CCTV

7 1 0
                                    


BAB 21 

Jalanan hari ini tidak semacet hari-hari biasanya. Kendaraan yang berlalu lalang di pagi yang mengusik jiwa ini tidak seramai biasanya. Pun tidak perlu menunggu lama bagi Davina. Busnya sudah datang.

Pagi yang tidak menenangkan untuk gadis yang sedang mencari keberadaan Pram, lelaki yang disukainya. Dan semalam masih bersamanya. Tiba-tiba pagi ini Davina kehilangan sosok pelindung. Sosok yang tiap hari menjaganya. Dimana keberadaan Pram. Kemudian spontan dia mengingat ponsel milik Pram yang tadi tergeletak di atas kasur. Dia mencoba membukanya. Tetapi gadis itu tidak mengetahui kata kuncinya. Setibanya nanti di kantor, Davina berencana meminta bantuan IT. Dia ingin melihat cctv yang telah dipasang oleh Pram di kamarnya.

Tumben sekali, jam yang masih tergolong sangat pagi ini semua karyawan sudah duduk di mejanya masing-masing. Sepertinya terjadi di semua jalanan ibukota, keadaan jalanan yang lengang tidak menghambat mereka datang kepagian.

Davina meletakkan dua tasnya di atas meja kerjanya. Masih pagi, masih banyak waktu untuk dirinya. Karena atasannya selalu datang setelah jam makan siang. Jadi setia pagi adalah jam kerja yang sangat lowong.

"Mas Fadli, aku boleh minta tolong ngga?". Ujar Davina saat menemukan seorang staf IT di pantri ketika sedang membuat segelas kopi.

"Apa tuh mba Vina?", tanyanya sambil mengaduk-aduk kopi hitam. Asap panas mengebul dari gelas yang di alasi piring kecil. Sebentar-sebentar ditiupnya kopi hitam di dalam gelas itu.

"Mas jangan ditiup. Ngga boleh". Fadli tertawa kecil. "Lebih baik dituang ke piring kecil itu". Davina mengangkat gelas kopi dan menuangkan sepertiga kopi itu ke piring kecil. "Ngomong-ngomong kamu mau aku ngelakuin apa?"

"Aku mau minta tolong buka password temanku. Dia tiba-tiba hilang pagi ini"

"Hilang..?". Davina mengangguk. Sedetik kemudian dia terpaksa menceritakan kejadian tadi malam. Sekertaris itu juga menceritakan semua kejadian selama dia tinggal di rumah kos itu. Kejadian sejak awal kedatangannya.

"Kenapa kamu masih tinggal disitu Vin?". Fadli mengambil kopinya dan mengajak Davina ke ruangannya. Dia akan membuka ponsel milik Pram. "Kamu belum jawab pertanyaan aku Vin?". Ucapnya sambil berjalan cepat.

"Mas, aku kasian sama dua mahasiswi yang masih duduk di tingkat pertama. Kiriman dari orang tuanya tersendat. Sementara sewa kamar kos di situ murah. Jadi tidak ada pilihan lain buat mereka". Fadli terdiam. Dia tidak bisa berbicara lagi. "Semoga kamu semua baik-baik aja Vin. Sini duduk". Fadli menggeser kursi staff IT yang berizin tidak masuk kerja hari ini. Partner kerjanya.

Seolah Fadli tahu kerisauan Davina. "Aman Vin. Partnerku absen hari ini". Kemudian Fadli mengutak-atik laptopnya. Kabel data dihubungkan ke ponsel Pram. Dengan kecakapannya dia terus menguliti jeroan ponsel teresebut. Davina yang duduk di sampingnya terpana dengan kelincahan jari jemari Fadli.

"Jangan ngeliatin gitu. Ntar naksir loh", canda Fadli. Disambut dengan cibiran Davina. "Ih apaan sih mas Fadli. Ge'er aja". Hanya butuh lima belas menit saja bagi Fadli membuka ponsel milik Pram. Setelah terbuka, keduanya melihat rekaman cctv malam tadi. Terputar jelas serentetan kejadian dari mulai dirinya berjalan ke rumah kecil sampai Pram yang di gotong oleh dua orang bertopeng.

Wajah Davina seketika pucat, diam tak tahu harus berbuat apa. Mendadak teringat pada teman kosnya yang juga karyawan di kantor ini. "Tomi mas. Tomi udah dateng belum ya".

LINGKARAN KEMATIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang