34. Non-rank 10 - Aralie - Laboratorium of Pleasure

4K 83 5
                                    

Sekitar siang itu, aku memutuskan untuk menyambangi sebuah klinik sepi di pesisir timur Jakarta. Tujuanku kemari hanya untuk mengecek kualitas dari bibit-bibitku, sebelum akhirnya terpakai untuk istriku setelah menikah nanti.

"Permisi dok"

"Yaaa? Ada yang bisa saya bantu?"

"Anu dok, saya mau cek kualitas sperma saya disini. Bisa kan?"

"Oh, bisa. Ditunggu ya mas, saya ambil alat-alatnya dulu..", seorang dokter muda berperawakan tinggi dan berkulit putih, sekejap meninggalkan ruangannya untuk mengambil beberapa alat-alat untuk proses pengecekan kualitas spermaku.

Sesaat ia kembali, ia membawakanku secarik formulir data diri dan sebuah pena.

"Sebelum dimulai tolong diisi dulu ya mas, makasih.."

Lalu, aku tanpa ragu mulai mengisi data diriku diatas kertas itu, meski sebenarnya aku berpikir tidak ada korelasi antara formulir itu dan pengecekan kualitas sperma.

Sekejap saja, formulir itu terisi penuh oleh tulisanku. Lalu dokter itu mengambil alih kertasku, dan mulai membacanya sebaris demi baris lainnya.

"Mas Alan, usia 24 tahun ya?"

"Iya, bener dok"

"Kalau boleh tau, mas mau cek sperma untuk apa ya?"

"Anu, gimana ya-- saya bentar lagi mau nikah, takutnya nanti istri saya gabisa hamil sama saya. Makanya, sebelum saya main sama istri saya, saya mau cek dulu kualitasnya", beberku.

"Aah, begitu ya? Ya sudah, mas duduk dulu di pinggiran ranjang ya", perintahnya, aku lalu mulai berpindah menuju lokasi yang ditentukan.

"Mas sering keluarin spermanya sendiri, gak?", tanya dokter itu sambil memakai sarung tangan medisnya.

"Jarang, dok. Kalo emang kebelet aja baru keluarin.."

"Oh gitu, ya? Kalo bisa jangan terlalu sering ya, mas. Takut makin jelek kualitasnya.."

"Iya dok, saya paham"

Lekas mengambil kursi kecil dan duduk di hadapanku, dokter itu memindahkan alat-alat medisnya ke meja kecil di dekatku.

"Ayo mas, celananya dibuka"

"Waduh, di hadapan mbaknya banget, nih?"

"Iya dong. Katanya mau cek sperma si masnya ini?"

Lalu dengan sedikit gugup dan malu, aku mulai membukanya satu per satu, mulai dari dalaman sampai luaran. Kini tak sehelai benangpun menutupi kontolku, sehingga sang dokter melihat jelas bentuk dan ukuran milikku.

"Uh, gede--- maaf, maksudnya oke.."

"Ngomong apa tadi, dok?"

"Enggak, enggak. Saya keceplosan aja, mas. Hahaha"

"Btw, saya izin pegang burungnya ya?"

"Oh, iya dok..", dan setelah diizinkan, dokter itu mulai menyentuh dan mengelus-elus kontolku. Entah ini bagian dari pemeriksaan itu juga atau bukan, rasanya langsung membuat badanku merinding.

 Entah ini bagian dari pemeriksaan itu juga atau bukan, rasanya langsung membuat badanku merinding

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Prove me wrong or reveal me goodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang