BUMANTARA: Mereka boleh

70 13 4
                                    

manusia itu bukan sulit untuk dipahami, tapi sulit menemukan cara untuk memahaminya..

"Assalamualaikum warahmatullah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Assalamualaikum warahmatullah.."

Bumantara mengusap kedua tangannya ke wajahnya. Remaja tinggi itu menutup kedua matanya sembari berdzikir pelan sesuai dengan gerakan tasbih ditangannya.

"Kasian adekmu!"

"Mas apin tolol!"


Ingatan itu tiba-tiba melintas di kepalanya. Bumantara menggeleng pelan guna menepis pikiran tak baik itu.

"Aamiin ya rabbal alamin,"

"Pin,"

"Eh, pakde.." Bumantara menyalimi tangan seorang pria dewasa yang baru saja menghampirinya.

"Kamu sendiri aja? Ayah, mas sama adekmu?" Tanya pria dewasa itu.

"Solat di rumah, gisan kecapean gara-gara ekstra tadi sore. Kalau mas anca masih ada tugas kampus, ayah ada.."

Junad, pria dewasa yang menghampiri Bumantara manggut-manggut paham dengan penjelasan Bumantara, keponakannya. Iya, Junad adalah adik kandung Sanjaya, ayahnya Bumantara.

"Jendela kamar mu udah di baiki?" Tanya Junad membuka topik pembicaraan.

Bumantara menyengir lucu,
"Hehe.. belum, pakde. Ayah bilang dia belum ada waktu. Padahal ayah tinggal beli alatnya aja, aku bisa baiki sendiri.." jawabnya.

Junad menggeleng heran,
"Ayahmu itu. Di suruh baiki, selalu nggak ada waktu. Pakde yang mau baiki, dianya nggak mau. Entah apa maksudnya," katanya bingung.

Bumantara menggeleng tak paham. Junad saja tidak bisa memahami adiknya, apalagi dirinya yang hanya seorang anak?

"Ayah mungkin beranggapan kalau jendela ku itu belum rusak. Makanya dinanti-nanti baikinnya," katanya.

"Sabar aja, pasti nanti ada masanya, kok."

Bumantara dan Junad berjalan beriringan keluar dari masjid sambil berbincang kecil mengenai sekolah Bumantara.

"Bum!"

Tidak hanya Bumantara, Junad pun turut menoleh ke arah sumber suara. Seorang remaja lelaki yang lebih pendek dari Bumantara terlihat menghampiri mereka.

"Mas zhai," kata Bumantara antusias.

Mas Zhai, si Koko China yang sangat tampan juga cantik di waktu yang bersamaan. Zhairev Adriansyah Atmadja adalah nama panjangnya. Iya, Zhai adalah kakak Rafiq.

"Pakde," Zhai menyalimi tangan Junad dengan sopan, kemudian beralih merangkul pundak Bumantara dengan hangat.

"Ngapain disini, mas?" Tanya Bumantara.

ʟᴀɴɢɪᴛ ɪᴛᴜ ʙᴜᴍᴀɴᴛᴀʀᴀ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang