Namaku Maulana, seorang assistant manager sebuah perusahaan ternama di negeri ini. Umurku 42 tahun dan sudah menikah 2 tahun dengan istri tercintaku. Nama istriku Widi, usianya 30 tahun. Kami kenal dulu karena dipertemukan oleh salah seorang sahabatku. Kebetulan sahabatku, Anis, itu adalah teman Widi juga.
Sosok Widi ini benar-benar seorang wanita idaman. Dalam kesehariannya, ia memakai jilbab dan nampak alim sekali. Jilbab yang ia pakai masih tergolong jilbab trendy, namun itu tidak mengurangi aura alim dari dirinya.
Dari yang aku tahu, Widi ini sama sekali tidak pernah pacaran selama masa kuliah. Di masa SMA ia juga tidak pernah pacaran, walaupun banyak sekali pria yang mencoba untuk mendekati dirinya.
Anis, teman satu kantorku juga membenarkan hal itu. Widi adalah salah satu yang paling cantik di angkatannya semasa kuliah. Dari mulai kakak angkatan hingga dosen muda-pun ada yang mendekati Widi. Tapi Widi memilih untuk fokus dulu pada pendidikannya di waktu itu. Wajar saja, karena ia juga tumbuh di keluarga yang taat.
Lalu bagaimana dengan aku?
Aku sendiri adalah bujang lapuk. Aku pernah sekali pacaran dengan teman kuliah, tapi setelah aku bekerja, kami putus secara teratur akibat jarak. Pacarku kebetulan mendapat beasiswa ke luar negeri dan kami memutuskan untuk berpisah. Semenjak itu, aku tidak pernah pacaran lagi hingga umur 28 tahun. Ketika aku dipertemukan dengan Widi.
Aku dan Widi tidak berpacaran lama, bahkan bisa dibilang tidak berpacaran sama sekali. Kami hanya saling kenal selama tiga bulan, lalu memutuskan untuk menjalin hubungan serius. Aku coba untuk datang ke rumah orang tua Widi. Dan ayahnya langsung bertanya kepadaku apakah aku ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan?
Aku tidak punya alasan untuk menunda lagi, usiaku sudah tidak muda. Lagipula secara harta aku juga sangat berkecukupan. Karirku bagus di perusahaan tempat aku bekerja. Dan kedua orang tuaku adalah pejabat di daerah.
Wajah Widi yang terbalut hijab itu nampak sangat manis. Putih dan bersih seperti wajah yang dirawat secara mahal. Padahal ia tidak pernah melakukan perawatan berlebihan. Hanya yang standar saja. Secara fisik, tubuh Widi tidak gemuk dan juga tidak kurus. Ukuran tubuhnya ideal, dan nampak sangat anggun dalam balutan pakaian model apapun.
Kami menjalani 2 tahun pernikahan ini dengan bahagia. Kami bahkan bisa dibilang tidak pernah bertengkar. Setiap konflik atau perbedaan pendapat, bisa kami bicarakan dengan baik-baik. Hanya saja ada satu hal yang kurang dari kami, sampai saat ini, kami masih belum dikaruniai anak.
Widi tidak pernah komplain atau membicarakan itu denganku. Bahkan, ia menurut saja ketika aku membujuknya untuk resign dari tempat kerjanya di sebuah bank syariah. Aku ingin agar ia istirahat saja di rumah dan tidak kecapekan. Karena gajiku sebagai assistant manager sudah jauh lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari kami. Tapi hal itu tidak menutupi kenyataan bahwa aku sebenarnya sangat lemah di ranjang. Aku tidak bisa bertahan lama ketika bercinta dengan istriku. Paling lama aku hanya bisa melakukannya lima menit. Di samping itu, cairan sperma ku juga agak encer. Aku sebenarnya takut, kalau aku sebenarnya mandul.
Selain cepat keluar, ukuran kemaluanku juga terbilang kecil. Bahkan tidak lebih dari 10 cm ketika ereksi maksimal. Apa kecilnya ukuran kemaluanku itu berpengaruh juga dengan gagalnya kami mempunyai anak? Entahlah, aku tidak tahu. Dan sampai sekarang, aku masih belum memutuskan untuk memeriksakannya ke dokter.
Setiap kali kita bercinta, istriku selalu memberikan yang terbaik kepadaku. Ia selalu berdandan cantik sekali. Dan ia memakai wangi-wangian yang aku suka. Ia bahkan selalu mencukur bulu-bulu kemaluan dan ketiaknya sampai bersih, karena itu yang aku suka. Tapi sayang sekali, seluruh usahanya aku balas dengan waktu bercinta yang singkat. Tidak jarang aku merasa sedih dan bersalah. Tapi istriku selalu tersenyum ketika aku selesai. Walaupun aku tahu, ia tidak pernah merasa puas.
Pada malam minggu itu, aku dan istriku baru saja pulang dari sebuah acara kondangan. Karena acaranya terletak di sebuah villa di luar kota, kami harus mencari jalan alternatif untuk pulang agar cepat sampai. Jalan utama tentu macet bu Jalan itu termasuk kecil dan berkelok-kelok. Ditambah lagi, kabut tiba-tiba saja turun di malam hari itu.
"Pah, agak hati-hati nyetirnya ya." Kata Widi.
"Iya, tentu saja ma." Jawabku.
Malam itu Widi menggunakan gamis kebaya yang modis berwarna krem kecoklatan. Semua orang di acara kondangan memuji kecantikan istriku. Sedikit banyak, aku merasa bangga dengannya.
Di sebuah tikungan, tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh binatang yang tiba-tiba melintas. Sepertinya binatang itu kucing, tapi entahlah. Mobilku oleng dan tak bisa aku kendalikan. Hingga mobilku akhirnya menabrak sebuah mobil lain yang sedang terparkir di pinggir jurang.
Brakkkk!!!
Keras sekali mobilku menabrak, hingga air bag yang ada di mobilku mengembang. Mobil yang aku tabrak tidak beruntung. Posisinya terdorong hingga jatuh ke dalam jurang. Kami bisa mendengar mobil itu berguling-guling jatuh ke bawah hingga akhirnya tercebur di aliran air sungai yang deras.
Aku dan Widi selamat, dan kami nyaris tidak terluka sama sekali berkat air bag mobil yang menggembang tepat pada waktunya.
Aku lihat segerombolan orang tiba-tiba mengerubungi mobilku. Mereka meminta kami untuk keluar. Dari wajahnya, mereka nampak bukan orang biasa. Tampang-tampang mereka seperti preman. Jumlah mereka ada 5 orang. Semuanya nampak bertampang kasar dengan tubuh penuh tato.
"Untung aja aku tidak di dalam mobil itu, kalau tidak, aku sudah mati jatuh ke dalam jurang!" Kata seorang dengan tubuh paling tambun diantara orang-orang itu.
"Iya boss, bunuh aja ini orang!" Kata preman lain.
Yang mereka maksud untuk dibunuh itu tentu saja aku, dan mungkin juga Widi.
"Tolong jangan," Kataku. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku bisa ganti rugi." Kataku mencoba ber diplomasi.
Tapi seketika itu, Bukkkkk!! Sebuah tinju melayang tepat ke ulu hatiku.
Sakit sekali rasanya, aku sampai ambruk dan mataku berkunang-kunang.
"Aku benci orang-orang berduit kayak mereka. Dikira semua bisa dibeli sama uang." Kata orang tambun yang disebut bos oleh preman lain itu.
Seorang preman membisik si bos, dan ia tersenyum sambil melirik ke arah istriku. Istriku sendiri sudah dipegang oleh dua orang preman. Wajahnya tampak ketakutan tapi ia tak bisa melawan.
"Ayo, bawa mereka. Gak usah melawan, kalau kalian masih tetap mau hidup!" Kata si bos itu.
Mereka membawaku dan istriku ke sebuah mobil kijang tua. Aku duduk di belakang, ditemani oleh seorang preman. Sedangkan istriku duduk di tengah, diapit oleh si bos yang sekarang aku tahu bernama Parjo. Dan satu lagi preman bernama Kusni.
Tangan dan kakiku diikat, sementara mulutku disumpal oleh kain. Tapi aku liat istriku sama sekali tidak diikat. Ia hanya diam duduk tertunduk diapit oleh dua preman yang bernama Parjo dan Kusni. Mungkin ia sangat ketakutan dengan preman-preman ini.
Mobil ini melaju dalam kegelapan malam, entah apa yang akan mereka lakukan pada kami. Ulu hatiku masih terasa sakit sekali. Preman di depanku bahkan memain-mainkan pisau untuk mencukur jenggotnya. Ia bahkan sempat memukul lagi perutku ketika aku coba melihat keadaan istriku dengan gagang pisau. Rasanya sakit sekali dan aku ingin muntah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Widi (Cuckold Story)
HorrorKarena novel 18+ memiliki konten yang bisa mengandung tema dewasa, penting untuk membaca dengan bijak dan mempertimbangkan preferensi pribadi. Tetap pastikan bahwa apa yang Anda baca sesuai dengan batasan dan nilai yang Anda pegang. Jika Anda merasa...