Istriku Widi Bagian 6

2.1K 8 0
                                    

Kontol Kusni yang hitam dan berurat itu sedikit demi sedikit masuk ke dalam vagina Widi. Semabari itu, Kusni meremas dan membelai-belai pantat istriku yang membulat indah.

"Pelan aja dulu ya non. Non pasti gak pernah kan ngent*t dari belakang kayak gini?" Ujar Kusni. "Kontol suami non pendek gitu, mana mungkin bisa masuk dari belakang." Tambah Kusni dengan nada mengejek.

Rasanya, aku sudah kenyang dihina-hina malam ini. Lagipula, aku memang pantas untuk menerima hinaan itu. Aku seorang pecundang, seharusnya aku menyelamatkan istriku yang sedang diperkosa preman-preman tepat di depan mataku sendiri. Tapi aku malah tak berdaya. Terikat di sebuah kursi dan hanya bisa melihat satu per satu preman menikmati tubuh istriku sendiri.

Payudara Widi menggoyang-goyang indah ketika Kusni mulai menyodok vagina istriku. Kusni menghujam-hujamkan Mr.Pnya dengan tempo yang pasti. Tidak terlalu kencang, tapi tidak juga terlalu lambat.

Payudara Widi itu tak luput dari remasan-remasan tangan Kusni. Diremasnya payudara istriku hingga kepalanya tertengadah menahan sensasinya. Aku tak paham, apakah Widi sebenarnya kesakitan, atau justru ia menikmati remasan-remasan itu. Satu yang jelas, dari lubang kemaluan istriku mengalir deras cairan bening yang bercampur dengan sperma Parjo.

Kusni terus memperkosa istriku itu hingga ia akhirnya mencapai orgasme dalam posisi doggy seperti itu. Tubuh Widi Pun juga kembali menegang, tanda jika ia mencapai orgasme juga yang hampir bersamaan dengan Kusni. Kusni menancapkan Mr.Pnya sedalam mungkin ke vagina istriku, bahkan hingga kepala istriku tenggelam di atas kasur lusuh itu.

"Oh enak banget tempikmu non." Kata Kusni.

Kusni baru melepas Mr.Pnya setelah Widi ambruk di atas kasur lusuh. Tubuhnya nampak lemah dengan peluh keluar dari sekujur tubuhnya.

"Manteb banget istrimu." Kata Kusni di dekat telingaku. "Memeknya masih sempit banget. Tapi mungkin abis malam ini, Miss.V istrimu bakal lower dihajar Mr.P-Mr.P kita. Dan Mr.P kamu gak bakal terasa apa-apa lagi pas masuk ke Miss.V istrimu itu." Tambahnya.

Aku tertunduk lesu, aku tahu jika saja aku dan Widi selamat melewati malam ini, kehidupan kami tidak akan lagi sama. 'Apakah Widi masih akan anggap aku suaminya? Atau ia hanya akan melihatku sebagai seorang laki-laki pecundang yang diam saja ketika melihat istrinya diperkosa habis-habisan? Apakah rumah tangga kami masih bisa berjalan sekarang ini?'

Setelah Kusni keluar dari kamar itu, masuklah kembali Kunto, Somad, dan Tono. Tubuh mereka nampak lebih kurus dibandingkan dengan Kusno maupun Parjo. Tapi batang-batang Mr.P mereka ternyata tidak kalah besar dan panjang.

Mereka rupanya benar-benar ingin menikmati tubuh istriku satu per satu malam ini. Giliran selanjutnya adalah Tono. Orang yang giginya tongos. Ia menyetubuhi istriku dalam posisi telentang seperti Parjo tadi. Yang beda, Tono menyetubuhi Widi dengan tempo yang sangat kencang. Bahkan payudaranya sampai bergoyang-goyang tak terkendali.

Kunto tak mau tinggal diam, ia pegang payudara Widi. Ia Pun jilat dan sedoti payudara itu seperti anak bayi yang butuh susu dari ibunya. Kunto bahkan sempat memberikan beberapa cupang di payudara Widi.

Aku lihat, Widi hanya bisa pasrah menerima rangsangan demi rangsangan yang diberikan para preman itu ke tubuhnya. Mulutnya sedikit terbuka dan matanya terus terpejam.

Tono, Kunto, dan Somad secara bergantian menikmati tubuh istriku. Masing-masing dari mereka menumpahkan sperma-nya ke dalam vagina istriku kecuali Kunto. Ia cabut Mr.Pnya sebelum keluar dan menumpahkan spermanya di wajah dan hijab Widi.

Wajah dan Hijab Widi kini kotor dengan sperma. Tapi ia seperti tak peduli untuk membersihkan sperma itu. Tubuhnya nampak sudah sangat lelah. Setidaknya ia mencapai orgasme tiga kali lagi selama diperkosa tiga orang itu.

