12. Haruskah Patah Hati?

43 9 30
                                    

Happy Reading

*****

"Dari mana kamu mendapatkan semua ini?" tanya Bara. Suaranya keras membahana hingga membuat Sekar dan Zoya tersentak, takut.

"Menurutmu?" tanya Arvin, "bukankah kamu memblokir seluruh fotografer untuk mendokumentasikan acara tersebut. Tapi, kamu lupa bahwa aku bisa mendapatkan langsung dari sumbernya karena kamu nggak mungkin menghalanginya."

"Nggak mungkin." Bola mata Bara melebar dengan wajah memerah. "Siapa kamu sampai mengenal Kahyang?"

"Jadi, perempuan ini namanya Kahyang?" sahut Zoya, Pikirannya langsung tertuju pada perkataan Arvin pagi tadi. "Nggak nyangka kamu tega, Bar."

"Apa, sih, Sayang. Aku sama dia itu dijodohkan. Sebentar lagi, kami sepakat untuk memutuskan pertunangan." Bera berusaha menyentuh pergelangan Zoya, tetapi ditolak.

"Sebaiknya, kamu pergi dari sini," usir Sekar pada Bara, "lelaki sepertimu, selamanya nggak akan pernah jujur."

"Tapi, Bu," bantah Bara. Menatap Zoya, mencari dukungan. "Sayang, aku bisa jelaskan. Bulan depan, aku sama dia sudah selesai. Kita bisa lanjutkan rencana pernikahan," rengek Bara.

Arvin mencebik, lalu lelaki itu membukakan pintu setelah melihat ke layar ponselnya. Senyumnya terkembang melihat kedatangan seseorang yang sejak tadi ditunggu.

"Kamu yakin bulan depan kita bisa menikah?" tanya Zoya seperti gadis bodoh yang mudah ditipu.

"Yakin, aku datang ke sini untuk mengatakan semua ini. Sebenarnya, aku sudah mau cerita tentang masalah ini. Tapi, Arvin lebih dulu memfitnah. Cewek yang pengen aku nikahi cuma kamu. Percayalah." Bara memberanikan sekali lagi untuk menyentuh pergelangan Zoya.

Di belakang mereka, Arvin cum bisa menonton adegan itu dengan senyuman. Berbeda dengan perempuan yang baru saja datang. Cewek itu langsung mencengkeram kerah kemeja Bara dari belakang.

"Benarkah cuma dia yang kamu cintai? Lalu, hubungan kita yang berjalan lebih tujuh tahun, kamu anggap apa?" sentak si perempuan yang tak lain adalah Kahyang. Arvin sengaja mendatangkan cewek itu untuk meyakinkan Zoya bahwa Bara adalah lelaki bajingan.

"Kahyang?" Sontak wajah Bara memucat, matanya mendelik ketika melihat sosok perempuan di hadapannya.

"Iya, ini aku? Coba katakan sekali lagi perkataanmu tadi." Perempuan itu membalas delikan Bara.

"Nggak gitu, Yang." Wajah Bara makin memucat apalagi tatapan Zoya penuh kebencian tengah mengarah padanya.

"Pergi kalian semua!" bentak Arsyad yang entah sejak kapan sudah melepaskan alat pernapasannya. Napasnya mulai tersengal membuat Arvin bergerak cepat untuk memanggil dokter.

"Jangan pergi, Vin," ucap Arsyad terbata.

"Yah, kesehatanmu belum pulih," sahut Sekar sambil mencoba memasangkan kembali peralatan pernapasan sang suami.

"Aku nggak akan mati sebelum menyaksikan pernikahan Zoya dan Arvin," tambah Arsyad, "panggil Pak Nardi, carikan juga saksi untuk pernikahan mereka. Kalau perlu minta tolong Pak lurah dan Ustad juga Pak RT. Panggil Ashari sama Maryam. Aku mau mereka menikah sekarang."

"Iya." Jemari Sekar segera menekan kontak yang ada di ponselnya.

"Ayah," panggil Zoya. Suaranya terdengar putus asa.

"Pak, minta tanyakan kesedihan Zoya dulu," pinta Arvin.

"Nggak perlu tanya dia. Apa kamu mau lihat Bapak mati di depanmu. Vin, kamu sudah berjanji akan mengambil tanggung jawab sebagai anak laki-lakinya Bapak. Lagian, Bara nggak akan mau menikahi Zoya jika tahu dia sudah nggak ...."

Saingan, Kok Nikah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang