Aroma dari dupa beraroma kayu cendana menguar di dalam ruangan bernuansa putih dengan terangnya kemilau pelita keemasan di setiap sisi dan sudutnya. Pemuda itu lekas beranjak dari ruang kesehatan menuju ke ruangan tersebut seusai memeriksa keadaan Ethan. Pelita di ruangan itu tidak pernah dibiarkan padam. Bahkan, pemuda itu dan sang kepala pelayan bergantian memastikan pelitanya cukup untuk menyala selama seharian penuh hingga minyaknya perlu ditambah atau sumbunya yang perlu diganti.
Setelah memastikan seluruh pelita yang padam kembali menyala, pemuda itu kemudian berlutut di hadapan jendela besar yang menampakkan pemandangan angkasa lepas. Kedua matanya terpejam dengan kedua tangan yang menyatu ke tengah dan bagian ujung jari tengah serta telunjuknya menyentuh permukaan dahi. Selama beberapa waktu, ia terdiam. Lisannya tidak pernah bersuara setiap kali lututnya beradu dengan permukaan lantai di ruangan sakral itu.
Namun, hatinya yang biasanya terselimuti resah pun enggan berbisik lirih kepada sang dewa kali ini.
Jonathan mengaku, kalau ia bukanlah seseorang yang religius. Kepercayaannya pada keberadaan dewa masih sperti berandai-andai, berusaha menemukan kata dan makna yang tepat untuk meyakini keilahiannya dengan segenap hati nurani. Seringkali, ia menemukan dirinya tidak sejalan dengan persepsi dari kuil terhadap ideologi kekuasaan dewa yang mereka temukan di catatan-catatan para leluhur. Tidak jarang, ia merasa batinnya berkonflik dengan idealisme kebaikan dewa—terutama tentang merelakan dan memaafkan.
Dewa begitu identik dengan nilai-nilai kebaikan, suci dari belenggu angkara yang masih sangat berkemungkinan untuk mengikat makhluk fana seperti Jonathan. Pemuda itu seringkali merasa percuma untuk mengharap pengampunan dari dewa untuk jiwa-jiwa yang telah direnggut oleh kedua tangannya. Meski nyatanya, sembilan puluh sembilan persen korban dari pemburuannya bukanlah manusia lagi. Melainkan, makhluk yang berevolusi dari manusia menggunakan energi negatif dari para iblis untuk bangkit dan berjalan di dunia.
Pikirannya terus menentang pengampunan dewa yang terdengar begitu agung dan hangat. Sukmanya terus menghenyak ide-ide tersebut dengan keraguan yang kemudian berkembang layaknya oksidasi yang menggerogoti bagian dalam buah-buahan yang dibiarkan terlalu lama.
Bahkan, sejak Jonathan kecil, orang tuanya juga tidak terlalu mengenalkan pemuda itu kepada kepercayaan mereka terhadap kuil dan dewa. Mereka malah meyakini, kalau selama ini, nama keluarga mereka dibesarkan karena kontribusi dari leluhur-leluhur mereka yang berhasil menjalankan misi perburuan mereka dengan baik dan sempurna.
"Congkak," kata Pendeta Peter beberapa masa yang lalu.
Jonathan tidak menyangkal, karena hal itulah yang akhirnya menyeret seluruh keluarganya dalam tragedi nahas di umurnya yang masih remaja kala itu. Sang ayah yang terlalu congkak untuk menerima kekurangan manusia dalam sisi kekuatan mereka dibandingkan para makhluk supranatural yang mereka hadapi, memutuskan untuk bereksperimen dan mengundang kemalangan pada keluarga mereka. Beritanya masih simpang siur, tapi informasi yang diberikan oleh kuil dari hasil investigasi mereka hanyalah itu.
Jonathan belum sempat mengais masa lalunya untuk menelisik kebenaran yang disimpan oleh sang ayah selama bertahun-tahun lalu.
Banyak cacatan eksperimen yang tertinggal di ruang kerja beliau sebagai kepala keluarga beberapa masa lalu dan tidak ada yang bisa membuka ruangan tersebut selain Jonathan hingga sekarang ini. Pemuda itu bergegas mencari bantuan dari orang yang sekiranya dapat ia percaya waktu itu untuk menyegel pintunya dengan sebuah mantra yang membuatnya tertutup dengan sebuah dinding. Dinding tersebut hanya dapat dilenyapkan keberadaannya hanya dengan izin Jonathan dan hanya Jonathan.
Tidak peduli siapa kepala keluarga di masa-masa selanjutnya kelak.
Selama Jonathan belum berkehendak, tidak akan ada yang mampu menelisik lebih jauh terkait ruang kerja ayahnya atau bahkan menyalin pekerjaan tercela yang telah diarsipkan selama puluhan pekan dan bulan lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ yungi au ]: 𝐕𝐄𝐍𝐀𝐓𝐎𝐑
FanfictieJonathan sejujurnya tidak tahu mengapa semua itu menimpa keluarganya. Mengapa harus ia yang menanggung semua duka itu? Apakah semua kebahagiaan harus ditebus dengan kesedihan dan kehilangan? Apa Jonathan harus mengembannya seorang diri atau lebih ba...