Chapter 9

11 2 0
                                    

Jonathan tengah mencapai separuh bagian buku yang dibacanya di bawah pohon linden saat gadis yang telah menginap di kediamannya sejak beberapa hari lalu berlari ke arahnya sembari meneriakkan, "Ethan telah sadarkan diri!"

Sang pemilik rumah bergegas memberi pembatas seadanya pada halaman buku yang ia baca sebelum akhirnya bangkit dari posisi duduknya dan mengikuti Erin yang lebih dulu berlari kembali ke dalam rumah. Kaki jenjang Jonathan terus melangkah menyusuri rerumputan hingga memijak permukaan ubin marmer kediamannya tersebut. Daun pintu ruang kesehatan telah terbuka lebar, memperlihatkan sang pendeta kuil yang berdiri di sisi brankar bersama dengan sang kakak dari pasien dan kepala pelayannya. Pemuda yang berada di atas brankar telah membuka matanya dengan tatapan yang amat lesu seakan-akan seluruh kehidupan telah ditarik keluar dari raganya.

Jonathan melangkah mendekat dan mengulurkan tangan ke arah kait gorden yang berada di atas kepala pasiennya. Kebetulan, hari sedang cerah dan banyak curahan sinar mentari yang menerangi permukaan bumi. Maka, tepat setelah pengait gordennya ditarik, sang pasien langsung terpapar sinar mentari yang begitu menyilaukan netra.

Ketiga orang yang berada di ruangan tersebut refleks menyipitkan kelopak mata mereka dan menghindari paparan cahaya yang tiba-tiba menyeruak membutakan indra.

Kedua bola obsidian Jonathan hanya fokus untuk mengamati reaksi pemuda yang terbaring lemah di atas brankarnya. Tidak ada tanda kulit melepuh dan luka bakar, tidak tampak tindakan defensif yang abnormal terhadap terpaan cahaya mentari. Jonathan mengangkat dagu pemuda tersebut menggunakan bagian sudut bukunya, menelisik ke bagian bekas luka gigitan yang sebelumnya menjadi sumber hipotesisnya.

Bekasnya telah benar-benar pudar dan hanya meninggalkan ruam kecokelatan yang samar.

Bukunya diturunkan dari dagu pemuda tersebut, berikut dengan kait gorden yang ditarik kembali untuk menghalau cahaya mentari masuk terlalu banyak ke dalam ruangan.

"Kau sudah pulih. Pembuluh darahmu bersih. Sekarang, katakan, di mana kau mendapatkan gigitan itu?"

Bibir pucat Ethan terkatup rapat dengan raut harap-harap cemas dan lirikan mata yang tampak kebingungan. "Katakan, Ethan, ia berniat membantumu," sahut Pendeta Peter dengan kedua sudut bibirnya yang tersungging ramah.

Sang pemburu menduga kalau keduanya telah bertukar sapa sebelum Jonathan sampai di ruangan tersebut. Sebab, Ethan langsung tampak meyakini apa yang dikatakan oleh pendeta kuil tersebut dan menjelaskan dengan suara yang lirih. Rungu pemuda bernama belakang Sterling itu menangkap seluruh informasi yang dipaparkan oleh Ethan, sementara sang kakak perempuan dari pemuda itu tercenung dengan raut terkejut yang tak kunjung pudar di wajahnya.

Semuanya berawal dari Ethan yang diundang temannya untuk datang ke kelab malam dalam rangka merayakan kemenangan tim bola kasti jurusan mereka yang berhasil melaju ke babak semi-final. Sejujurnya, Ethan tidak pernah mengunjungi tempat seperti itu di sepanjang hidupnya. Tentu saja, ia tidak menyadari kalau tempat seperti itu pun menyimpan ancaman tersembunyi dalam bentuk-bentuk yang tidak ia ketahui. Pemuda itu hanya mengingat dentuman musik yang memekakkan telinga, pertunjukan eksplisit dari penari tiang di beberapa sudut tertentu, lalu berbagai aroma yang tercampur menjadi satu di bawah pendingin ruangan. Tidak yakin mengapa si bungsu keluarga Hunt berakhir menyetujui undangan temannya itu.

Ada satu hal samar yang berkelebatan dalam ingatannya secara samar. Pendaran tulisan dari lampu neon yang meliuk berwarna merah terang membakar pupil matanya dalam kesilauan.

"Apa huruf awalnya?"

"Kalau tidak salah, huruf P."

"Apakah kau pergi ke kelab malam di luar kota?"

Kepala Ethan menggeleng pelan. "Tidak. Kurasa, lokasinya di dekat pusat perbelanjaan Maritsa. Aku sempat melihat patung dewa Ares yang terkenal dari tempat tersebut. Namanya hanya terdiri dari satu kata, tapi aku rasa itu mengandung unsur yang buruk."

Netra sekelam jelaga itu bergulir ke arah Pendeta Peter di seberang brankar. Senyum sang pendeta kuil tampak memudar dan timbul dengan samar. Sorot mata Jonathan kembali terarah pada pasiennya.

"Pandemonium?"

[ yungi au ]: 𝐕𝐄𝐍𝐀𝐓𝐎𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang