BAB 17: GUGUP

27 3 0
                                    

"Arti tersembunyi dalam lapisan warna, hanya jelas saat kuas terakhir mengungkap gambarnya"

***

Setelah kejadian di perpustakaan yang menyebabkan kakinya terkilir, Minghao menjadi lebih berhati-hati dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Walaupun kakinya sudah mulai membaik, dia tetap memilih untuk tidak banyak bergerak. Bahkan, saat teman-temannya mengajaknya ke kantin untuk makan siang, Minghao menolak.

     "Lo yakin nggak mau nitip apa-apa? Kita bisa beliin lo makan, jadi lo nggak perlu jalan ke kantin." tanya Jeonghan sambil meliriknya dengan penuh perhatian.

     "Serius, gue nggak apa-apa. Kalian aja yang makan," jawab Minghao dengan senyum tipis, meski dalam hatinya dia sedikit merasa tidak enak.

     Wonwoo dan Jisoo saling pandang sebelum akhirnya Jisoo ikut membujuk.

     "Emang lo nggak lapar? Entar kena maag, Haoooo."

     Minghao hanya tersenyum lagi, meski lelah di wajahnya tidak bisa disembunyikan sepenuhnya. 

     "Nggak, beneran. Gue nggak lapar. Kalau emang lapar, gue bakal langsung chat kalian, deh. Santai aja."

     Dengan berat hati, ketiga temannya akhirnya menyerah dan meninggalkan kelas menuju kantin. Mereka tahu betul bahwa Minghao adalah orang yang tidak suka merepotkan orang lain. Meskipun kakinya masih terasa sakit, dia lebih memilih menahan diri daripada meminta bantuan dari teman-temannya. Mereka tahu, jika Minghao berkata "tidak," maka itu berarti benar-benar tidak.

Setelah mereka pergi, Minghao mendesah panjang dan merebahkan kepalanya di atas meja. Rasa sakit di kakinya tidak hilang sepenuhnya, tapi setidaknya dia merasa lebih tenang dengan tidak harus berpura-pura baik-baik saja di depan orang lain. Kelas yang sepi di jam istirahat membuat suasana semakin mendukung untuknya beristirahat sejenak. Angin lembut masuk melalui jendela yang terbuka, membuat Minghao merasa nyaman, meski kantuk mulai menghampiri.

Mata Minghao perlahan-lahan terpejam, dan dia hampir tertidur. Namun, beberapa saat kemudian, dia merasakan ada kehadiran seseorang di dekatnya. Perlahan, Minghao membuka matanya yang masih setengah mengantuk.

Di tengah pandangan yang sedikit buram, dia melihat sosok yang berdiri di samping mejanya. Mata Minghao berkedip beberapa kali, mencoba mengenali siapa orang itu.

Jun.

Jun berdiri di sana, tak mengatakan sepatah kata pun. Minghao langsung terjaga, hatinya sedikit terkejut, tapi dia tetap diam, menunggu apa yang akan dilakukan Jun.

Tanpa banyak bicara atau bahkan menatap Minghao dengan serius, Jun menaruh sebungkus roti dan sekotak susu putih di atas meja Minghao. Gerakannya cepat dan buru-buru, seolah dia hanya ingin menaruh barang-barang itu dan segera pergi.

Minghao hanya bisa menatap Jun dengan mata yang sedikit melebar. Belum sempat dia membuka mulut untuk bertanya, Jun sudah berbalik badan dan berjalan keluar dari kelas. Tidak ada perbincangan, tidak ada penjelasan, hanya diam yang menyesakkan.

Minghao masih duduk di tempatnya, menatap punggung Jun yang semakin jauh. Dia mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Apakah ini titipan teman-teman nya? 

Tapi, tidak ada pesan apapun yang di kirim oleh ketiga temannya mengenai roti dan susu, terlebih Minghao tidak meminta apa pun, apalagi dari Jun.

Minghao menatap roti dan susu itu dengan perasaan campur aduk. 

"Ini nggak beracun, kan, ya?" gumamnya dalam hati, masih belum bisa sepenuhnya memahami situasi yang baru saja terjadi.

Rasa heran merasuk di pikirannya, tanpa sadar, Minghao tersenyum kecil. Perutnya yang tadinya tidak lapar, tiba-tiba terasa membutuhkan asupan makanan.

SIMFONI ASIMETRIS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang