Part 12

152 33 3
                                    

Febi terbangun di hari weekend.

Tangannya terangkat seraya merenggangkan tubuh. Beberapa kali mulutnya terbuka karena menguap, alasannya ia yang masih mengantuk. Namun apa boleh buat kalau teriakan sang mama menyuruhnya untuk segera mandi dan ke bawah.

Brak!

"WOI FEBIANJING! BANGUN KAGAK LO!! KALO NGGAK BANGUN-BANGUN GUE SIRAM MUKA LO PAKE TEH!!"

Febi membelalak kaget hingga tubuhnya terjatuh ke kasur, ia memandang Abel nan bersiap mengguyur dirinya menggunakan secangkir teh di tangan.

"ANJING! JANGAN GILA!!"

Langkah Febi terbirit-birit mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Nyatanya tingkah laku itu, meninggalkan gelak tawa besar bagi Abel. Sang kakak sulung pergi dari kamar Febi.

Selesai mandi serta memasang baju, Febi menuruni anak tangga secara gontai. Ia menghela napas berat. Senin besok, ulangan akhir semester akan di laksanakan. Tentu di sekolah. Kartu ujian maupun jadwal pelajaran telah di bagi ke pihak murid masing-masing, dan bangku sesuai nomor ujian.

Kegiatan Febi akhir-akhir ini hanya menghabiskan waktu di kamar. Mulai dari belajar, menghafal materi dan sebagainya. Hingga orang di rumah jadi terlupakan akan kehadirannya. Dania benar-benar sedih, biasanya sang kakak kedua selalu bermain dengan dirinya. Tetapi, sekarang tidak sama sekali.

"Febi." Suara bariton dari si kepala keluarga memanggil dengan dingin. Kiandra menyuap makanan ke mulut. Keluarga Kiandra dan Clarissa tengah berkumpul di meja makan, seraya melahap santapan yang di masak sang mama.

Febi kontan menatap Kiandra, sedikit menunduk akibat takut. "Iya, pah?"

"Nggak papa. Semangat belajarnya."

Febi menghela napas pelan, ia kira sang ayah hendak memarahinya karena rangking sekolah. Jujur saja, Febi itu rangking kedua paling bawah.

Paling bawah.

Oleh sebab itu Febi merasa takut.

Apalagi Kiandra termasuk orang yang tegas walau tidak secuek papa-nya Sheila. Merasa sudah tak ada yang perlu di bahas, Febi melanjutkan makannya secara damai.

"Kak Febi! Besok kakak ulangan ya?"

"Iya, Dania. Kamu juga ulangan kah?"

"Iya! Yeyyy! Nanti kita belajar bareng yuk kakk! Sama kak Sheila!"

Uhuk! Febi jadi tersedak dari beras yang telah di masak secara di kukus. Mengambil minuman hingga meneguk habis, atensi Febi penuh spekulasi terhadap Dania.

"Kenapa tiba-tiba ada Sheila deh?"

"Biar seru!"

"Eh," Abel buka suara, sedikit bersandar ke kursi, "Sheila mana ya? Kok, jarang ke rumah. Biasanya nangkring terus tuh."

"Sibuk belajar dia. Nggak kayak lo, hobi joget di kamar."

"Itu lego lo gue buang ya!"

"Dih? Ngancem!" Febi menatap Clarissa, "Mah! Liat tuh Abel!"

Clarissa menggelengkan kepalanya. Kiandra terkekeh lalu tertawa, suara beratnya mampu membuat pertikaian Febi dan Abel jadi terhenti. Mereka sama-sama memandang sang kepala keluarga dengan bingung.

"Papah kangen kita ngumpul kayak gini."

Ucapan Kiandra membikin seluruh perhatian di meja makan jadi muram. Febi yang selalu ceria ikutan menjadi sedih, mengingat si anak sulung selalu menginap di rumah temannya membuat kediaman rumah ini selalu hening. Tak ada pertikaian dari kedua kakak-beradik itu.

Hujan Sore HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang