Istriku Widi Bagian 4

2.4K 6 0
                                    


"Liat tuh, titit mungil itu tambah ngaceng." Kata Somad. "Tapi percuma, mau ngaceng apapun, titit-nya tetep aja mungil." Tambah Somad sambil tertawa terbahak-bahak.

"Ayo, ikut kita." Kata Kunto.

Kunto dan Somad menyeret tubuhku. Badanku masih sakit semua karena dihajar Kunto tadi. Aku nyaris tidak mampu berdiri. Tapi meskipun badanku babak belur, kemaluanku masih tetap berdiri dengan tegaknya. Bahkan aku nyaris lupa, apakah aku pernah ereksi sehebat ini dalam hidupku.

Vila itu benar-benar sudah tua dan tidak terawat. Mungkin sudah puluhan tahun tidak ditinggali.

Tepat di depan pintu masuk villa, aku bisa melihat seonggok kain berwarna krem. Kain itu nampak sangat mencolok dibandingkan benda-benda berdebu lain di teras villa.

'I itu, tidak mungkin, kain itu?'

Kain itu tidak lain adalah kebaya gamis yang dikenakan oleh Widi tadi. Jika kain itu teronggok begitu saja di sini? Lalu Widi sekarang pakai apa? Ditambah lagi ia juga sudah tidak mengenakan celana dalam.

Pikiranku berkecamuk bukan main. Walaupun sebenarnya, aku sudah paham kemungkinan terburuk yang bisa terjadi kepada istriku saat ini. Hanya saja, kepalaku masih berusaha untuk berpikir naif. Aku masih mencoba berfikir positif jika hal terburuk itu tidak akan dan tidak pernah terjadi kepada istriku.

"Lihat itu, baju istrimu tergeletak di situ. Jadi kamu paham kan sekarang istrimu gimana?" Kata Somad.

"Tadi Bos Somad ciumin istrimu di sini, bayangin, istri hijaber diciumi preman yang bukan suaminya di tempat terbuka gini. Ndak pakai baju lagi. Hahaha!" Tambah Kunto.

Mual sekali aku mendengar kata-kata mereka. Istriku yang alim itu, kini sudah dijamah oleh preman-preman ini? Istriku yang selama ini selalu menjaga diri dan auratnya. Kini dilecehkan dan dikotori oleh tangan-tangan yang tidak berhak atas tubuhnya.

Cruutt!

Entah kenapa, cairan pre-cum keluar dari lubang kemaluanku. Aku tidak mengalami orgasme, tapi mengalami pre-cum yang sangat dahsyat. Bahkan mungkin sedikit spermaku ikut keluar dari kemaluanku.

"Hahaha, liat tuh, ngecrit dia!" Ejek Kunto.

"Cowok letoy banget, danger cerita kalau istrinya di grepe-grepe orang malah ngecrot!" Tambah Somad.

Aku malu sekali, hingga tak mampu menegakkan kepala. Harga diriku runtuh, baik sebagai seorang laki-laki maupun sebagai seorang suami.

Kunto dan Somad mengajakku masuk ke ruang tamu villa. Di sana ada Tono, si cungkring dengan gigi tongos. Ia nampak sedang merokok dan di meja depannya terdapat beberapa botol bir.

"Wah ngapain tuh, dah nggak pake celana!" Ejek Tono kepadaku.

"Suami lembek ini Ton. Denger istrinya di grepe-grepe, malah ngaceng dia. Haha, biar dia liat lagi apa istrinya sama si bos." Kata Kunto.

Di meja yang terdapat bir itu, nampak juga sebuah bra. Sekali lagi aku masih mencoba berfikir naif, jika bra itu bukan milik Widi istriku. Tapi siapa lagi? Semua orang di ruangan ini laki-laki.

"Ayo masuk!" Kata Somad.

Mereka membawaku ke sebuah kamar tidak jauh dari ruang tamu di depan.

Begitu masuk kamar, lututku langsung terasa lemas. Aku jatuh bersimpuh di atas lantai melihat apa yang terjadi di kamar itu. Aku sudah berusaha terus berfikir naif dan positif. Tapi melihat apa yang ada di kamar itu, seluruh harapanku pupus sudah.

Cruuttt!

Cairan pre-cum keluar lagi dari kemaluanku. Aku benar-benar lemah, aku tak mampu menahan rasa tegang di dalam tubuhku. Aku benar-benar lelaki hina. Bagaimana bisa aku justru terangsang melihat pemandangan yang ada di depanku saat ini. Pemandangan yang tidak seharusnya seorang suami lihat.

Kunto dan Somad membawaku dari halaman depan villa ke ruangan ini untuk melihat langsung keadaan istriku Widi. Dan apa yang ada di hadapanku benar-benar membuat duniaku runtuh.

Aku melihat, orang yang bernama Bos Parjo ini sedang menggumuli wanita. Tubuhnya yang gempal itu membuatku sedikit tak bisa melihat dengan jelas wanita yang ia gumuli itu. Wanita itu telanjang bulat, kecuali hijab yang masih melekat di kepalanya.

Wanita itu, tidak lain dan tidak bukan adalah istriku sendiri, Widi!

Tubuh telanjang Widi tersental-sental mengikuti irama sodokan Parjo. Dari sini, aku bisa melihat vagina Widi membuka dengan lebarnya dimasuki penis Parjo yang ukurannya begitu besar. Jauh lebih besar dari batang kemaluanku. Widi meringis dan matanya tertutup. Aku tak tahu apakah ia kesakitan, atau justru merasakan hal yang lain.

Bos Parjo sadar aku berada di ruangan itu. Ia membisikan sesuatu kepada Widi. Bisikan itu membuat Widi membuka matanya yang sayu.

Widi menatapku dengan tatapan nanar. Tak ada satupun kata keluar dari bibirnya. Tangannya mencoba menggapaiku. Tapi bos Parjo cepat-cepat menggenggam tangan istriku dan bahkan menciumi bibirnya yang ranum.

Aku shock dan tak bisa bergerak. Aku benar-benar tak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang ini. Tubuh istriku yang berkulit halus dan cerah, ditindih oleh seorang preman bertubuh tambun dan berkulit gelap.

Parjo menciumi Widi secara ganas. Lidah Parjo masuk ke dalam mulut istriku hingga membuat ludah mereka meluber keluar. Mata Widi awalnya masih melihatku. Entah apa arti tatapan matanya. Tapi tak lama kemudian, ia kembali merem melek, menanggapi sodokan-sodokan Parjo.

"Wah, suami macem apa itu, liat istrinya ngent*t sama orang lain malah ngaceng!" Kata Kusni. Orang yang sepertinya kaki tangan Parjo.

"Iya, dia sudah dua kali nge crit juga. Dasar, suami lemah!" Kata Kunto.

"Orang kayak dia, mana bisa puasin istrinya. Paling juga semenit ngent*t dah ngecrot!" Tambah Somad.

Mereka semua tertawa terbahak-bahak melihatku.

Kusni mendekatiku dan kemudian membisik ke telingaku, "Kalau kamu mau sampai macem-macem, kita tidak segan-segan bakal siksa dan bunuh kamu. Istrimu juga bakal kita bunuh, tapi kita nikmati dulu badan semoknya itu ramai-ramai. Lalu kita bisa jual tubuh istrimu itu ke pelacuran rendahan, biar dia di entot sama sopir-sopir, tukang, ama buruh pasar."

Bisikan Kusni itu membuat nyaliku ciut. Sembari membisikkan, ia juga menekan sebuah pisau di batang kemaluanku. Bahkan memasukan ujung pisau itu ke mulut kepala penis milikku. Untung bagiku, pisau itu tidak sampai melukai penisku.

'Mengapa? Mengapa semua ini terjadi kepadaku!' jeritku di dalam hati. 'Mengapa aku menjadi suami yang lemah. Sudah seharusnya aku marah dan menyelamatkan istriku dari cengkraman para preman ini. Tapi yang terjadi malah bergerak saja aku tak berani.'

Kunto dan Somad kemudian mengikatku pada sebuah kursi kayu di ujung ruangan. Tangan dan kakiku diikat erat pada kursi. Kursi itu tepat menghadap pada kasur, tempat Parjo dan Istriku bergumul dengan liarnya. Sebelum diikat, aku ditelanjangi hingga bugil seutuhnya.

"Gila, ngaceng terus itu Mr.P suaminya." Kata Kusni.

"Iya, kayaknya dia memang senang istrinya dientot orang lain." Tambah Kunto.

"Mungkin dia sadar, Mr.P kecilnya itu gak bakal bisa muasin istrinya. Makanya dia seneng banget pas Mr.P gede bos Parjo bisa muasin istrinya." Tambah Somad.

"Haha, bener-bener suami pecundang!" Ejek Kusni.

Widi sempat melihatku sejenak, terutama kemaluanku yang memang terus saja berdiri tegak. Jujur saja, sudah lama aku tidak ereksi sekeras ini. Ketika aku bercinta dengan Widi Pun biasanya Mr.Pku cukup lembek. 'Ah, kenapa aku jadi bilang Mr.P?'

Istriku Widi (Cuckold Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang