8. Terjadi Lagi

36 8 10
                                    

Happy Reading

*****

"Apa, sih, Ay?" Arvin kembali memasang wajah dingin seperti sebelumnya.

Ekor mata Zoya berputar. "Kenapa kembali ke mode awal? Apa perkataanku tadi sudah keterlaluan?" ucapnya dalam hati.

Keduanya terdiam beberapa saat hingga kendaraan yang ditumpangi berhenti di parkiran.

"Turun, Ay," suruh Arvin karena melihat perempuan di sebelahnya terbengong.

"Iya ... iya. Aku turun sekarang." Zoya sudah hampir menapakkan kakinya ke tanah. Namun, semua dia urungkan ketika suara Arvin terdengar.

"Di dalam, sudah ada Pak Nareswara yang menunggu keputusanmu untuk menandatangani perjanjian kerja sama."

Zoya menoleh dengan mata terbuka dan alis yang hampir bertaut. "Gila, ya. Belum juga aku membaca berkas kerja sama sudah suruh menyetujui dan tanda tangan."

Mendengkus, Arvin membalas tatapan Zoya lebih sengit. "Bisa, nggak, jangan mengedepankan emosi. Katanya pinter. Masak memahami perkataanku tadi saja, nggak bisa."

Arvin turun lebih dulu, lalu berlari ke sisi pintu Zoya. Layaknya perlakuan seorang kekasih, lelaki itu memegang pintu, tangan yang lain dia letakkan di pinggiran supaya kepala Zoya tidak terantuk. 

"Nggak usah sok perhatian," ucap Zoya.

"Aku adalah pegawaimu. Keselamatanmu, tanggung jawabku."

Setelahnya, Arvin berjalan terlebih dahulu. Sampai di ruangan yang biasa digunakan Arsyad, lelaki itu mempersilakan Zoya masuk. Dia bahkan membukakan pintu untuk putri majikannya.

"Masuk dulu, Pak Nareswara masih ada di ruanganku."

Zoya cuma menganggukkan kepala. Memasuki ruangan yang sudah lebih sepuluh tahun tidak dia masuki, si gadis duduk di singgasana kebesaran Arsyad. Foto berukuran 4R terlihat. Senyum manis  bundanya yang memiliki lesung pipi dengan balutan jilbab pasmina, begitu menggelitik hatinya.

"Mengapa Ayah masih menyimpannya? Bukankah pernikahannya dengan Ibu sudah sangat lama, tapi kenapa malah nggak ada foto beliau di ruangan ini. Fotonya Adeeva juga nggak ada padahal ayah jelas sangat menyayanginya," gumam Zoya, "Apa mungkin disimpan di laci?"

Tangan kanannya menarik laci meja, mencari-cari foto Adeeva dan Sekar. Namun, Zoya malah menemukan fotonya dan Arvin.

"Aya, aku masuk, ya," ucap seorang lelaki dari luar. Zoya hafal bahwa tu suara Arvin.

"Masuk saja." Sebelum lelaki itu masuk, Zoya menyembunyikan foto lama tersebut.

"Ay, aku bawa Pak Nares," ucap si lelaki.

Sekilas, Zoya melirik Arvin sebelum memutuskan untuk menghindari tatapan lelaki itu. Walau merasa ada yang aneh dengan Zoya, Arvin tak bertanya apa pun. Dia memilih fokus pada pembahasan yang akan dilakukan dengan Nareswara.

"Halo, Om. Lama nggak ketemu. Gimana kabarnya?" Tangan kanan Zoya terulur untuk bersalaman. Dia juga berdiri dan mengajak salah satu rekan kerja ayahnya itu untuk duduk di sofa.

"Kabar baik, Aya. Sekarang, kamu sudah jauh terlihat dewasa. Apa kabar ayahmu?" Nareswara membalas uluran tangan Zoya.

"Ay, ini berkas-berkas kerja sama dengan Pak Nares. Kamu bisa pelajari dulu. Kalau ada yang nggak dimengerti tanyakan saja," sela Arvin, "aku kembali ke ruanganku sebentar."

"Kamu nggak nemeni aku, Vin?" tanya Zoya. Entah mengapa, dia sedikit grogi saat lelaki itu mengatakan akan meninggalkannya.

"Ada yang harus aku selesaikan, Ay. Nggak lama. Setelahnya, aku pasti ke sini lagi."

Saingan, Kok Nikah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang