Bab 6
Suasana di lokasi syuting terasa begitu sibuk dan penuh energi. Di tengah area yang luas, kru produksi tampak hilir-mudik dengan berbagai peralatan kamera, lampu dan properti. Di satu sudut, ada sejumlah teknisi yang sibuk memastikan set latar belakang berjalan sempurna, sementara di sudut lain, para asisten mempersiapkan kostum dan make-up para aktor. Tempat ini seolah tidak pernah diam. Lampu-lampu sorot yang besar dipasang dengan ketinggian yang tepat, memastikan pencahayaan ideal untuk setiap adegan. Suara sutradara yang tegas terdengar di antara keramaian, memberikan arahan kepada semua orang yang terlibat.
Pearly mengenakan gaun mewah untuk adegan yang akan mereka ambil hari ini. Gaun itu berkilau di bawah sorotan lampu, membuatnya terlihat seperti bintang yang bersinar di tengah keramaian. Make-up yang sudah diaplikasikan oleh tim ahli membuat wajahnya terlihat memukau dan rambutnya yang tertata rapi bergerak dengan anggun di setiap langkahnya.
"Kamera, rolling... action!" seru sutradara.
Pearly langsung masuk ke dalam karakternya. Ia memerankan seorang wanita yang penuh dengan rahasia, karismatik namun rapuh. Setiap dialog yang keluar dari bibirnya terdengar tajam, seolah menyiratkan kekuatan, tapi matanya penuh dengan kesedihan yang tersembunyi. Setiap gerakannya terukur, setiap ekspresi wajahnya penuh dengan emosi yang terpendam. Suasana di sekitar lokasi syuting pun mendukung, dengan latar belakang yang mewah dan elegan, menambah intensitas adegan yang mereka lakukan.
Adegan itu berlangsung dengan sempurna. Pearly memerankan bagiannya dengan luar biasa, mengekspresikan nuansa emosional yang dalam hanya dengan sedikit gerakan atau tatapan. Saat sutradara akhirnya berkata "Cut!", seluruh kru bertepuk tangan, memuji aktingnya yang brilian.
Pearly tersenyum lembut dan mengangguk sopan, lalu menarik napas panjang sebelum berjalan kembali ke ruang istirahat. Sepanjang syuting, ia mampu menyembunyikan kelelahan yang mulai menghinggapinya. Tapi, kini saat istirahat datang, tubuhnya seolah baru menyadari betapa lelahnya ia setelah menjalani beberapa adegan yang intens itu.
Sesampainya di ruang istirahat, asisten pribadinya, Nina, sudah menunggu di dalam. Nina tersenyum, lalu dengan sigap menyerahkan sebuah botol air mineral kepada Pearly yang langsung menerimanya dengan ucapan terima kasih.
"Kak, hape Kakak tadi bunyi beberapa kali," kata Nina sambil menunjuk meja kecil di sebelah sofa.
Pearly tersenyum kecil sambil mengambil ponselnya. Sudah ada beberapa notifikasi masuk, tetapi yang pertama kali menarik perhatiannya adalah pesan singkat dari Kafka. Hatinya langsung terasa hangat hanya dengan melihat namanya di layar.
Pesan dari Kafka hanya singkat, namun langsung membuat Pearly tersenyum lebar.
Gimana hari ini? Miss you.
Tanpa pikir panjang, Pearly memutuskan untuk menelepon Kafka. Dia duduk di sofa empuk, menutup matanya sejenak sambil menunggu dering tersambung. Di luar, aktivitas syuting masih berlangsung, tapi di dalam ruang istirahat ini, suasana terasa lebih tenang dan pribadi.
Setelah beberapa nada dering, suara Kafka yang hangat dan rendah akhirnya terdengar di ujung telepon.
"Hai, sayang," sapa Kafka. Nada suaranya terdengar santai, namun Pearly bisa merasakan kerinduan di dalamnya.
Pearly tersenyum, meskipun Kafka tak bisa melihatnya. "Hai. Baru aja selesai syuting," jawabnya sambil menarik napas panjang.
"Syutingnya lancar? Capek, ya?" tanya Kafka, terdengar penuh perhatian.
"Iya, sedikit. Aku tadi harus lakuin adegan yang agak emosional, jadi butuh tenaga ekstra. Tapi semuanya lancar kok, nggak banyak retake," jawab Pearly sambil menyandarkan kepalanya ke belakang, membiarkan tubuhnya rileks sejenak.
"Istirahat sayang. Aku tadi baca beberapa berita, untung aja rumor soal kita di bioskop belum terlalu besar. Ari sudah urus semuanya?"
Pearly mengangguk meskipun Kafka tak bisa melihatnya. "Iya, udah di-handle. Nanti kami bakalan ngasih pernyataan resmi kalau aku memang di bioskop, tapi tanpa menyebut kaku. Mereka nggak punya bukti jelas, jadi nggak ada yang bisa menghubungkan kamu dengan aku. Untuk sekarang, kita masih aman."
Kafka menghela napas lega. "Syukurlah. Aku nggak mau kamu terjebak dalam drama media."
"tenang aja. Kita udah menghadapi hal-hal kayak ini sebelumnya dan kita selalu bisa melewatinya," ujar Pearly menenangkan, meskipun ia sendiri juga sedikit khawatir. Namun, ia tahu bahwa tidak ada yang lebih penting dari menjaga hubungan mereka tetap aman.
"Mmm, aku suka kalau kamu ngomong kayak gini, selalu optimis," Kafka bergurau, nada suaranya berubah sedikit lebih rendah. "Bikin aku makin kangen."
Pearly tertawa kecil, merasakan kehangatan yang sama. "Aku juga kangen, Kaf. Apalagi kemaren cuma ketemu bentar di bandara, rasanya kurang," rengeknya.
"Kamu butu-buru sih. Aku nggak sabar nunggu kamu pulang lagi," jawab Kafka dengan nada serius namun mesra.
Pearly merasakan detak jantungnya yang sedikit lebih cepat. "Aku juga, Kaf. Tapi tenang aja, begitu syuting selesai, aku langsung pulang. Kali ini, aku mau libur agak lama biar kita punya waktu lebih banyak."
Kafka tertawa kecil. "Aku pegang janji kamu, Nona Pearly. Jangan sampai ada syuting mendadak lagi yang ngerusak rencana itu."
Pearly mengangguk meskipun dia tahu pekerjaan kadang tidak bisa diprediksi. Namun kali ini, ia akan memastikan untuk menyediakan waktu bagi Kafka, tanpa gangguan.
Setelah beberapa saat berbincang, Pearly menghela napas panjang. "Kaf, aku harus syuting lagi. Masih ada beberapa adegan lagi hari ini," ucapnya dengan berat hati.
Kafka terdiam sejenak, lalu suaranya terdengar lebih dalam. "Oke, sayang. Hati-hati ya, jangan terlalu capek. Aku tunggu telepon kamu lagi."
"Iya, Sayang. I love you."
"I love you too, Ily. Sampai nanti."
Pearly tersenyum hangat saat menutup telepon. Di luar ruangan, aktivitas syuting masih berlangsung dengan hiruk-pikuk yang sama. Namun, momen singkat bersama Kafka melalui telepon tadi memberinya energi baru. Meski mereka berdua selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing, cinta yang mereka bagi tetap menjadi kekuatan terbesar untuk menjalani hari-hari yang penuh tantangan ini.
Dengan semangat baru, Pearly berdiri dan bersiap untuk kembali ke set. Hatinya kini terasa lebih ringan, karena ia tahu, di balik semua gemerlap dan hiruk-pikuk kariernya, selalu ada Kafka yang menunggunya di rumah.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Love's Ambition
RomansaDi panggung dunia, Kafka Kalingga adalah seorang pengusaha yang sukses dan Pearly merupakan aktris papan atas yang memukau. Namun, di balik layar, mereka menyimpan sebuah rahasia besar. Saat sorotan kamera padam, cinta mereka menyala penuh gairah. A...