menangis dan mengamuk, ia pun segera memeluk ibunya dan berusaha menenangkan ibunya.

"Bu, tenang. Jangan begini, aku jadi sedih lihat ibu seperti ini. Ibu harus sembuh, demi aku. Cuma ibu yang bisa jelasin semuanya, termasuk siapa pria itu di hidup kita," ucap Rahajeng dengan berurai air mata. Ia tak bisa menahan kesedihannya saat melihat ibunya semakin tak terkendali. Akhirnya suster datang dan menyuntikkan obat penenang untuk ibunya. Ia hanya bisa menggenggam tangan ibunya yang tak sadarkan diri dengan harapan suatu saat ini ibunya akan sembuh.

*****

Rahajeng mencari tahu semua informasi tentang Ragastya Pramestawara. Tapi, ia hanya menemukan sedikit info, itu pun info umum seperti nama perusahaan Ragas dan posisinya di perusahaan, tapi tidak dengan silsilah keluarganya. Merasa tak menemukan jalan lain kecuali bertanya langsung pada Ragastya, disinilah Rahajeng berada sekarang. Di depan Pramestawara Corp. Gedung tinggi nan mewah di depannya adalah tempat Ragas bekerja.

Ia tak yakin akan diperbolehkan masuk ke dalam, apalagi ia tak membuat janji temu lebih dulu. Tapi, ia tetap nekat masuk ke dalam. Ia tak kaget lagi jika perusahaan ini memiliki desain mewah dan elegan, mengingat perusahaan ini adalah salah satu perusahaan terbesar di negeri ini. Tapi, ada yang membuatnya jauh lebih kaget yaitu tatapan semua orang padanya.

Jika hanya satu atau dua orang yang menatapnya sambil berbisik, mungkin ia akan menganggap bahwa mereka sedang menilai penampilannya. Tapi, hampir semua karyawan menatap dan berbisik pada satu sama lain setelah melihatnya. Seingatnya ini pertama kalinya ia ke sini dan pakaiannya pun terlihat formal seperti yang lain karena ia memakai pakaian kerjanya, tapi kenapa mereka menatapnya seperti itu?

Ia tetap melangkah ke meja resepsionis, berusaha mengabaikan fakta bahwa ia menjadi tontonan hampir semua karyawan kantor. Bahkan, resepsionis pun terlihat terkejut melihatnya. Sebelum ia sempat bertanya, resepsionis itu sudah lebih dulu memanggil namanya.

"Rahajeng, kamu ada di sini?"

Jelas saja ia terkejut. Ia akui dirinya cukup sukses saat ini dengan usaha yang ia bangun, tapi ia tak menyangka jika karyawan perusahaan sebesar Pramestawara Corp mengenalnya dan mengetahui namanya.

"Maaf, kau tahu namaku dari mana? aku ke sini mau bertemu Pak Ragastya Pramestawara, bisakah aku bertemu dengannya?" tanya Rajeng, tapi perempuan cantik dengan make up menor itu tak membalas atau bergerak sedikit pun untuk menelepon Ragas.

Belum cukup semua kebingungan ini, ia dibuat terkejut kembali saat seseorang memeluknya dengan erat. Ia lantas mendorong dengan kuat pria kurang ajar itu, lalu menamparnya. Ia tak akan membiarkan pria mana pun memperlakukannya dengan tidak sopan. Namun, ia terdiam saat melihat wajah pria di depannya.

"Abiyaksa?" tanya Rahajeng memastikan bahwa pria di depannya benar adalah kekasihnya.

*****

Tangerang, 20 September 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Melukai Itu MudahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang