~Happy Reading~
.
.
Nathan duduk di sofa apartemennya, wajahnya tampak masam dan penuh amarah. Kaki yang digoyangkannya dengan gelisah menunjukkan bahwa pikirannya sedang kacau.
Dia sudah menunggu cukup lama, dan frustasi yang melingkupinya seolah-olah semakin menjadi-jadi.
Ding! Dong!
Bel pintu berbunyi, dan tanpa berpikir panjang, Nathan langsung bangkit dengan cepat. Dia tahu siapa yang ada di luar pintu-Maya. Tidak mungkin orang lain.
Begitu pintu terbuka, Nathan langsung menarik Maya dengan kasar. Wajahnya keras, jauh dari kelembutan yang pernah ia tunjukkan seperti terakhir kali mereka bersama saat malam di bar.
Nathan bisa menjadi pria yang manis, penuh perhatian, dan lembut. Namun, semua itu sekarang tampak seperti masa lalu yang tak terjangkau lagi.
"Ayo! Langsung ke kamar aja," ucap Nathan dengan suara berat, tangannya mencengkeram lengan Maya dengan erat.
"Lo tau kan buat apa gue manggil lo ke sini?" lanjutnya sambil menyeret Maya ke dalam apartemen, menuju kamar tanpa memberikan kesempatan padanya untuk menolak.
Maya hanya bisa pasrah, menunduk mengikuti tarikan kasar Nathan. Hatinya terasa berat, namun ia tahu bahwa jika ia melawan, itu hanya akan membuat segalanya menjadi lebih buruk.
Di dalam hatinya, dia merasa ada yang hancur setiap kali Nathan memperlakukannya seperti ini, namun dia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Dia tidak berani menolak.
Nathan, di sisi lain, menganggap Maya bukan lebih dari sekadar pelampiasan. Dalam benaknya, Maya adalah 'miliknya', seseorang yang dia pakai untuk melayani nafsunya yang tinggi saat stress dan frustasi menghampiri.
Baginya, Maya seperti jalang pribadinya-dia tidak perlu repot-repot ke klub atau mencari wanita lain. Gagasan harus berbagi dengan orang lain atau menggunakan jalang yang sudah 'dipakai' orang lain membuat Nathan jijik.
Dia lebih suka menggunakan Maya, yang baginya bersih dan miliknya sepenuhnya.
Dia mencengkeram tangan Maya semakin kuat, menyeretnya lebih dekat ke kamar. Matanya menatap Maya dengan intens, penuh dengan keinginan untuk segera mengakhiri rasa frustasinya.
"Lo tau sendiri kan? Kalau lo nggak mau bikin gue jadi makin emosi, lo harus nurut. Jangan bikin masalah lagi, May." Suaranya mengancam, dan Maya tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain.
Namun, tiba-tiba Maya menghentikan langkahnya, mencoba melawan. "Tunggu! Nathan, malam ini nggak bisa...," suara Maya terdengar pelan, hampir berbisik, tetapi penuh ketakutan. "Gue... gue lagi dapet."
Kalimat terakhir Maya nyaris tak terdengar, tapi itu cukup membuat Nathan berhenti sejenak. Untuk sesaat, ruangan itu penuh dengan keheningan yang mencekam.
Namun, bukannya meredakan ketegangan, kata-kata Maya justru memicu reaksi yang jauh lebih buruk.
Plak!
Sebuah tamparan keras menghantam pipi Maya, membuat tubuhnya hampir terhuyung mundur.
Pipinya langsung memerah, dan dia memegangi wajahnya yang terasa panas akibat tamparan itu. Air mata menggenang di sudut matanya, tapi dia berusaha menahan isakannya.
"Anjing lo!" teriak Nathan dengan suara penuh kebencian.
"Kenapa lo nggak bilang dari tadi, hah?!" Mata Nathan menyala-nyala penuh dengan kemarahan yang tak terkendali. "Lo sengaja mau mempermainkan gue, ya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Charmed by Lies
Roman d'amourNathaniel Hastanta, seorang pria karismatik dan manipulatif. Tahu bahwa Ayesha Shekilla, pacarnya, mulai merencanakan balas dendam setelah mengetahui perselingkuhannya dengan Maya, rekan kerja di kantor - sekaligus FWB-annya sejak masa kuliah. Namu...