Budayakan vote sebelum baca, komen setelah baca!
Tes ombak dulu, siapa yang mau cerita ini lanjut?
*****Ada kalanya hidup itu begitu lucu. Saking lucunya, kau akan menertawakan kesialan dalam hidupmu. Itulah yang sedang ia lakukan saat ini, ia melihat suaminya sedang bersama perempuan yang amat ia kenal. Perempuan itu tampak tak mengenalnya atau bahkan tak sudi sekedar mengingat siapa dirinya. Tapi, ia jelas mengenal siapa perempuan nama Rahajeng Jaratisa.
Suaminya dan Rajeng tidak sedang bermesraan. Keduanya bertengkar untuk kesekian kalinya. Tapi, siapa pun termasuk dirinya bisa melihat bagaimana keduanya terlihat begitu serasi bahkan saat berdebat. Tak ada yang mampu menandingi kerasnya Ragas, kecuali Rajeng. Itulah yang selama ini ia dengar. Kisah keduanya masih menjadi dongeng di berbagai perusahaan karena melalui banyak ombak dan badai. Sialnya lagi, ia adalah ombak terbesar untuk hubungan keduanya.
"Ngapain di sini?" tanya Ragas yang ternyata sudah berada di depannya. Ia melamun sampai tak menyadari keberadaan suaminya.
"Siram tanaman, Mas. Kamu udah makan? Aku siapin ya?" tanyanya yang dibalas anggukan kepala oleh suaminya.
Ia masuk ke dalam bersama Ragas. Suaminya baru kembali dari luar kota karena ada urusan bisnis. Ia segera menyiapkan sarapan untuk suaminya, sedangkan suaminya sedang mandi terlebih dahulu. Setelahnya ia dan suaminya sarapan bersama dalam keheningan.
Beginilah rumah tangganya dan Ragas yang canggung dan cenderung hambar. Sampai sekarang pun ia masih tak memahami mengapa Ragas memilihnya dari pada Rajeng. Bukankah dari segi mana pun Rajeng lebih sempurna dibanding dirinya yang cacat ini? Siapa yang sebenarnya ingin Ragas sakiti lewat hubungan ini, Rajeng atau Ragas sendiri?
*****
Sejak pindah ke sini, sering kali Rehana atau disapa Reha mencoba bertemu dengan Rajeng, tapi berakhir gagal. Rajeng seakan menutup akses baginya untuk menemui perempuan itu. Sampai akhirnya ia memiliki kesempatan bicara dengan perempuan itu.
Ia melihat Rajeng sedang duduk bersantai di pinggir kolam renang, ia pun segera berjalan ke arah rumah depannya. Ia sudah sering melihat Rajeng, tapi tetap saja ia selalu kagum pada kecantikan perempuan itu. Rajeng adalah definisi cantik yang berwibawa, matanya yang indah juga mampu menatap tajam lawan bicaranya, badannya yang tinggi dan proposional mampu mengintimadasi lawannya, garis wajahnya yang tegas membuat lawannya tunduk padanya. Kecantikan yang setara dengan ketampanan Ragas.
"Rahajeng," panggil Rehana.
Ia bisa melihat perempuan berusia tiga puluh tahun itu terkejut saat melihatnya. Tapi, untungnya perempuan itu tidak melarikan diri. Untuk pertama kalinya ia berhadapan dengan Rajeng dan bisa melihat betapa baiknya Tuhan menciptakan rupa Rajeng.
Ia terdiam karena takjub, tapi sepertinya Rajeng salah menangkap maksudnya. Rajeng terlihat bingung saat berusaha menggerakkan tangannya. Ia pun jadi ikut bingung, apa yang hendak Rajeng katakan?
"Saya tetangga baru kamu, saya mau bicara sebentar dengan kamu, apa boleh?" tanya Rehana. Anehnya Rahajeng tidak berucap apapun dan malahan menggerakkan tangannya. Keduanya bingung terhadap satu sama lain sampai akhirnya ia mendengar gerutuan dari perempuan di depannya.
"Aduh, ini gimana ya? Gimana cara bicara sama orang tuli? Saya engga bisa bahasa isyarat," gerutu Rajeng yang membuat senyum Rehana memudar.
Ia tahu Rajeng tak berniat menghina kekurangannya. Rajeng sama seperti orang pada umumnya saat tahu ia tuli. Biasanya ia tak akan mengambil hati ucapan orang lain, tapi saat Rajeng mengatakannya, mengapa sulit untuk melupakan hal itu? Apa mungkin karena hatinya tahu bahwa perempuan sempurna di depannya pernah atau mungkin masih menjadi pemilik hati suaminya.
"Saya pakai alat dengar, Rajeng. Engga perlu pakai bahasa isyarat, saya bisa dengar. Saya tuli, tapi belum kehilangan pendengaran sepenuhnya," ucapnya berusaha menjelaskan pada Rajeng.
"Astaga, saya minta maaf. Saya engga tahu kalau kamu bisa dengar," balas Rajeng dengan tatapan bersalah.
"Engga apa-apa, saya ke sini mau bicara mengenai suami saya."
"Suami kamu? Ragas? Mengapa membicarakan Ragas pada saya? Saya engga paham maksud kamu," ucap Rajeng dengan tatapan bingung.
"Rehana!" teriak Ragas memanggil yang membuat Rehana tak sempat menjelaskan maksud ucapannya.
Ragas tampak berlari menghampirinya dengan raut wajah cemas. Bahkan, Ragas berusaha menyembunyikannya dari Rahajeng. Ia kebingungan sendiri dengan reaksi berlebihan suaminya. Rajeng pun ikut bingung karena tak memahami maksud kedatangan suami istri ini.
"Kamu seharusnya engga datang menemui dia, Rehana. Dia bisa memberimu pengaruh buruk," ucap Ragas pada istrinya, tapi tatapannya tertuju pada Rajeng.
Rajeng mendelik kesal karena tak terima dicela tanpa alasan. Perlu digarisbawahi bahwa istri pria itu sendiri yang datang ke sini untuk menemuinya. Tapi, kenapa malah ia yang dituduh memberi pengaruh buruk? Sudah Rajeng duga bahwa Ragas ini punya kelainan di otaknya sehingga tak bisa berpikir jernih.
"Hei, jaga mulutmu! Tanya istrimu, mengapa dia ke sini? Kalau kau takut aku memberi pengaruh buruk padanya, harusnya kau kurung saja istri cacatmu itu! Sekarang aku paham mengapa kau menikahinya, ternyata bukan hanya dia yang cacat, kau juga! Kalian berdua serasi!"
Awalnya Rajeng tak berniat berkata sekasar itu, apalagi sampai mengungkit kekurangan Rehana. Tapi, ia bukan malaikat yang akan membiarkan orang lain menghinanya, tanpa balas menghina balik. Ia tersenyum puas saat melihat raut wajah Ragas yang mengeras karena tak terima dengan perkataannya.
*****
Tangerang, 12 September 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Melukai Itu Mudah
RomancePernahkah kau merasa seperti korban, padahal nyatanya kau pelaku? Tiga orang yang terjebak dalam situasi rumit. Rahajeng, Ragastya dan Rehana. Dunia tahu sebenci apa Ragastya pada kekurangan. Noda kecil pada pakaiannya mampu membuatnya sangat marah...