Istriku Widi Bagian 7

2.3K 4 0
                                    

Mereka merekam adegan ini dalam dengan berbagai kamera handphone milik mereka. Aku heran, meskipun mereka preman dengan penampilan dekil, tapi mereka mempunyai handphone terbaru yang cukup mahal harganya. Bahkan handphone milik ku yang seorang asisten manager ini kalah canggih. Dengan handphone seperti itu, hampir bisa dipastikan rekaman video persetubuhanku dengan Widi akan terekam dengan kualitas baik. Apa yang akan terjadi jika rekaman itu sampai tersebar ke masyarakat umum? Atau apakah mereka akan menggunakan rekaman itu untuk memaksaku di kemudian hari?

Sruuut, sruuuttt, sruuuutt!

Aku akhirnya mencapai puncaknya. Aku tanamkan penisku sedalam mungkin di vagina Widi seperti yang kebanyakan para preman itu lakukan.

"Haha, 3 menit 12 detik!" Kata Bos Parjo.

"Wahaha, payah, cepet banget ngecretnya!" Kata Kusni.

"Gimana mau istrinya puas? Udah kecil, cepet lagi keluarnya!" Ucap Kunto.

Aku malu sekali mendengar ejekan-ejekan mereka. Aku merasa sangat gagal menjadi suami dan juga laki-laki.

Para preman itu memaksaku untuk mundur dari tubuh istriku. Mereka bahkan mendorongku keluar dari kamar itu. Dan menutup pintunya dengan sangat kencang.

Pintu itu ternyata kayunya sudah tidak utuh, aku masih bisa melihat apa yang terjadi di dalam kamar itu dari baliknya. Kelima preman itu rupanya kembali menggilir istriku. Satu demi satu, preman-preman itu menyetubuhi Widi. Mereka melakukannya dengan berbagai macam gaya. Widi sendiri sama sekali tidak menolak atau memberontak. Ia hanya diam, mengikuti perintah demi perintah para preman.

Aku seharusnya menolong istriku, aku seharusnya menyelamatkan kehormatannya. Meskipun jika tindakan itu sampai menghilangkan nyawaku. Tapi nyatanya, aku hanya terpaku mengintip di balik pintu. Dan yang lebih memalukan lagi, aku merasa terangsang. Penisku sudah berdiri dengan kaku-nya.

Aku merasa jijik dengan diriku sendiri, 'mengapa aku bisa terangsang melihat istriku digagahi oleh pria lain?' Tapi aku tidak berhenti sampai di situ. Perlahan aku melakukan masturbasi, mengocok kemaluanku sendiri sambil melihat Widi disetubuhi oleh preman-preman itu.

Hari sudah menjelang pagi ketika Aku dan Istriku diantar oleh para preman itu ke lokasi tabrakan mobil kemarin. Aku dan Widi berada dalam keadaan telanjang di dalam mobil di bagian kursi belakang. Jilbab masih menghiasi wajah Widi. Namun jilbab itu penuh dengan noda sperma.

Semalam, kelima preman itu menyetubuhi Widi istriku, setidaknya satu orang dua kali. Aku tidak tahu, berapa kali Widi mencapai orgasme ketika diperkosa para preman itu. Tapi yang jelas lebih dari lima kali. Padahal, ia sama sekali tidak pernah mencapai puncak ketika berhubungan badan denganku.

Tubuh Widi aku lihat penuh dengan cupang. Cupang-cupang itu nampak paling jelas di bagian payudara istriku. Para preman itu solah menandai jika istriku sudah menjadi milik mereka. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada kami setelah ini. Mereka tidak mengancam apa-apa. Mereka juga tidak meminta uang kepada kami setelah menculik kami semalaman. Mereka hanya merekam adegan persetubuhan mereka dengan istriku. Mereka juga sempat merekam persetubuhanku dengan Widi.

"Video ini akan kami simpan buat konsumsi pribadi. Tapi kalau kamu sampai lapor polisi atas kejadian ini, video ini bisa disebar ke masyarakat umum." Ancam Bos Parjo. Tapi anehnya ia hanya mengancamku, dan tidak sama sekali mengancam Widi.

Para preman itu menurunkan kami tepat di depan mobil kami yang bagian depannya penyok. Mereka membuang baju kami begitu saja di jalan. Bajuku lengkap, tapi pakaian dalam Widi sama sekali tak ada.

Dengan buru-buru, aku masuk ke mobil dan mengenakan kembali pakaianku. Tapi Widi nampak tidak terburu-buru. Ia ambil gaun panjang gamisnya dan ia gunakan itu di balik pintu mobil tanpa masuk. Mungkin tubuhnya sudah lunglai setelah disetubuhi para preman itu habis-habisan.

Untungnya, mobilku meskipun penyok di bagian depan, tapi mesinnya masih bisa menyala. Air bag yang ada di dasbor mobil sudah kempis. Jadi aku bisa mengemudikan mobilku.

Selama perjalanan, Widi tidak berkata apa-apa. Akupun juga diam seribu kata. Aku tak tahu harus berkata apa. Semalam, aku hanya diam saja melihat istriku diperkosa seperti itu. Mungkin Widi marah dan kecewa denganku. Seharusnya aku menolongnya, itulah tugasku sebagai suami yang harus menjaga kehormatan istrinya. Tapi yang terjadi malah, aku terangsang melihat istriku sendiri diperkosa. Bahkan aku sempat beronani sambil melihat Widi disetubuhi para preman itu.

Aku malu sebagai suami, tapi lebih malu lagi sebagai seorang laki-laki. Aku tak bisa menjaga kehormatan istriku. Malah lebih parah lagi, aku merasa terangsang melihat kehormatan istriku tercabik-cabik.

***

Satu bulan sudah terlewati sejak peristiwa di malam minggu itu. Hubunganku dan istri tidak pernah kembali normal seperti dulu lagi. Kami jarang sekali bicara, kecuali dalam hal urusan yang sangat mendesak. Aku dan istriku tidak melaporkan juga kejadian malam itu ke polisi. Dan kami pun tidak pernah membicarakan itu lagi.

Aku berfikir untuk melupakan kejadian penculikan dan pemerkosaan Widi. Dan berharap kehidupan kami kembali normal. Widi juga sudah sempat haid, itu artinya ia benar-benar tidak di masa subur waktu diperkosa kemarin dan tidak hamil.

Hari minggu itu, aku memulai hari dengan bersepeda ke sekeliling kompleks rumah. Sementara Widi di rumah untuk memasak. Pagi itu aku dan Widi sarapan bersama. Seperti biasa, tak banyak yang kami bicarakan.

Menjelang siang, aku sedang di ruang tamu, membaca sebuah buku dari tab. Tiba-tiba, suara ketukan pintu mengagetkanku. 'Siapa tamu di siang-siang seperti ini?' batinku. Jarang ada orang yang bertamu, kecuali kurir pengantar paket.

"Ya sebent..." Kata-kataku terhenti ketika aku melihat sosok tamu yang ada di pintu rumahku.

Sosok pria itu bertubuh kekar dengan tato di tangan. Tubuhnya nampak sedikit tambun dan lebih tinggi dariku. Dia tidak lain adalah Kusni, salah satu preman yang tempo hari menculik-ku dan memperkosa Widi. Entah kenapa ia bisa tahu alamat rumah kami. Dan yang lebih penting lagi, mau apa dia kemari?

"Halo, selamat siang, hehe, maaf saya ada janji sama istri anda." Kata Kusni dengan santainya.

Aku cukup shock dengan kedatangan Kusni yang tiba-tiba sehingga aku tak bisa berkata apa-apa.

Aku lihat Kusni tersenyum sambil melihat ke arah dalam rumah. Dan ketika ku ikuti arah pandangan matanya, aku jadi jauh lebih syok lagi. Istriku, Widi, sudah berdiri di ujung ruang tamu dengan hanya mengenakan jilbab dan pakaian dalam saja.

'Apa yang sedang terjadi!' Batinku.

Widi berjalan mendekati Kusni, ketika ia berada di hadapanku, ia sempat berkata. "Mas diam saja. Agar kita semua selamat." Kata Widi.

Kusni menyambut kedatangan istriku dengan pelukan erat. Aku masih tak percaya dengan apa yang ada di hadapanku. Seorang istri soleha seperti Widi, menyambut kedatangan preman ke rumah hanya dengan pakaian dalam serta jilbab di kepalanya. Pakaian dalam yang Widi gunakan juga yang tipe sangat sexy. Celana dalam dan bra yang ia kenakan berwarna hitam dan berenda-renda di sisi-sisinya. Dan lebih parahnya lagi, semua itu ia lakukan tepat di hadapanku, suaminya sendiri!

Kusni mencium bibir Widi hingga lidahnya masuk ke dalam mulut istriku. Air liur mereka bercampur menjadi satu. Seperti dua pasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Tubuhku langsung lemas, melihat istriku sendiri digauli orang lain tepat di hadapanku.

Ciuman Kusni terus berlanjut, bahkan hingga turun ke leher dan kemudian ke payudara Widi. Payudara istriku yang masih dibalut dengan bra warna hitam itu dilumat habis oleh Kusni.

Kusni menggandeng istriku menuju ke kamar, dan aku bisa melihat dari ruang tamu ini, mereka kembali bercumbu di dalam kamar. Raut muka istriku nampak datar, tidak menunjukan ekspresi senang, seding, atau penolakan.

Istriku Widi (Cuckold Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang