pengaduan keira

9 9 0
                                    

Setelah beberapa minggu berlalu, beban di hati Keira semakin berat. Dia memutuskan untuk berbicara pada ibunya, berharap Ibu Ratna bisa mengerti dan membantunya.

“Bu, aku perlu ngomong sama Ibu. Ada yang penting,” Ucap Keira terbata bata

“Kenapa, sayang? Kenapa kelihatan serius banget?” Tanya Ibu Ratna, khawatir.

“Tentang Rudi... dia... dia udah ngelakuin hal yang ngga seharusnya, Bu. Dia... melecehkanku,” Jawab Keira, suaranya bergetar.

“Kei, kamu pasti salah paham. Rudi ngga bakal pernah ngelakuin hal kaya gitu. Dia sayang sama kamu dan adikmu, Adel,” Jawab sang ibu dengan nada ragu.

“Tapi Bu, aku benaran ngalamin. Aku ngga bisa menghapus kenangan itu. Sakit sekali, Bu...” Keira berusaha menahan tangisnya.

“Kita semua punya masalah dalam keluarga. Kamu harus lebih sabar dan ngga berlebihan. Rudi mencintai kita, Kei. Dia mau yang terbaik bua kita,” Bujuk Ibu Ratna.

“Bu, tolong! Ini bukan masalah sepele. Ini serius! Aku ngerasa terancam!” Ucap Keira, matanya berkaca-kaca.

“Keira! Sudahlah. Jangan bicara tentang Rudi kaya gitu. Kamu harus menghormatinya sebagai ayah tirimu,” Tegas sang ibu, suaranya meningkat.

“Tapi, Bu...” Keira mencoba melanjutkan, suaranya merendah.

“Ibu ngga mau dengar lagi. Kembali ke kamarmu dan tenangkan dirimu,” Potong Ibu Ratna dengan tegas.

Keira merasakan kepedihan yang mendalam saat ibunya tidak percaya padanya. Dia merasa sendirian, terjebak dalam kegelapan yang tidak bisa dia ceritakan kepada siapa pun. Dalam hatinya, dia hanya bisa berharap agar ada seseorang yang memahami dan mau mendengarkan cerita serta kesakitan yang dia alami.

Setelah perbincangan yang menyakitkan itu, Keira kembali ke kamarnya dengan langkah berat. Setiap detak jantungnya terasa semakin berat, seolah semua harapan yang dia miliki telah hancur berkeping-keping. Dia duduk di tepi ranjangnya, memandang kosong ke dinding, tidak tahu harus berbuat apa.

Suasana di rumah semakin mencekam. Keira merasa seperti hidup dalam sebuah kebohongan yang besar, di mana semua orang berusaha berpura pura baik baik saja sementara dia terjebak dalam kegelapan. Ia sering melihat Rudi berkeliling rumah dengan sikap seolah tidak terjadi apa apa, dan itu membuatnya semakin marah dan frustrasi.

“Kenapa dia bisa berlagak seperti itu?” Gumamnya pada diri sendiri.

“Seolah ngga ada yang salah.”

*****

Suatu malam, saat terbangun setelah mimpi buruk, Keira merasa sangat kesepian. Keringat dingin membasahi pelipisnya, dan napasnya terasa berat. Dalam gelap kamarnya, kenangan pahit menghantuinya, merayap masuk ke dalam pikirannya dan menyisakan rasa sakit yang mendalam. Dengan penuh rasa cemas, dia menatap langit langit kamarnya, berusaha menyingkirkan bayangan yang terus mengejarnya.

Keira merasa terjebak dalam kegelapan, tidak tahu harus kemana atau kepada siapa dia bisa bercerita. Dengan penuh keraguan, dia bangkit dari tempat tidurnya, membuka jendela kamarnya, dan menghirup udara malam yang sejuk. Dia melangkah ke jendela dan menatap bintang bintang yang bersinar di langit, seolah mereka adalah harapan harapan yang hilang.

Dalam sekejap, segala perasaan terpendam yang dia rasakan selama ini meluap. Dia menutup matanya, berdoa dalam hati dengan harapan agar suara batinnya bisa terdengar oleh Tuhan.

“Tolong aku. Aku ngga tahu harus kaya gimana. Berikan aku kekuatan untuk menghadapi semua ini, Tuhan,” Ucapnya pelan, suaranya hampir tak terdengar. Dia berharap doa itu bisa menjadi jembatan menuju perubahan.

Jejak derita, harapan KeiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang