Bab 13. Obsesi

66 13 10
                                    

~Happy Reading~

.

.


Breng!

Suara hantaman barbel ke lantai bergema di seluruh ruangan. Nathan, dengan tubuh yang berkeringat, meletakkan alat berat itu dengan keras, menarik napas panjang, sementara pandangannya tertuju pada Maya yang sedang berlari di treadmill.

Earphone terpasang erat di telinganya, seolah mencoba menenggelamkan dirinya dalam dunia lain, jauh dari realitas yang begitu menyakitkan.

"May..." panggil Nathan pelan, suaranya tertelan oleh suara mesin treadmill dan musik yang keluar dari earphone Maya.

Nathan mengerutkan kening. "Maya..." dia mencoba lagi, kali ini lebih keras, namun tetap tidak ada respons.

Rasa kesal mulai merambat naik ke tenggorokannya. Dengan langkah cepat, Nathan menghampiri treadmill Maya dan tanpa peringatan, dia mematikan mesinnya.

Maya tersentak, berusaha menyeimbangkan diri sebelum mesin itu benar-benar berhenti. Dia melepas earphone dari telinganya dengan gerakan malas, menatap Nathan dengan tatapan enggan.

"Kenapa?" tanyanya datar.

Nathan menatapnya dengan tatapan tajam, melihat kekesalan di mata Maya, tapi dia tidak peduli. Sejak malam terakhir mereka, Maya memberinya perlakuan dingin, dan itu membuat Nathan semakin kesal.

Dia tidak suka diabaikan, terlebih oleh Maya, seseorang yang dia anggap sebagai miliknya.

"Mukanya jangan ditekuk gitu dong, May," kata Nathan, mencoba menghilangkan ketegangan dengan nada sedikit bercanda, meski nada itu terasa hampa.

Maya tidak merespons, dia hanya berjalan ke bangku istirahat tanpa berkata apa-apa. Nathan mengejarnya, tidak tahan dengan sikap Maya yang mengabaikannya.

"Come on, gue udah minta maaf loh," katanya sambil terkekeh, berusaha menghidupkan suasana.

Tapi Maya tetap diam, membuka botol airnya dan meneguknya pelan, mengabaikan kehadiran Nathan. Merasa dipermalukan dan diabaikan, Nathan kehilangan kesabaran.

Saat Maya sedang minum, dia menoyor leher Maya dari belakang, membuat air yang baru saja ditelannya tersedak keluar dan membuatnya batuk-batuk.

“Dengerin kalau orang ngomong!” seru Nathan dengan suara yang mulai meninggi, matanya melotot dengan kemarahan yang jelas terlihat. “Lo punya kuping gak sih?!”

Maya memegang lehernya yang terasa sakit akibat dorongan mendadak Nathan. Dia menoleh perlahan, tatapan ketakutannya jelas terlihat, tapi dia tidak mengatakan apa pun.

Kali ini, Nathan kembali menunjukkan sisi aslinya, sisi yang hanya Maya kenal—posesif, manipulatif, dan penuh obsesi.

"Sialan lo!" Nathan melanjutkan dengan suara rendah yang sarat ancaman. "Mentang-mentang gue gampar lo dikit waktu itu, lo langsung berubah kayak gini, hah? Dasar lembek!"

Maya terdiam, tubuhnya menegang, mengingat malam terakhir dia diamuk Nathan. Sejak saat itu, dia mulai menjaga jarak dari Nathan. Namun, sekarang, Nathan terlihat tidak akan membiarkan dia pergi begitu saja.

"Lo pikir lo bisa ngasih gue silent treatment, ya?" Nathan mendekatkan wajahnya, suaranya terdengar lebih dingin.

"Gue tau lo cemburu. Tapi lo tuh siapa, May? Inget lo tuh cuma... buat seneng-seneng doang. Lo bukan siapa-siapa dibanding Ayesha."

Nathan mendengus, melangkah mundur sedikit lalu menyilangkan tangannya di dada.

“Dengar ya, gue mau tunangan sama Ayesha bulan depan.” Ucapannya keluar dengan santai, seolah-olah dia hanya memberi tahu jadwal liburannya, bukan menghancurkan perasaan orang yang ada di depannya.

Charmed by LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang