Terdapat lima orang di dalam ruangan itu. Seorang pria terbaring dengan tenang di atas brankar ditemani dengan kakak perempuannya yang duduk di sisi dengan harap-harap cemas. Pendeta yang membawa mereka ke kediaman tersebut duduk di bagian kaki brankar sambil mengamati sang tuan rumah yang sibuk di hadapan pantri berbahan marmer. Pemuda itu tengah sibuk dengan beragam peralatan laboratorium berbahan kaca dan banyak tanaman herbal, meracik bahan-bahan yang telah disiapkan dan mengolahnya dengan telaten untuk dijadikan obat bagi pasiennya.
Ruangan itu terasa lengang bagi Erin, meski sesekali terdengar suara gesekan alu yang beradu dengan mortar porselen dari pantri di sisi kiri ruangan. Kedua matanya terus berfokus pada wajah sang adik yang tengah kehilangan rona kehidupannya. Erin merindukan adiknya yang biasanya tampak dipenuhi dengan semangat kehidupan. Kini, kulit sang adik malah berubah nyaris sepucat boneka porselen yang biasa dijumpai Erin di etalase toko seni. Bibir Ethan tampak membeku dan kaku, seakan-akan ia telah menghabiskan waktu terlalu lama di luar rumah ketika badai salju tengah berlangsung.
Samar, rungu gadis itu menangkap suara alas sepatu yang beradu dengan kerasnya ubin. Langkah demi langkah, Erin dapat merasakan kehadiran sosok sang pemilik rumah di sisi lain brankar adiknya.
Pemuda tersebut -yang diketahuinya bernama Jonathan- telah membersihkan diri dari entah-apa-yang-mengotorinya tadi. Erin menduga, kalau cairan yang melekat di helaian rambut legam serta wajah Jonathan adalah darah yang telah mengering atau sejenisnya. Sayangnya, bau yang ditangkap oleh indra penciumannya tidak begitu kuat jadi ia tidak tahu apa itu. Sekilas tercium aroma anyir yang khas layaknya aroma besi yang berkarat. Namun, ia juga menangkap kalau ada aroma bunga mawar yang terselip di antara bau anyir tersebut.
Netra Erin kembali memperhatikan apa yang tengah dilakukan Jonathan di sisi lain brankar adiknya.
Sebuah mortar berisi tanaman herbal yang ditumbuk halus, vial kaca berisi dengan cairan berwarna lembayung yang jernih, serta sebuah scalpel diletakkan di nakas samping brankar adiknya. Dahi Erin lekas mengernyit ketika melihat keberadaan benda tajam tersebut.
"Untuk apa benda itu? Apakah adikku perlu dilukai dengan benda seperti itu untuk disembuhkan?" tanyanya dengan nada yang terlampau skeptis pada sang pemilik rumah.
Jonathan tidak menjawab pertanyaan gadis itu dan mulai memeriksa bagian tubuh Ethan, terutama di bagian nadinya yang dekat dengan permukaan kulit. Belum sempat Erin kembali membuka mulutnya untuk memprotes, Pendeta Peter lebih dulu menjawab pertanyaan tersebut, "Hal itu diperlukan, Nona Erin. Agar obatnya mendapatkan akses masuk melalui bagian yang pernah digigit dengan optimal. Kami menggunakan metode seperti ini untuk meredakan efek dari ichor yang telah merebak ke seluruh bagian tubuh korban."
Setelah mendapat jawabannya dari sang pendeta kuil, Erin menghela napasnya dan membiarkan Jonathan melakukan pekerjaannya dalam hening. Sesekali, mata kecokelatan Erin bergulir memandang ke arah sang pewaris keluarga Sterling yang tampak begitu fokus lalu kembali memperhatikan apa yang ia lakukan. Jemari panjang nan ramping pemuda itu terlihat memberikan sayatan kecil di kulit Ethan dengan profesional, lalu membubuhi luka tersebut dengan tumbukan tanaman herbal yang dibungkus dengan kain kasa setelah darah yang keluar diseka dengan kapas. Setelah memastikan obatnya melekat dengan baik di bekas gigitan itu, Jonathan kembali beralih ke arah nakas dan menuangkan cairan dari vial kaca ke dalam alat diffuser yang telah diisi dengan air bersih.
"Aroma apa ini?"
"Vervain. Zat dari ichor vampir bersifat kontradiktif dengan kandungan dalam tumbuhan verbena. Itu akan membangkitkan kesadarannya dengan lebih cepat. Saya akan memantau kondisinya setiap empat jam sekali," ujar Jonathan lalu membereskan peralatannya dari nakas dan membawanya kembali ke meja marmer.
Pemuda itu lenyap di balik daun pintu ruang kesehatan dan meninggalkan mereka bertiga di sana. Kening Erin mengernyit samar, memikirkan tentang keanehan yang menyelimuti pemuda itu bahkan hingga menonaktifkan saraf fasialisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ yungi au ]: 𝐕𝐄𝐍𝐀𝐓𝐎𝐑
FanficJonathan sejujurnya tidak tahu mengapa semua itu menimpa keluarganya. Mengapa harus ia yang menanggung semua duka itu? Apakah semua kebahagiaan harus ditebus dengan kesedihan dan kehilangan? Apa Jonathan harus mengembannya seorang diri atau lebih ba...