Prolog

3 2 0
                                    

"Bisa ngga stop nuduh gue punya cowok lain dan cewek yang ngga cukup sama satu cowok?"

Rania Asela, yang akrab dipanggil Ran, menatap dalam manik mata Sean-laki-laki yang telah dua tahun ia cintai dengan sepenuh hati. Kesabarannya sudah di ujung tanduk; lagi-lagi, mereka terjebak dalam pertengkaran sepele yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Ragu dan curiga seolah sudah menjadi bagian dari hubungan mereka, menggerogoti kepercayaan yang Ran harapkan akan tumbuh.

Muak. Hanya satu kalimat yang terus membelenggu pikirannya: siklus ini berulang tanpa henti. Overthinking, tuduhan, bertengkar-semuanya terasa seperti drama yang tak kunjung berakhir.

"Lo harus ngerti posisi gue, Ran!" seru Sean, nada suaranya penuh tekanan.

"Terus?" Ran menuding dirinya sendiri. "Siapa yang akan ngertiin posisi gue kalau lo terus-terusan minta dimengerti?"

"Lo cantik, Ran! Mungkin aja lo bisa melakukan hal-hal seperti itu!"

Bola mata Ran membulat, hatinya seolah tersayat oleh kata-kata tersebut. Kepercayaan yang selama ini ia usahakan untuk dipupuk, ternyata memang tak pernah ada dalam pandangan Sean.

Ran menganggukkan kepala, bibirnya melengkung membentuk senyuman-tapi senyuman itu bukanlah tanda bahagia. "Ayo putus," katanya, suaranya tenang namun menyimpan lautan kekecewaan di baliknya

***

Aroma kopi yang hangat dan menenangkan menyelimuti kafe, berpadu dengan alunan musik yang lembut, menciptakan suasana yang nyaman dan mengundang orang-orang untuk betah berlama-lama.

Ran menyeruput iced chocolate menu kesukaannya di JCO sambil memandang kendaraan yang berlalu lalang di jalan. Ia acuh tak acuh pada tatapan orang-orang di sekitarnya yang memperhatikan matanya yang bengkak akibat tangis. Baginya, berada di tengah keramaian lebih baik daripada terkurung dalam kesedihan di kamar kosnya.

Tiba-tiba, suara lembut seorang pramusaji memecah lamunannya. "Permisi, Kak." Ran menoleh dan melihat pramusaji tersebut tersenyum. "Kita sedang bagi-bagi hadiah donat JCO lewat undian nomor di struk belanja. Kebetulan Kakak masih di sini dan menang undian tersebut."

Ran terpaku sejenak menatap dua donat varian Why Nut, favoritnya. "Makasih, Kak," ujarnya dengan nada ceria.

"Iya, Kak. Sama-sama," balas pramusaji itu, tersenyum.

Kebahagiaan menghangatkan hati Ran. Saat ia hendak menikmati donat, matanya menangkap sebuah sticky note di bawah piring. Dengan penasaran, ia membacanya

Selamat ya! Selamat karena sudah berhasil melewati hal-hal sulit. Terima kasih karena ngga menyerah, padahal hidup kadang kayak kuota yang tiba-tiba habis di saat genting. Tolong hidup untuk hal-hal kecil-kayak nemu duit di saku celana lama, contohnya.

Ran tersenyum. Bahkan semesta sepertinya sedang mencoba menghiburnya.

Tbc

JARAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang