BAB 23
Bau obat bius masih tertinggal di indera penciumannya. Masih menyengat dan memabukkan. Kepalanya masih terasa berat. Kliyengan. Gadis itu baru menyadarinya sedang berada di atas meja. Masih menggunakan pakaian lengkap. Mulutnya tersumpal. Dengan cekatan kedua tangan dan kakinya diikat oleh para pelaku seperti korban-korban lainnya di atas meja itu. Tapi ikatan Davina tidak sekencang korban-korban lainnya. Sedikit mengendur. Waktu hanya tersisa tak lebih dari ayam jantan berkokok sebelum lampu dinyalakan kembali.
Davina telah sepenuhnya sadar kalau dia akan menjadi korban selanjutnya. Ketakutannya kini terbukti. Matanya membulat, berputar menyelidik. Masih menerka keberadaannya. Suasana gelap gulita. Gadis itu belum bisa mengetahui dimana keberadaannya. Tetapi ia mmenduganya di rumah kecil di samping rumah kos.
Ada beberapa langkah kaki yang didengarnya. Sepertinya beberapa orang. Davina belum bisa memastikan. Langkah-langkah kaki itu mendekat ke meja tempat tubuhnya dibaringkan. Berdiri di samping kanan dan kiri.
Seketika lampu menyala. Menerangkan rumah kecil yang tidak menyimpan banyak perabotan. Satu meja lainnya yang pernah dipakai ketika Linda dan Sammy menjadi korban, di letakkan agak kebelakang menepi ke dinding.
Di samping kirinya berdiri seorang pria yang jarang sekali dilihatnya, pak Renggono. Davina hanya dua kali melihatnya ketika polisi yang melakukan investigasi di rumah kos ini. Di samping kanan kiri pak Renggono, sudah berdiri dua perempuan dengan tatapan yang bengis. Dingin dan sadis. Davina mengenalinya, penjaga rumah kos. Si kembar bu Anna dan bu Anni. Gadis itu nampak terkejut. Namun ia semakin dikejutkan dengan pria yang berdiri di samping kanannya, yaitu Ilham. Dan ada satu orang lagi yang baru bergabung, lalu berdiri di samping Ilham. Laki-laki itu sekantor dengannya, Tomi.
Benar kecurigaan Pram selama ini. Kalau dua orang itu yang selama ini menjadi jongos para pelaku utamanya.
Mas Pram di mana kamu.
Keringat dingin mulai mengucur di dahinya. Dan di sekujur tubuhnya. Davina teringat lelaki pujaannya. Menyesal saat berlaku dingin padanya. Kini ia yang terbaring menunggu ajalnya tiba. Bergantian dengan Pram.
"Davina.. Davina..". Seringai senyum menyeramkan bu Anni memandang tanpa belas kasih pada gadis itu. "Akhirnya yang kami inginkan sudah terbaring di sini. Iya kamu. Kamu orangnya". Davina tak mengerti ucapan bu Anni.
Apa maksud perempuan licik ini. kenapa dia bilang aku yang diinginkannya.
"Kamu tahu Davina", lanjut bu Anni. "Kekasihmu itu telah menukar jiwanya dengan jiwa kamu". Davina mengerang. Mulutnya yang tersumpal menyulitkannya berbicara. "Pram. Iya Pram, Davina". Lengkingan suaranya membelah seisi rumah kecil itu.
Bu Anna menyela. "Pram sudah berjanji pada kita, ketika dia di meja ini", wanita itu terkekeh rendah, suaranya terdengar menakutkan di telinga Davina. "Kalau dia ingin menyerahkan kamu. Sebagai ganti dirinya yang terancam nyawanya". Kembali terkekeh. Kali ini sedikit keras.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Menarik-narik tangannya yang terikat, kakinya juga menghentak dengan kuatnya. Matanya mengeluarkan cairan yang bergulir di kedua pipinya. Dia menatap satu per satu para pelaku itu. Matanya nanar. Memerah. Menahan amarah yang sulit dikeluarkan. Sakit menghimpit dadanya.
"Oh iya Davina. Kenalkan ini suamiku", ucap bu Anna sambil merangkul pak Renggono. "Dan ini juga suamiku", timpal bu Anni yang menggelayut manja di bahu pak Renggono. "Ya, ya, ya... Saya tahu kamu bingung kan", tambah bu Anni. Mereka bertiga tertawa, meledek Davina. Tomi dan Ilham memandang jijik kelakuan ketiga penjagal itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH KOS
Mystery / ThrillerSeorang gadis yang cantik merantau dari kota Semarang ke kota Jakarta. Davina diterima bekerja sebagai seorang sekertaris CEO sebuah perusahaan swasta. Sebagai gadis yang baru nebapakkan kakinya di kota sebesar Jakarta, Davina tidak teliti dalam mem...