Tubuh Widi sekarang terkulai lemah di atas kasur lusuh itu. Keringat mengucur dengan deras di seluruh kulitnya yang halus. Kakinya nampak mengangkang lebar. Memperlihatkan kemaluannya yang terbuka menganga. Dari lubang itu, mengalir cairan-cairan putih kental yang merupakan sperm* dari para preman itu.

'Widi, istriku!' Jeritku di dalam hati.

Istriku yang dulu adalah wanita alim dan baik-baik, kini sudah dikotori oleh 5 orang preman yang sama sekali tidak kami kenal. Aku merasa sedih dan hancur karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong istriku sendiri. Tapi lebih dari itu, aku merasa sedih dan hancur karena aku ternyata merasa terangsang, melihat istriku sendiri disetubuhi oleh pria-pria lainnya. Terbukti, penisku sekarang tegang bukan main. Bahkan tak sedikit cairan-cairan pre-ejakulasi keluar dan membasahi kursi kayu tempat aku terikat.

Di saat itu, tiba-tiba Kunto dan Somad melepas seluruh ikatan tubuhku di kursi. Mereka lalu mendorongku ke kasur, tempat istriku tergeletak tak berdaya.

"Ayo, sekarang, kamu entot istrimu!" Kata Somad.

"Kamu kan udah ngaceng dari tadi, udah sekarang giliranmu entot istrimu." Tambah Kunto.

Lima orang preman sekarang ada di dalam ruangan itu. Beberapa memegang kamera handphone, seperti siap untuk merekam kami.

'Entot istriku?' Tanyaku di dalam hati.

Aku lihat tubuh istriku kotor sekali. Bahkan tak sedikit bekas sperma preman itu yang berceceran di sekitar hijab dan kemaluannya. Aku hendak membersihkan sperma itu, tapi Kunto melarangnya.

"Kenapa? Ndak mau entot istri kamu? Kita aja mau." Ejek Kunto.

"Kalau kamu ndak mau entot istrimu sendiri, kita aja yang entot selamanya? Gimana?" Tambah Somad.

Aku lihat, istriku nampak pasrah dan tidak peduli dengan kata-kata Somad. Aku berharap ia berkata, 'jangan, ayo mas entot aku, jangan biarkan mereka menjamah tubuhku lagi.' tapi kata-kata itu sama sekali tidak muncul dari mulut istriku. Ia hanya diam, bahkan sedikit membuang muka dariku.

"Ayo, cepet, entot!" Kata Bos Parjo. Ia juga sudah memegang handphone, siap mereka persetubuhan kami.

Aku bingung dan tak punya pilihan.

Dengan gagap, aku masukan penisku ke vagina istriku. Ada rasa jijik ketika aku memasukan penisku ke lubang itu. Lubang itu baru saja dipakai lima orang preman dan hampir semuanya menumpahkan sperm* di sana. Bau sperm* mereka benar-benar menyengat dan cairan-cairan itu nampak meluber-luber keluar.

Penisku yang kecil itu dengan mudah masuk ke dalam vagina istriku. Rasanya lubang ini sedikit lebih lebar dari biasanya. Aku hampir tidak merasakan jepitan sama sekali.

"Ayo genjot istrimu!" Perintah Bos Parjo.

Aku pasrah dan ikuti perintah para preman itu. Aku setubuhi istriku sendiri dihadapan 5 preman yang sebagian merekam adegan ini di handphone mereka.

"Nah gitu dong, semangat entot istrimu." Kata Bos Parjo.

"Gitu, dari tadi kamu dah ngaceng kan liat istrimu sendiri kita entot. Sekarang gantian dirimu entot istrimu!" Tambah Kusni.

Mereka tertawa-tawa sambil melihat dan merekam adegan persetubuhanku dengan istriku. Widi sendiri tidak bergeming, ia masih membuang muka tidak mau menatapku. Tangannya tertengadah begitu saja, tanpa berusaha menggapaiku.

Seharusnya, aku merasa iba dengan keadaan istriku sekarang. Ia benar-benar terlentang tak berdaya. Tapi entah kenapa aku justru begitu bernafsu. Aku sangat ingin menyetubuhinya, meskipun tubuhnya sekarang ini kotor setelah diperkosa 5 orang preman.

Aku sodok-sodokan penisku yang ukurannya tak berapa itu dibandingkan para preman. Aku merasakan, vagina istriku sangat licin dan longgar. Jauh lebih longgar dari biasanya. Tapi meskipun begitu, aku tetap saja merasa terangsang. Bahkan setelah 3 menit, aku sudah nyaris mencapai puncaknya.

"Ayo, kita lihat, berapa lama dia bisa tahan ngent*t istrinya?" Kata para preman itu.

Istriku Widi (Cuckold Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang