Istriku Widi Bagian 3

2.4K 7 0
                                    


Bukkkkk!!

Kunto menendang perutku lagi. "Kalau ditanya itu jawab!" Teriak Kunto.

Aku melenguh kesakitan menerima tendangan Kunto. Perutku benar-benar sakit bukan main. Aku jawab pertanyaan Kunto tadi dengan anggukan kepala. Memang benar jika aku dan Widi cukup jarang berhubungan badan. Paling hanya seminggu sekali, itupun ketika aku tidak capek setelah pulang kerja. Awal-awal menikah, kami cukup rutin berhubungan, mungkin 2 kali dalam seminggu. Tapi sekarang, pekerjaanku di kantor cukup banyak menyita waktu dan tenagaku.

"Sudah aku duga!" Kata Kunto. "Suami model kayak kamu pasti lebih senang kerja di kantor daripada nyenengin istri." Tambahnya.

Aku tahu, pernyataan Kunto itu ada benarnya. Semenjak aku setahun ini aku sangat sibuk dengan pekerjaan. Ditambah lagi, aku kecewa karena sampai sekarang belum dikaruniai anak. Hal itu membuat aku semakin minder untuk meminta Widi berhubungan badan.

"Kamu tau, istrimu tadi banjir banget, padahal Bos Parjo awalnya cuma belai-belai Miss.Vnya dari luar." Kata Kunto sambil jongkok tepat di depan wajahku. "Istrimu sampai nunduk nahan nikmat dibelai kayak gitu. Kasihan bener dia, jarang banget dibelai suaminya. Makanya dibelai-belai preman kayak kami dikit aja udah sange benget." tambahnya.

Aku benar-benar tak percaya mendengar itu. Apakah Widi semudah itu takluk ke tangan preman-preman ini?

"TTnya istrimu juga kenyal banget. Belum pernah aku rasain tetek sekenyal itu." Kata Kunto. "Padahal, aku cuma remes-remes dari kursi belakang. Bayangin gimana Bos Parjo atau Kusni yang remes-remes tetek istrimu dari depan? Pasti jauh lebih kenyal lagi. Istrimu cuma bisa merem melek, rasain teteknya diremes ama tangan-tangan kasar preman kayak kita-kita ini. Pasrah banget dia, sama sekali gak nolak waktu teteknya kita remas."

Telingaku terasa panas mendengar kata-kata Kunto. Jantungku juga berdegup dengan kencang. Perutku terasa mual, membayangkan Widi istri tercintaku dilecehkan oleh preman-preman seperti mereka ini.

Widi wanita yang alim, sehari-hari memakai jilbab untuk menutupi aurat. Tapi hari ini ia digerayangi orang yang bukan muhrimnya. Bahkan ia mengalaminya tepat di hadapanku.

Rasanya aku ingin marah, aku ingin mengumpat. Tapi aku takut membuat Kunto murka dan kembali memukulku. Atau bahkan lebih parah lagi, ia bakal membunuhku dan istriku.

Aku merasa tak berdaya, hanya bisa mendengarkan cerita Kunto sambil terikat di atas tanah. Tubuhku tegang mendengar ceritanya. Awalnya aku mengira, aku tegang karena marah. Tapi aku sadar, kemaluanku juga menjadi tegang. Bahkan batang kemaluanku seperti memberontak ingin keluar dari celana.

"Karena basah, cangcut istrimu dicopot sama Bos Parjo!" Tambah Kunto. "Istrimu sama sekali tidak melawan waktu cangcut-nya dilepas. Bahkan ia angkat pantatnya waktu kita narik cangcut-nya di dalem mobil." Kata Kunto.

Aku tambah tegang mendengar kata-kata Kunto. Jadi selama lebih dari setengah jam di mobil tadi, istriku tidak pakai celana dalam sama sekali? Dan para preman itu bisa menjamah area pribadinya secara bebas tanpa penghalang?

"Bos Parjo bilang, Miss.V istrimu tembem, dan bersih banget tanpa jembut sama sekali. Pas sesuai selera Bos Parjo." Kata Kunto.

Memang benar, Widi selalu mencukur bulu-bulu kemaluan dan bahkan bulu ketiaknya. Kebiasaan itu ia lakukan bahkan sebelum menikah denganku. Ia selalu ingin bersih, karena ia anggap kebersihan itu sebagian dari kepercayaannya. Tapi aku sama sekali tak menyangka, Miss.V bersih istriku itu kini dijamah oleh tangan-tangan kasar para preman ini.

"Pasti istrimu suka dikobel-kobel sama Bos Parjo dan Kusni. Jari-jari mereka itu besar-besar kayak sosis. Kulitnya juga kasar banget penuh kapal." Kata Kunto sambil ketawa. "Pantes aja, istrimu terus aja blingsatan bukan main selama di mobil. Aku juga ikut rangsangin istrimu itu, aku remas-remas teteknya yang bulet banget. Kenyal banget tetek istri. Kayak adonan kue, kamu pasti jarang ya remas tetek istrimu. Apalagi ngobel-ngobel Miss.Vnya?"

Sekali lagi, aku jawab pertanyaan Kunto itu dengan anggukan kepala. Kali ini anggukan kepalaku lemah sekali. Moral Ku jatuh, mendengar istriku kini sudah dilecehkan habis-habisan oleh para preman ini.

Memang benar, aku jarang sekali meremasi payudara istriku. Ketika bercinta dengan Widi, aku biasa melakukannya dengan cara yang sangat konservatif. Aku memang sering membelai-belai payudaranya yang membuat indah itu. Tapi jarang sampai meremas-remasnya. Aku takut itu akan menyakiti istriku.

Aku juga jarang mengobel-ngobel kemaluan Widi. Paling hanya membelai lembut di sekitar bibir vaginanya. Sekedar membuat bibir vagina itu cukup basah sebelum melakukan penetrasi. Aku tidak pernah memasukan jariku terlalu dalam.

"Wah, kenapa ini, kamu konak denger cerita istrimu kita emeg-emeg?" Kata Kunto.

Ia rupanya sadar, kemaluanku berdiri tegak di balik celanaku. Aku merasa malu sekali, harusnya aku menyelamatkan istriku dari belenggu para preman ini. Tapi yang ada sekarang malah aku merasa terangsang.

"Hahaha, dasar suami pecundang. Sini, lepas aja celanamu!" Teriak Kunto.

Ia dengan kasar melucuti celana yang aku pakai. Tanganku dan mata kakiku yang terikat membuatku tak bisa menghalaunya. Dengan cepat, kemaluanku sudah menyembul keluar dari celana yang aku pakai. Benar saja, memang kemaluanku sudah berdiri dengan maksimal.

"Apa ini? Titit anak-anak? Haha kecil banget Mr.P kamu! Pantes aja istrimu diem aja kita lecehkan. Pasti dia gak pernah puas main sama kamu!" Hardik Kunto.

Entah apa salahku, mengapa aku harus menerima penghinaan ini. Aku tidak pernah menyakiti orang lain, aku juga tidak pernah punya niatan buruk terhadap orang lain. Mengapa hari ini tiba-tiba nasibku begitu buruk?

Kunto terus melucuti celanaku. Ia sempat melepas ikatan di kakiku agar celanaku bisa lepas seluruhnya.

Sreet, sreet, Kunto menggesek-gesekan sepatu sandal dekilnya ke kemaluanku. "Udah ngaceng maksimal toh ini? Hahaha, kecil banget ini mah. Mana puas istrimu dientot ini." Kata Kunto.

Aku seharusnya marah, tapi entah mengapa tubuhku menjadi kelu.

Kunto panggil salah satu temannya yang bernama Somad. Ia tunjukan kemaluanku yang ereksi itu kepada Somad. Mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak mengejek ukuran kemaluan. Bahkan tak segan mereka memotret kemaluanku itu dengan kamera handphone.

"Kontol Bos Parjo jauh lebih gede dari ini. Istrimu bakal lebih puas sama dia dari pada titit kecil ini." Ungkap Somad.

"Jangankan pakai Mr.P, tadi istrimu aja 2x ngecrot dikobel-kobel pakai jari Bos Parjo. Pasti kamu gak pernah kan bikin istrimu orgasme pas ngent*t? Kontol mini gini, mana bisa bikin cewek-cewek orgasme. Paling juga istrimu pura-pura puas." Tambah Kunto.

Shock sekali rasanya mendengar kata-kata Kunto. 'Dua kali orgasme?' selama ini bahkan tak sekalipun istriku bisa mencapai puncak ketika kita berhubungan badan.

'Widi, ada apa denganmu? Apa yang terjadi denganmu.' Kataku dalam hati.

"Mau liat lagi apa istrimu sekarang? Dia kayaknya suka banget sama punya Bos Parjo." Bisik Somad ke dekat telingaku.

Mataku langsung terbelalak mendengar kata-kata Somad. 'Suka banget sama punya Bos Parjo?' Apa maksudnya? Lagi apa Widi sekarang? Aku tidak mau memikirkan kemungkinan terburuk dari apa yang dilakukan istriku sekarang. Tapi mau tidak mau aku terus terpikir akan hal itu. Pikiranku itu justru membuat tubuhku semakin tegang. Dan kemaluanku semakin keras berdiri.

Istriku Widi (Cuckold Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang